Pakar: Mandatory BBM Campur Etanol 10% Perlu Regulasi yang Jelas

Pakar: Mandatory BBM Campur Etanol 10% Perlu Regulasi yang Jelas

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat energi Reforminer Institute Pri Agung menilai arah kebijakan pemerintah terkait mandatory campuran BBM dengan etanol 10% harus diiringi dengan payung hukum yang jelas dan tegas. 

Menurut dia, kebijakan tersebut juga masih memerlukan peta jalan pengembangan industri etanol yang tepat dan konkret. Pasalnya, kebutuhan volume bioetanol yang diperlukan dinilai tidak sedikit, sedangkan kemampuan produksi nasional masih terbatas. 

“Sebaiknya dikonkretkan dalam bentuk peraturan perundangan yang menetapkan target serta tahapan pencapaiannya,” kata Pri kepada Bisnis, Rabu (8/10/2025). 

Dalam hal ini, dia menyoroti pengaturan mengenai kebijakan harga jual yang perlu diperjelas dan perhitungan harga keekonomiannya yang juga perlu didukung dalam bentuk insentif ataupun kompensasi seperti biodiesel atau skema lainnya. 

Arah dan regulasi dari pemerintah menjadi penting sebagai pedoman bagi industri etanol dalam negeri. Jika acuannya jelas dan dijalankan konsisten, Pri menilai, industri etanol dalam negeri dengan sendirinya akan mengikuti. 

“Jika market-nya memang jelas dan bisa diandalkan, industri tentu akan berupaya memenuhinya,” tuturnya.

Apalagi, saat ini kapasitas produksi etanol nasional masih di bawah 500.000 kiloliter per tahun. Namun, dia optimistis angka tersebut bisa meningkat jika kebijakan dijalankan dengan konsisten.

“Ini sudah sejalan dengan ketahanan energi, transisi energi, mengurangi impor BBM, dan menggerakkan ekonomi nasional,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah menyiapkan kebijakan mandatori campuran etanol 10% dengan BBM jenis bensin atau E10. Kementerian ESDM mengklaim hal ini selaras dengan program mandatori biodiesel yang telah menerapkan campuran biodiesel  dengan kadar 40% ke solar atau B40.  

Sayangnya, ekosistem industri etanol nasional belum terbentuk, sehingga masih menggantungkan diri pada pasokan impor. Hal ini kontradiktif dengan semangat swasembada energi yang diusung Presiden Prabowo Subianto.  

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengamini mandatori E10 tidak akan diterapkan tahun depan. Dia menyebut, hal tersebut masih perlu dipersiapkan dari segi bahan baku dan pengolahannya.  

“Bapak Presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatory 10% etanol. Dengan demikian kita akan campur bensin kita dengan etanol tujuannya agar kita tidak impor banyak,” kata Bahlil di Jakarta, Selasa (7/10/2025).  

Adapun dalam mendorong kebijakan ini, Menteri Bahlil ingin meniru kesuksesan peta jalan campuran minyak nabati berbasis sawit dengan solar. Pemerintah telah memandatkan penggunaan B40 pada tahun ini.