Blog

  • 6
                    
                        Rapat Banjir Sumatera di DPR: Titiek Soeharto Geram, Raja Juli Janji Tertibkan Hutan
                        Nasional

    6 Rapat Banjir Sumatera di DPR: Titiek Soeharto Geram, Raja Juli Janji Tertibkan Hutan Nasional

    Rapat Banjir Sumatera di DPR: Titiek Soeharto Geram, Raja Juli Janji Tertibkan Hutan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto mengungkapkan kegeramannya dalam rapat kerja dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, terkait bencana banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, Kamis (4/12/2025).
    Titiek meminta
    Kementerian Kehutanan
    menghentikan seluruh praktik
    penebangan pohon
    , yang selama ini dinilai merugikan masyarakat dan memperparah dampak bencana.
    “Intinya, kami minta kepada Kementerian Kehutanan untuk menghentikan segala pemotongan pohon,
    illegal logging
    , baik legal maupun ilegal yang nyata-nyata merugikan masyarakat,” kata Titiek, di Gedung DPR RI, Kamis (4/12/2025).
    Dia menegaskan, pemerintah harus bersikap tegas terhadap semua bentuk penebangan yang menimbulkan kerusakan lingkungan.
    “Kita lihat sendiri pohon-pohon yang begitu besar, yang perlu puluhan tahun, ratusan tahun untuk sebesar itu, dipotong oleh orang-orang yang tidak punya perasaan gitu ya untuk motong itu,” ucap dia.
    “Dan yang untung pun ya mereka sendiri. Rakyat tidak mendapat keuntungan apa-apa dari pemotongan itu,” sambung dia.
    Dalam rapat, Titiek sempat meminta tim sekretariat komisi memutar video truk pengangkut kayu gelondongan yang melintas di jalan raya, hanya berselang dua hari setelah banjir bandang terjadi.
    Politikus Gerindra itu menegaskan bahwa pemandangan itu sangat membuat sakit hati warga.
    “Dan yang lebih, lebih menjengkelkan lagi, itu truk itu lewat di jalan raya dua hari setelah peristiwa banjir itu. Dan dengan kemajuan teknologi, truk itu lewat depan hidup kita. Sungguh menyakitkan banget itu,” kata Titiek.
    Dia menyebut, tindakan perusahaan sebagai bentuk mengejek rakyat yang sedang tertimpa musibah.
    “Perusahaan ini ngejek gitu loh. Baru di sana kena bencana, dia lewat bawa kayu. Eh, ini suatu apa ya, suatu kayak menyakitkan dan menghina rakyat Indonesia,” ungkapnya.
    Titiek juga mempertanyakan mengapa pohon yang memberi banyak manfaat harus dipotong secara serampangan.
    “Mencegah erosi, memberikan udara, menyaring udara yang segar buat manusia, kok dipotong begitu saja,” ujarnya dengan nada kesal.
    Dalam kesempatan itu, Titiek menekankan bahwa Komisi IV DPR RI meminta pemerintah tidak sembarangan menerbitkan izin pembukaan lahan, baik untuk perkebunan maupun pertambangan, yang berpotensi merusak lingkungan.
    “Dan terutama juga mengenai pembukaan lahan untuk baik itu perkebunan atau pertambangan, itu dikaji lagi AMDAL-nya. Jangan main kasih saja,” tegas dia.
    Titiek juga meminta Kemenhut untuk tidak takut menolak pemberian izin pembukaan lahan atau bahkan menindak pelanggaran yang jelas menimbulkan kerusakan.
    Dia menjamin bahwa Komisi IV DPR RI akan mendukung langkah hukum terhadap pihak yang berada di balik pelanggaran.
    “Enggak usah takut apakah itu di belakangnya ada (jenderal TNI maupun Polri) bintang-bintang, mau bintang dua, tiga, atau berapa, itu kami mendukung Kementerian supaya ditindak dan tidak terjadi lagi,” pungkas Titiek.
    Sementara itu, Menteri Kehutanan
    Raja Juli Antoni
