Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pakar Usul Ambang Batas Maksimal Koalisi Usung Capres Usai MK Hapus PT 20%

Pakar Usul Ambang Batas Maksimal Koalisi Usung Capres Usai MK Hapus PT 20%

Jakarta

Mahkamah Konstitusi (MK) meminta ada aturan atau rekayasa sehingga calon presiden dan wakil presiden yang diajukan partai politik tidak terlalu banyak usai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20% dihapus. Lantas, aturan seperti apa yang paling memungkinkan?

Pakar Hukum Pemilu Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menilai MK menghapus presidential threshold (PT) agar tidak ada lagi aksi borong partai pada Pilpres. Dia menatakan DPR selaku pembentuk undang-undang dapat merumuskan aturan sejalan dengan putusan MK.

“MK sejatinya melalui pernyataan itu MK juga menghendaki agar tidak ada ‘aksi borong partai’ untuk kepentingan dominasi pencalonan pilpres sebab semangat putusan MK ini adalah keragaman pilihan bagi pemilih. Karena itu, pembentuk UU harus merumuskan formula agar keragaman pilihan itu bisa diwujudkan,” kata Titi kepada wartawan, Jumat (3/1/2025) malam.

Dia mengusulkan ada aturan ambang batas maksimal pembentukan koalisi pengusung capres-cawapres oleh gabungan partai politik peserta Pemilu. Dia menilai aturan yang dibuat tidak boleh membatasi hak partai dalam mengusung capres.

“Apakah misalnya dengan memberlakukan ambang batas maksimal pembentukan koalisi pencalonan oleh gabungan partai politik peserta pemilu atau formula lain yang lebih tepat tanpa membatasi hak politik partai,” ucapnya.

Dia mengatakan pembentuk UU dapat membuat aturan agar capres yang diusulkan dari partai politik tidak asal-asalan. Menurutnya, capres yang muncul tetap harus melewati serangkaian proses.

“Calon yang diusulkan bukan sebatas karena punya popularitas dan isi tas saja. Hal itu bisa dilakukan apakah dengan model primary election atau pemilu pendirian di masing-masing partai yang harus diikuti oleh kader partai untuk bisa dicalonkan partai di pilpres,” lanjutnya.

Dia juga berharap KPU bisa melakukan verifikasi partai politik peserta pemilu dengan benar. Dia berharap tak ada kongkalikong antara parpol dan KPU.

MK mengatakan perlu ada rekayasa konstitusional (constitutional engineering) oleh DPR dan pemerintah saat merevisi UU Nomor 7 tahun 2017. Hal itu, dilakukan untuk mencegah potensi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak usai dihapusnya ambang batas syarat pengusulan calon presiden.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan perkara 62/PUU-XXII/2024, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1). Dalam amar putusannya, MK mengabulkan seluruhnya gugatan perkara tersebut yang menghapus ambang batas pencapresan 20% kursi DPR.

Saldi mengatakan pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan hak konstitusional semua partai politik peserta pemilu. Namun, dalam revisi UU Pemilu nantinya, diharapkan dapat mengatur mekanisme pencegahan lonjakan jumlah pasangan calon berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif.

“Dalam revisi UU 7/2017, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat,” ujar Saldi.

(maa/haf)