PB IDI Prihatin Kebijakan Mutasi dan Pemberhentian Mendadak Sejumlah Dokter di Rumah Sakit Vertikal – Halaman all

PB IDI Prihatin Kebijakan Mutasi dan Pemberhentian Mendadak Sejumlah Dokter di Rumah Sakit Vertikal – Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan mutasi dan pemberhentian mendadak sejumlah dokter yang bertugas di rumah sakit vertikal milik pemerintah.

PB IDI menilai keputusan sepihak dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini tidak hanya mencederai hak profesional tenaga medis, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas dan kualitas pelayanan kesehatan nasional.

Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto menyebut bahwa mutasi dilakukan tanpa alasan yang jelas dan dilakukan secara tiba-tiba, termasuk terhadap seorang dokter di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik yang diberhentikan secara mendadak.

“Tindakan dan keputusan sepihak oleh Kementerian Kesehatan ini dinilai kontraproduktif dan dapat berdampak negatif terhadap layanan kesehatan di rumah sakit vertikal tersebut,” kata Slamet Budiarto dalam keterangan yang diterima pada Minggu (4/5/2025).

PB IDI menegaskan bahwa setiap dokter memiliki hak untuk menyampaikan pendapat secara konstruktif dan memberikan masukan terhadap kebijakan pemerintah, khususnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan masyarakat.

Organisasi profesi ini juga menyebut bahwa kebijakan mutasi tanpa kejelasan dan transparansi dapat menimbulkan ketidakpastian di kalangan dokter, serta menciptakan iklim kerja yang tidak sehat.

“Mutasi atau pemberhentian mendadak ini menciptakan situasi yang penuh ketidakpastian di kalangan dokter dan mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat, terutama di rumah sakit vertikal,” kata Slamet.

Sebagai organisasi profesi, PB IDI mendorong agar Kementerian Kesehatan membuka ruang dialog yang sehat dan transparan dengan tenaga medis, guna mencapai kebijakan yang adil dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan nasional.

Menurutnya, PB IDI juga secara tegas meminta Kemenkes untuk meninjau ulang dan membatalkan kebijakan mutasi dan pemberhentian tersebut.

“PB IDI memohon kepada Kementerian Kesehatan untuk menghormati dan melindungi hak-hak dokter, terutama dalam hal menyampaikan pendapat serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada pelayanan kesehatan,” katanya.

Sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian terhadap rekan sejawat yang terdampak, PB IDI menyerukan kepada seluruh dokter di Indonesia untuk tetap bersatu, mendukung kebebasan berpendapat, dan berjuang bersama demi terciptanya sistem kesehatan yang lebih baik.

Pernyataan PB IDI tersebut sekaligus merespon pemindahan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pusat dr. Piprim Basarah Yanuarso dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke Rumah Sakit Fatmawati (RSF). Menurut Kementerian Kesehatan, pemindahan tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak di RS Fatmawati, Jakarta.

Tidak lama setelah pemindahan dr Piprim melalui media sosial Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi IDAI Rizky Adriansyah berkomentar. Menurutnya, keputusan itu tidak terlepas dari sikap IDAI yang menolak pengambilalihan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak oleh Kemenkes.

Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa sejumlah dampak pemindahan tersebut antara lain kualitas pendidikan dokter subspesialis kardiologi anak yang akan memburuk, karena dengan pemindahan tersebut, hanya ada satu pengajar yang kompeten memberikan materi tersebut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Pemindahan ini, katanya, membuat para pasien tak bisa berkonsultasi dengan dr. Piprim secara langsung lagi. Selain itu, dia menilai bahwa hal ini tidak sesuai dengan keinginan pemerintah untuk meningkatkan jumlah dokter subspesialis kardiologi anak.

Dalam unggahan terpisah, Rizky menyebutkan bahwa apabila ingin menguatkan dan mengembangkan layanan jantung anak, maka seharusnya dipindahkan ke daerah, bukan di Jakarta yang sudah banyak RS yang mampu melaksanakan layanan itu.

Namun demikian, kata Rizky, pemindahan tugas ini tidak akan mengubah sikap IDAI terkait kolegium.

Tidak lama setelah itu dikabarkan bahwa dr. Rizky Adriansyah diberhentikan dari posisinya di Rumah Sakit Adam Malik, Medan, Sumatera Utara.

Respons Kemenkes

Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memberikan penjelasan terkait mutasi dokter spesialis di RS vertikal milik pemerintah.

Melalui keterangan resmi yang diterima Tribunnews.com, Kemenkes menegaskan rotasi tersebut merupakan hal biasa dalam organisasi.

Selaim dr. Piprim, ada 12 dokter lainnya dari spesialis yang berbeda yang turut dirotasi untuk pengembangan RS Kemenkes.

Kemenkes menilai, perpindahan dr Piprim untuk memenuhi kebutuhan mendesak di Rumah Sakit Fatmawati (RSF).

Saat ini di RSF, hanya memiliki satu sub-spesialis kardiologi anak dan akan segera memasuki masa pensiun.

“Kehadiran dr.Piprim diperlukan untuk memperkuat dan mengembangkan layanan kardiologi anak di RSF,” tulis keterangan itu pada Selasa (29/4/2025).

Kemenkes menjelaskan,RSF juga merupakan rumah sakit pendidikan utama bagi Fakultas Kedokteran UIN serta menjadi bagian dari jejaring rumah sakit pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI).

Kemenkes juga membantah adanya informasi bahwa RSCM akan kekurangan pendidik dokter sub-spesialis jantung anak adalah tidak tepat.

Saat ini, RSCM memiliki 4 dokter sub-spesialis jantung anak aktif lainnya, sehingga pelayanan kepada peserta didik dan pasien tetap terjamin dan tidak terganggu.

Pasien yang sebelumnya mendapatkan layanan dari dr. Piprim di RSCM tetap dapat dilayani di RSF.

Jarak tempuh antara RSCM dan RSF tidaklah jauh sehingga pelayanan kesehatan pediatrik/anak masih bisa dilakukan.

“Adapun mutasi ini telah dilakukan sesuai dengan ketentuan dan regulasi yang berlaku. Mutasi juga berdasarkan pada kebutuhan institusi dan pengembangan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” tegas rilis tersebut.

Kemenkes menegaskan, rotasi ini bukan penghambatan karir dr. Piprim.

Namun, penugasan ini merupakan kepercayaan untuk memperluas peran beliau dalam membangun dan mengembangkan layanan jantung anak di RSF, sekaligus memperkuat layanan kesehatan anak tingkat nasional.