    mengakui
    bencana di Sumatera
    menjadi pukulan sekaligus dorongan untuk memperbaiki tata kelola hutan.
    “Peristiwa ini juga melecut saya sebagai pimpinan dan jajaran pimpinan di Kementerian Kehutanan untuk berefleksi,” ujar dia, dalam rapat.
    Dia menegaskan pihaknya sudah mengevaluasi pengelolaan hutan secara menyeluruh agar kejadian serupa bisa dimitigasi di masa mendatang.
    “Mengevaluasi secara menyeluruh terhadap penatakelolaan hutan,
    forest governance
    , sehingga peristiwa serupa bisa dimitigasi dengan lebih baik di kemudian hari,” ucap dia.
    Raja Juli juga menyampaikan bahwa Kemenhut mengikuti instruksi Presiden Prabowo Subianto dalam menggalang bantuan bagi para korban.
    “Kami terus menggalang bantuan, terutama dari UPT di Sumatera untuk membantu, berbagi solidaritas dengan para korban terdampak,” kata dia.
    Dalam paparannya, Raja Juli mengungkapkan bahwa
    banjir bandang dan tanah longsor
    di tiga provinsi di Sumatera itu disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor, termasuk kerusakan lingkungan, khususnya di daerah tangkapan air.
    “Pertama, tadi sudah disampaikan oleh Ibu Ketua Komisi IV DPR RI adanya siklon tropis senyar dan curah hujan tinggi,” ujar Raja Juli, dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Kamis (4/12/2025).
    “Namun, juga ada karena bentuk geomorfologi DAS (Daerah Aliran Sungai). Serta yang ketiga tentu adalah kerusakan pada daerah tangkapan air atau DTA,” sambung dia.
    Meski begitu, Raja Juli berpegang bahwa
    deforestasi
    menurun secara nasional maupun di tiga provinsi terdampak bencana pada 2025.
    “Pada tahun 2025, deforestasi di Indonesia hingga bulan September menurun sebesar 49.700 hektar jika dibandingkan tahun 2024 atau menurun 23,01 persen,” ujar dia.
    Penurunan itu juga teridentifikasi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, masing-masing 10,04 persen, 13,98 persen, dan 14 persen.
    Namun, dia mengakui masih ada kerusakan pada daerah tangkapan air (DTA) yang berperan dalam memperparah bencana.
    Dalam kesempatan itu, Raja Juli juga memastikan bahwa dirinya tidak menerbitkan izin baru untuk pemanfaatan hutan alam selama satu tahun menjabat.
    “Saya setahun jadi menteri ini, saya tidak menerbitkan PBPH penebangan satu pun yang baru ya,” ujar dia.
    Dia bahkan mengungkap rencana mencabut izin 20 perusahaan pengelola hutan yang bekerja buruk.
    “Kami Kementerian Kehutanan akan kembali mencabut izin sekitar 20 PBPH yang bekerja buruk, lebih kurang seluas 750.000 hektar,” kata dia.
    Nama perusahaan belum dibuka dan akan diumumkan usai ada arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
    Raja Juli menambahkan bahwa dirinya tidak alergi terhadap kritik yang muncul pasca-bencana di Sumatera.
    “Saya dididik sebagai aktivis dan akademisi, saya tidak antikritik, tidak anti dievaluasi,” ujar dia.
    Dia mengaku bahwa kritik bahkan kemarahan publik akan menjadi energi perubahan agar menjadi lebih baik.
    “Bahkan, kemarahan itu pada ujungnya nanti akan menjadi partisipasi yang lebih produktif,” pungkas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wanita Lansia di Tambora Terjebak Bangunan Runtuh

    Wanita Lansia di Tambora Terjebak Bangunan Runtuh

    JAKARTA – Seorang wanita lanjut usia (lansia) sakit bernama Rodiah (68) terjebak reruntuhan bangunan di Jalan Kopi, RT 08 RW 03 Roa Malaka, Tambora, Jakarta Barat, pada Kamis, 4 Desember.

    Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Barat, Suheri menjelaskan, bangunan itu runtuh sekitar pukul 11.20 WIB.

    “Evakuasi orang sakit di samping bangunan runtuh,” kata Suheri, Kamis, 4 Desember.

    Suheri juga menjelaskan bahwa awalnya warga sekitar kejadian mendengar suara benturan begitu kencang.

    “Salah satu warga awalnya mendengar suara seperti mobil yang kecelakaan,” terang Suheri.

    Setelah diperiksa, ternyata ada salah satu bangunan di lokasi itu yang ambruk. Warga lantas langsung melapor ke pihak terkait.

    “Sda satu warga lansia di samping bangunan yang ambruk, Ibu Rodiah (68), dalam kondisi sakit tidak bisa berjalan dan minta di evakuasi. Kemudian Tim Rescue Tambora dan Tim Rescue Tamansari melaksanakan evakuasi,” katanya.

    Saat petugas tiba di lokasi, lansia tersebut tidak tertimpa reruntuhan sebab lokasi reruntuhan juga cukup jauh dari lokasi lansia itu berada.

    “Kendalanya, medan yang agak sulit di pinggir kali dan adanya puing bekas reruntuhan bangunan,” katanya.

    Kapolsek Tambora Kompol Kukuh Islami memastikan tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.

    “Terkait ini tidak ada korban jiwa. Warga yang di evakuasi, orang yang tinggal di bangunan liar pinggir sungai akan tetapi tempatnya agak berjauhan dari tempat reruntuhan,” katanya.

  • Harga Emas Pegadaian Hari Ini 5 Desember: UBS dan Galeri24 Betah Lesu

    Harga Emas Pegadaian Hari Ini 5 Desember: UBS dan Galeri24 Betah Lesu

    Harga Emas Pegadaian Hari Ini 5 Desember: UBS dan Galeri24 Betah Lesu

  • Wamen PKP imbau pelaku properti syariah berperan besar di 3 Juta Rumah

    Wamen PKP imbau pelaku properti syariah berperan besar di 3 Juta Rumah

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Wamen PKP) Fahri Hamzah mengimbau pelaku industri properti syariah untuk berperan besar dalam Program 3 Juta Rumah.

    Dia menyerukan kepada pelaku industri properti syariah agar tampil sebagai motor perubahan dalam Program 3 Juta Rumah yang tengah dijalankan pemerintah.

    “Konsep syariah adalah konsep besar dari Allah. Jangan merasa di pinggir. Industri ini harus berani tampil, menguasai panggung, dan membawa solusi yang dirindukan rakyat,” ujar Fahri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Dia memastikan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto berkomitmen untuk melindungi sistem perumahan yang lebih adil serta mengawal setiap koreksi kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat.

    “Di bawah kepemimpinan Bapak Presiden, segala sistem yang lebih adil akan dilindungi. Jika ada sistem yang tidak adil, wajib dikoreksi dengan segala cara,” ujarnya.

    Tantangan perumahan Indonesia masih sangat besar. Karena itu, sektor perumahan sosial harus terbebas dari praktik spekulatif dan dikembalikan pada tujuan utamanya, yaitu memenuhi kebutuhan dasar rakyat.

    Kolaborasi pemerintah bersama pelaku industri properti syariah diharapkan mampu mempercepat pemenuhan kebutuhan perumahan nasional dan menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi kerakyatan.

    Program pembangunan dan renovasi 3 juta rumah menjadi salah satu wujud nyata komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan kemerdekaan seluruh rakyat Indonesia dari ketimpangan sosial ekonomi.

