Pakta Konsumen Nasional Minta Pemerintah Penuhi Hak Konsumen Tembakau

20 April 2024, 21:52

TEMPO.CO, Solo – Hasil survei konsumen yang dilakukan Pakta Konsumen Nasional atau Paknas mengungkapkan sampai saat ini konsumen tembakau masih hanya dipandang sebagai objek dalam formulasi dan implementasi kebijakan ekosistem pertembakauan.Hal itu mengemuka dalam acara Diskusi Publik bertajuk Reposisi Perlindungan dan Hak Partisipasi Kebijakan bagi Konsumen Tembakau yang digelar Paknas di Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu, 20 April 2024. Ketua Umum Paknas, Ary Fatanen mengatakan pihaknya memperjuangkan hak perlindungan dan partisipatif konsumen pertembakauan. “Aspirasi dan pemenuhan hak-hak konsumen masih belum menjadi perhatian dan pertimbangan, contohnya terkait pemenuhan hak konsumen tembakau atas tempat khusus merokok di tempat-tempat umum,” ujarnya. Ary memaparkan dalam momentum Hari Konsumen yang diperingati tanggal 20 April ini pihaknya mengingatkan kembali pemerintah dalam melaksanakan tugasnya mengembangkan upaya perlindungan konsumen di Indonesia. Dia menyatakan konsumen adalah subjek yang berperan aktif menggerakkan kegiatan ekonomi, terbukti bahwa konsumen ekosistem pertembakauan berkontribusi terhadap penerimaan negara berupa cukai rokok sebesar Rp 213 triliun atau porsinya 7,7 persen APBN. “Tapi dalam praktiknya, konsumen masih hanya dipandang diperlakukan sebagai objek,” ucap dia. Menurutnya, Paknas juga berupaya menempatkan kembali posisi konsumen sebagai agen perubahan yang kritis dan cerdas terutama terkait regulasi tingkat regional maupun pusat yang mengatur serta berdampak langsung pada elemen hilir ekosistem pertembakauan ini. Salah satunya terkait penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah terkait pelaksanaan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 (RPP Kesehatan).”Tersumbatnya saluran aspirasi konsumen tembakau mendorong Pakta Konsumen Nasional untuk menginisiasi Survei Konsumen yang ditujukan bagi masyarakat Yogyakarta-Solo sebagai representasi daerah yang denyut perekonomiannya disokong oleh industri hasil tembakau (IHT),” ungkap dia. Dari survei yang melibatkan responden usia 18-47 tahun, Ary memaparkan bahwa 94 persen responden tidak tahu dan tidak pernah mendengar RPP Kesehatan tersebut. Kemudian, sebanyak 70,9 persen responden menyatakan bahwa hak-hak mereka sebagai konsumen tembakau belum benar-benar terpenuhi dan dilindungi pemerintah.Begitu juga dengan 76,9 persen responden yang menjawab bahwa sebagai konsumen tembakau, suara mereka belum pernah diakomodir dalam peraturan yang berkaitan dengan kebijakan pertembakauan.”Dapat kita lihat bahwa nyata selama ini konsumen ataupun komunitas pertembakauan tidak pernah diinfokan ataupun dilibatkan dalam penyusunan peraturan, termasuk regulasi di daerah seperti Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dan, untuk diketahui, hingga saat ini, ada 300 regulasi pertembakauan, semuanya menunjukkan minimnya pembatasan akses konsumen atas hak partisipasi dalam pembuatan kebijakan,” katanya. Iklan

Pengamat Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Ayub Torry Satriyo Kusumo menyebutkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai dasar hukum perlindungan konsumen juga telah secara eksplisit menegaskan bahwa harus terwujud asas keadilan dan kepastian hukum dalam penerapannya.  “Artinya, partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen, termasuk konsumen pertembakauan, untuk berperan aktif dalam penyusunan kebijakan di Indonesia, memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Begitu pula dengan asas kepastian hukum yang bertujuan memberikan jaminan dan perlindungan konsumen agar memperoleh keadilan serta perlindungan dari negara,” katanya. Dia pun mengingatkan bahwa sesuai amanah UU Perlindungan Konsumen, pemerintah harus dapat mewujudkan kehadirannya secara nyata dengan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. “Ketika konsumen merasakan ada praktik diskriminasi dalam penyusunan ataupun implementasi regulasi pertembakauan, memang sudah seharusnya konsumen menuntut haknya untuk didengarkan pendapat maupun keluhannya hingga hak untuk berpartisipasi dapat terwujud,” katanya. Sekretaris KNPI Kota Solo Edo Johan Pratama mengapresiasi komitmen Paknas yang terus memperjuangkan hak perlindungan dan hak partisipatif dalam penyusunan peraturan. Di tingkat daerah, penyusunan regulasi, baik oleh legislatif maupun eksekutif, nyaris tidak pernah membuka ruang bagi komunitas konsumen tembakau. Stigma atau persepsi negatif seakan begitu melekat pada konsumen pertembakauan. Padahal, perkumpulan konsumen seperti KNPI siap untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan peraturan agar terwujud peraturan yang adil dan berimbang bagi konsumen rokok dan tembakau.Sejak sebelum peraturan itu lahir, dia menyebut konsumen pertembakauan sudah mendapatkan diskriminasi. Nah, maka wajar ketika regulasi itu diimplementasikan, yang muncul justru potensi-potensi pelanggaran konsumen. Dengan kata lain, peraturan tidak bisa diimplementasikan di lapangan dengan baik akibat kondisi, pemahaman yang minim dan fasilitas infrastruktur yang tidak memadai. “Kami sangat menyayangkan bahwa pemerintah baik level daerah maupun pusat belum hadir dan merangkul konsumen sebagai pihak yang berkontribusi nyata terhadap penerimaan negara. Konsumen siap untuk bergandengan tangan dengan pemerintah untuk menyusun berbagai peraturan di berbagai level demi terlindunginya hak-hak konsumen,” katanya. Pilihan Editor: Usai Jokowi dan Prabowo, Tony Blair Temui Airlangga Bahas Geopolitik hingga Transisi Energi

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Negara

Kasus

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi