Pakar Komunikasi Usul UU Pers Di Judicial Review di MK, Agar Podcast Punya Kekuatan Hukum

Pakar Komunikasi Usul UU Pers Di Judicial Review di MK, Agar Podcast Punya Kekuatan Hukum

Menurutnya, agar podcast bisa jadi setara jurnalisme pers, pengertian pers konvensional di UU Pers perlu di judisial review agar dimaknai lebih terbuka terhadap media baru ini, sehingga bisa dianggap sebagai pers oleh UU. Dalam hal ini tidak perlu revisi UU tapi cukup Judicial Review di MK.

Mantan Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI ini menyatakan,

adaptasi regulasi itu penting untuk mengikuti perkembangan teknologi dan konsekuensinya. Teknologi dan disrupsi tidak bisa dilawan secara frontal dengan dikotomi berdasar ukuran lama. Yang penting ada equality of playing fields pada pelaku jurnalistik.

“Podcast itu beda dengan media sosial secara umum. Di media sosial terlalu banyak pelaku anonim sehingga isinya jauh dari objektivitas. Sedang podcast itu terbuka. Narsumnya kredible, memiliki identitas jelas. Bahkan ada tuntutan harus punya reputasi personal pada pembawa podcast agar salurannya dipercaya dan diikuti. Makanya podcast termasuk bentuk baru jurnalisme yang mendalam dengan format fleksibel,” jelasnya.

Ke depan lanjut dia, harus ada standard jurnalistik dan tata nilai terkait yang mengatur podcast. Sebagaimana juga berlaku dalam talkshow media secara umum. Podcast hanya lebih fleksibel dan spesifik.

UU Pers kalau pengertiannya hanya melindungi kebebasan institusi perusahaan pers, tetapi tidak sesuai perkembangan baru, maka prinsip itu bisa melanggar azas equality before the law. 

Lebih jauh dia menyebut perusahaan pers sekarang makin terancam terdisrupsi menjadi content creator di hadapan platform global. Oleh karenanya lebih dilihat dari perspektif fungsinya. Yaitu menyampaikan fakta secara objektif. Podcast juga punya fungsi yang sama, dan dimungkinkan dalam menganalisis dan memberikan ulasan bisa mengikuti standar objektivitas yang berlaku sebagaimana standard jurnalistik dengan menjunjung tinggi factuality dan impartiality.