    Tujuan mulia dari program pembangunan dan renovasi 3 juta rumah adalah memberikan akses hunian layak bagi masyarakat miskin ekstrem, miskin, dan kelas menengah bawah, serta mempersempit kesenjangan antara masyarakat kota, desa, dan pesisir.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rupiah berpotensi menguat seiring ekspektasi suku bunga Fed dipangkas

    Rupiah berpotensi menguat seiring ekspektasi suku bunga Fed dipangkas

    Jakarta (ANTARA) – Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Jumat di Jakarta bergerak stagnan nol poin atau 0 persen menjadi tetap Rp16.653 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.653 per dolar AS.

    Pengamat pasar uang yang juga Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra mengatakan kurs rupiah berpotensi menguat seiring kenaikan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.

    “Ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS yang mencapai 86 persen di Desember untuk sementara membantu mendorong penguatan rupiah belakangan ini,” ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Mengutip Anadolu, The Fed kemungkinan akan memangkas suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pekan depan, menyusul penutupan pemerintah (government shutdown) AS terlama dalam 43 hari, inflasi moderat, dan data ketenagakerjaan yang menurun.

    The Fed diprediksi memangkas suku bunga 25 basis points (bps) dengan ekspektasi 86 persen.

    Para pejabat The Fed terpecah antara dua jalur yang harus ditempuh bank. Beberapa pejabat mengatakan bank harus tetap berhati-hati agar tak mengganggu upaya melawan inflasi, sementara yang lain mengatakan kondisinya tepat untuk pemangkasan suku bunga.

    “Di sisi lain, bencana banjir bandang Sumatera sedikit banyak mendorong pemerintah dan BI (Bank Indonesia) untuk memberikan stimulus sehingga penguatan rupiah bisa tertahan. Rupiah juga masih tertekan dengan kebijakan pelonggaran atau stimulus beberapa waktu belakangan ini,” ungkap dia.

    Berdasarkan faktor-faktor tersebut, nilai tukar rupiah diprediksi berkisar Rp16.630-Rp16.680 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tolong! 1.807 Orang di Posko Meunasah Balek Aceh Belum Dapat Bantuan

    Tolong! 1.807 Orang di Posko Meunasah Balek Aceh Belum Dapat Bantuan

    Ribuan pengungsi di Posko Meunasah Balek, Pidie Jaya, Aceh belum ditangani pemerintah daerah maupun pusat. Kondisi miris itu diungkap oleh Founder Yayasan Maharani Peduli Indonesia, Maidah.

    Maidah mengatakan, yayasannya hadir untuk memberikan makanan untuk para pengungsi, tapi ternyata pengungsi itu sendiri tidak ada yang menangani. Ia mengaku sampai frustasi menangani 1.807 pengungsi di sana.

  • Banjir Aceh Lumpuhkan Komunikasi, Wamenkomdigi Nezar Patria Kirim Starlink

    Banjir Aceh Lumpuhkan Komunikasi, Wamenkomdigi Nezar Patria Kirim Starlink

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, meninjau langsung dampak katastrofe banjir di Kabupaten Pidie Jaya dan Bireuen, Aceh, sekaligus memimpin percepatan pemulihan infrastruktur telekomunikasi yang lumpuh di wilayah tersebut pada Kamis (4/12/2025). Kunjungan ini difokuskan pada pemulihan jaringan sinyal dan distribusi perangkat satelit Starlink untuk menembus isolasi komunikasi di daerah terdampak paling parah.

    Salah satu lokasi terparah yang dikunjungi adalah Meunasah Lhok di Kabupaten Pidie Jaya. Wilayah ini mengalami kerusakan signifikan akibat pendangkalan sungai ekstrem yang mengubah bentang alam setempat. Endapan lumpur menutup cekungan sungai hingga rata, memaksa air meluap drastis ke permukiman penduduk.

    “Menciptakan sungai-sungai baru, dan air membajiri jalan depan rumah warga,” kata Nezar saat melihat kondisi lapangan, Kamis 4 Desember 2025.

