Pasar Mobil Listrik Turun, Harga Logam Baterai EV Jadi Anjlok

4 July 2023, 9:00

Merdeka.com – Harga logam termasuk nikel, sebagai bahan baku kendaraan listrik (EV) menurun seiring pelambatan terhadap permintaan EV di pasar China. Nilai lithium turun hampir 50 persen dari puncaknya pada musim gugur lalu.
Harga sumber daya tersebut, termasuk kobalt dan nikel, diperkirakan melemah untuk beberapa waktu ke depan. Sebab para produsen merencanakan perluasan output.

Beberapa ahli memprediksi, hal ini justru dapat menurunkan harga kendaraan listrik itu sendiri yang akan berdampak baik pada penyebarannya.
Lithium karbonat yang merupakan patokan harga litium dijual rata-rata 177.500 yuan, setara Rp 368,8 juta per ton, dari pertengahan hingga akhir April, berdasarkan data Argus Media.

Ini adalah harga terendah dalam sekitar 19 bulan dan turun 69% dari level tertinggi pada
November 2022.
Harga mulai naik lagi saat produsen memangkas produksi, lalu mendatar pada Juni. Pada Selasa (27/6), harga mencapai 310.000 yuan atau Rp 644,2 juta, turun 45 persen dibandingkan harga November 2022.
Di hari sama, harga spot kobalt Eropa yang menjadi patokan internasional berada kisaran US$ 15,25 atau Rp 229,7 ribu) per pon. Ini merupakan harga terendah sejak Agustus 2020, turun sebesar 62 persen dari harga puncak Mei 2022.
Sementara itu, harga Nikel ditutup di angka 20.305 USD (Rp 42,1 juta) per ton untuk
kontrak tiga bulan di London Metal Exchange pada Senin (26/6), anjlok 63 persen dari rekor
tertinggi pada Maret 2022.

Harga logam baterai mulai naik pada tahun 2021 dan mencapai rekor tertinggi pada
tahun berikutnya. Hal tersebut dipicu kenaikan permintaan EV di tengah pergeseran
global menuju pengurangan emisi karbon.
Permintaan akan EV mulai melambat seiring dengan berakhirnya subsidi EV di China
pada akhir tahun lalu. Penyebaran baterai lithium besi fosfat untuk kendaraan listrik, yang
tidak menggunakan kobalt atau nikel juga membantu menurunkan harga.
Sehubungan itu, banyak proyek yang sedang dilakukan untuk meningkatkan produksi logam baterai di Australia dan Chile.
Diketahui, Australia menghasilkan setengah dari lithium dunia, sedangkan Chile menyumbang 20- 30 persen.

Goldman Sachs mengharapkan harga lithium turun tajam dari level saat ini di pasar.
©2021 Merdeka.com
Di Indonesia sendiri, produsen bersiap menggenjot produksi nikel. Tak hanya itu, Kongo juga
berencana memperluas produksi kobalt dalam negeri.
“Kami tidak akan kekurangan kobalt untuk beberapa waktu,” kata Junichi Tomono
dari perusahaan perdagangan logam Jepang Hanwa, dilansir Nikkei Asia, baru-baru ini.
Harga logam baterai lebih rendah diekspektasi dapat membantu penyebaran EV
lebih luas lagi. Selain itu, dampak dari harga yang lebih rendah akan signifikan, mengingat
biaya produksi baterai yang menyumbang sepertiga dari biaya produksi EV.

Pada saat bersama, permintaan lithium diperkirakan melonjak dalam jangka
panjang. Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan permintaan akan melonjak
menjadi sekitar 13 kali lipat dari 2021 pada tahun 2050 jika target emisi gas rumah kaca
net-zero terwujud. Harga kobalt akan naik tiga kali lipat dan harga nikel dua kali lipat,
menurut agensi tersebut.
Reporter magang: Vallerie Dominic
[sya]

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Topik

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Statement

Fasum

Transportasi