Jakarta, CNBC Indonesia – Pemberontak Suriah mencetak kemenangan besar pada Kamis (5/12/2024) dengan merebut kota strategis Hama, melanjutkan kemajuan kilat mereka di wilayah utara Suriah dalam seminggu terakhir. Keberhasilan ini memberikan pukulan telak bagi Presiden Bashar al-Assad dan sekutunya, Rusia serta Iran, dalam konflik yang telah berlangsung selama 13 tahun.
Setelah bertahun-tahun menghadapi kebuntuan garis depan, pemberontak melancarkan serangan tercepat yang pernah terjadi sejak pemberontakan terhadap Assad berubah menjadi perang saudara. Dengan menguasai Hama, pemberontak kini mengendalikan kota sentral yang sebelumnya tidak pernah berhasil mereka rebut.
Tentara Suriah menyatakan bahwa mereka menarik pasukan dari Hama untuk “melindungi nyawa warga sipil dan mencegah pertempuran di dalam kota” setelah terjadi bentrokan sengit. Namun, pemberontak berhasil masuk ke kota dengan relatif cepat.
Pemandangan perayaan terjadi di Hama. Tayangan televisi menunjukkan pemberontak berparade di kota dengan tembakan perayaan, sementara rekaman lain memperlihatkan para tahanan yang dibebaskan dari penjara kota.
“Kami siap melanjutkan ke selatan menuju Homs,” ungkap pernyataan dari operasi pemberontak di media daring, yang juga menyerukan warga Homs untuk bangkit melawan Assad.
Al Jazeera menyiarkan gambar pemberontak di Hama, di mana beberapa terlihat menyapa warga sipil di sebuah bundaran, sementara yang lain melaju dengan kendaraan militer dan sepeda motor.
Strategi dan Reaksi Assad
Hama terletak lebih dari sepertiga perjalanan dari Aleppo menuju ibu kota Damaskus. Kehilangan kota ini akan menyulitkan Assad dan sekutunya untuk melancarkan serangan balik terhadap kemajuan pemberontak dalam beberapa hari terakhir.
Jika pemberontak berhasil merebut Homs, yang berjarak sekitar 40 km di selatan Hama, Damaskus berpotensi terputus dari wilayah pesisir, yang merupakan basis kekuatan sekte Alawit Assad serta lokasi pangkalan angkatan laut dan udara Rusia.
“Assad kini tidak mampu kehilangan wilayah lagi. Pertempuran besar berikutnya adalah di Homs. Jika Homs jatuh, kita berbicara tentang kemungkinan perubahan rezim,” kata Jihad Yazigi, editor Syria Report, sebagaimana dikutip Reuters.
Namun, Assad terus mengandalkan dukungan sekutu-sekutunya. Meski Rusia lebih fokus pada perang di Ukraina sejak 2022, dan Hizbullah – kekuatan utama dukungan Iran – mengalami kerugian besar akibat konflik dengan Israel, pasukan Iran lainnya seperti Hashd al-Shaabi dari Irak dikabarkan mulai dikerahkan ke Suriah pekan ini.
Abu Mohammed al-Golani, komandan utama pemberontak sekaligus pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), memperingatkan Irak agar tidak terlibat dalam konflik Suriah.
“Kami mendesak Perdana Menteri Irak untuk menjaga agar Irak tidak terjerumus dalam api perang baru yang terkait dengan apa yang terjadi di Suriah,” kata Golani dalam pernyataan videonya.
Kota Kunci dengan Sejarah Berdarah
Hama memiliki signifikansi strategis dan sejarah yang mendalam. Pada 1982, kota ini menjadi pusat pemberontakan Ikhwanul Muslimin terhadap rezim ayah Bashar al-Assad. Militer melancarkan serangan balasan selama tiga minggu yang menewaskan lebih dari 10.000 orang.
“Para revolusioner kini mulai memasuki kota Hama untuk menyembuhkan luka yang telah bertahan selama 40 tahun,” ujar Golani. Ia menegaskan bahwa pemberontak tidak akan membalas dendam atas peristiwa 1982.
Penguasaan Hama juga berdampak pada komunitas minoritas di sekitar kota, seperti Kristen di Muhrada yang masih bertahan dari pemberontak, serta Muslim Ismaili di Salamiya yang dilaporkan telah menerima kendali pemberontak, menurut Syrian Observatory for Human Rights.
(luc/luc)