ERA.id – Center for Leadership and Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta melakukan sidang eksaminasi atas putusan praperadilan Tom Lembong, di Yogyakarta, Sabtu (14/12/2024). Penyidikan dan penahanan terhadap mantan menteri perdagangan itu dinilai tidak sah.
Tim Eksaminasi CLDS FH UII terdiri dari para ahli hukum pidana seperti Prof. Dr. Rusli Muhammad, SH., MH. Prof. Hanafi Amrani, SH., MH., LLM., PhD., Dr. Muhammad Arif Setiawan, SH., MH. dan Wahyu Priyanka Nata Permana, SH., MH.
Anggota tim eksaminasi CLDS FH UII, Muhammad Arif Setiawan, mengatakan sesuai dengan hasil eksaminasi tersebut di atas, seharusnya Hakim Praperadilan memutuskan
mengabulkan permohonan praperadilan Tom. Tim ini menyatakan secara hukum bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI adalah tidak sah dan melawan hukum.
“Penahanan yang dilakukan oleh termohon (Kejakgung) adalah tidak sah, karena tidak terpenuhinya alasan subyektif yang didasarkan pada pertimbangan obyektif yaitu adanya keharusan disertai dengan bukti dari adanya kekhawatiran penyidik,” ujarnya.
Tom telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula saat menjabat Menteri Perdagangan. Saat mengajukan gugatan praperadilan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolaknya praperadilan. Hakim menyatakan penyidikan yang dilakukan Kejagung sudah sesuai prosedur.
“Menurut eksaminator sangat tidak tepat pertimbangan hukum hakim Praperadilan yang menyatakan bahwa tidak diberikannya kesempatan menunjuk Penasihat Hukum pada saat Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa sebagai tersangka tidaklah merupakan alasan untuk menyatakan suatu penetapan Tersangka menjadi tidak sah,” papar Arif.
Menurut tim eksaminator pula, hakim praperadilan telah salah dalam membuat pertimbangan hukum bahwa “Penetapan pemohon sebagai tersangka tipikor dengan sangkaan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP oleh termohon adalah sah”.
Penetapan tersangka Tom tidak didasarkan pada bukti permulaan berupa kepastian hasil penghitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp 400 miliar yang didasarkan hasil audit dari lembaga audit yang berwenang. “Hakim praperadilan telah membuat pertimbangan hukum yang keliru,” kata Arif.
Hal itu merujuk pernyataan hakim bahwa dalam penghitungan kerugian negara tidak diharuskan adanya bentuk formal terlebih dahulu berupa penghitungan kerugian negara yang final/pasti oleh lembaga tertentu” juga “penentuan besarnya kerugian negara dapat juga diketahui diujung pemeriksaan”.
Para pakar hukum UII juga mempersoalkan penetapan tersangka berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Keputusan Menperindag Nomor 527/Mpp/kep/9/2004, UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan Peraturan Menperindag No.117 tahun 2015.
“Secara kasat mata, sangat jelas atau sangat terang benderang bahwa kedua undang-undang dan kedua peraturan Menteri yang menjadi rujukan ketika menentukan adanya perbuatan melawan hukum bukanlah perbuatan pidana korupsi, dan sejalan dengan asas legalitas maka tidak terbukti adanya perbuatan melawan hukum pidana,” paparnya.
Dari sejumlah pertimbangan tersebut, tim eksaminator UII menyatakan penyidikan dan penahanan terhadap Tom tidak sah. “Hakim praperadilan seharusnya juga mengabulkan permohonan praperadilan Tom Lembong,” pungkasnya.