    Kerusakan infrastruktur di kawasan ini menuntut penanganan serius. Nezar menjelaskan bahwa untuk memulihkan fungsi sungai, diperlukan pengerukan endapan lumpur sepanjang kurang lebih satu kilometer. Normalisasi sungai ini menjadi syarat mutlak sebelum program rekonstruksi kawasan dapat dimulai.

    Dampak banjir juga terlihat jelas pada hunian warga yang tertimbun material vulkanik dan tanah. “Saya menyaksikan banyak warga, baik pria maupun perempuan, bekerja keras membersihkan rumahnya masing-masing pakai skop, menggali dan membersihkan lumpur pasir yang sudah mengeras, bahkan ada yang setinggi pintu,” ujar Nezar menggambarkan situasi di lapangan di mana lumpur mencapai ketinggian satu setengah meter.

    Usai meninjau Pidie Jaya, tim Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bergerak ke Kabupaten Bireuen. Fokus utama di wilayah ini adalah mengaktifkan kembali Base Transceiver Station (BTS) yang mati total akibat terputusnya pasokan listrik PLN. Koordinasi intensif dengan PLN dan Pertamina terus dilakukan untuk memastikan pasokan energi bagi infrastruktur vital tersebut.

    “BTS di seluruh Aceh umumnya terganggu fungsinya karena ketiadaan listrik. Sekarang sudah diatasi separuhnya bisa menyala. Kita sudah koordinasi dengan PLN dan Pertamina, semoga pekan ini 75-90 persen BTS dapat menyala kembali,” jelas Nezar.

    Sebagai solusi taktis darurat, Nezar menyerahkan bantuan perangkat Starlink dan genset kepada Bupati Pidie Jaya dan Bupati Bireuen. Perangkat ini krusial untuk mendukung koordinasi di pos-pos bantuan bencana yang sempat terputus komunikasinya.

    Distribusi bantuan teknologi ini juga menyasar aparat keamanan yang menjadi garda terdepan evakuasi. Di Bireuen, Nezar menyerahkan dua unit Starlink dan satu genset kepada Dandim Bireuen untuk diteruskan kepada Danrem Lilawangsa di Lhokseumawe, Aceh Utara.

    “Kita titipkan ke Danrem yang nantinya akan membantu komunikasi di daerah Lokop, Aceh Timur. Di sana ada lima desa hilang disapu banjir. Alat telekomunikasi sangat dibutuhkan,” tegas Nezar mengenai urgensi konektivitas di zona merah.

    Tantangan logistik terberat dihadapi tim saat mencapai Kecamatan Juli. Jembatan utama yang menghubungkan Bireuen dengan Kabupaten Bener Meriah putus total dihantam banjir, menyebabkan Bener Meriah terisolasi. Nezar menyaksikan langsung infrastruktur yang hancur tersebut.

    “Jembatan kokoh ini bahkan terputus separuh. Bener Meriah terisolir. Kita berikan satu unit Starlink kepada relawan TIK, yang akan digunakan untuk kebutuhan warga berkomunikasi,” ungkap Nezar.

    Di lokasi jembatan putus tersebut, warga setempat membangun jaringan kabel darurat untuk memobilisasi barang. Memanfaatkan kearifan lokal ini, Wamenkomdigi mengirimkan perangkat teknologi canggih tersebut ke seberang sungai menggunakan sistem katrol sederhana.

    “Kita seberangkan satu unit Starlink dan genset ke wilayah Bener Meriah melalui keranjang yang bergulir melalui kabel itu, semoga membantu memulihkan komunikasi di masa tanggap darurat,” tambah Nezar.

    Berdasarkan data terkini, dari total 3.443 BTS yang tersebar di Provinsi Aceh, baru 51 persen yang berhasil beroperasi kembali. Gangguan telekomunikasi ini diperparah oleh putusnya jaringan kabel Fiber Optik (FO) akibat runtuhnya sejumlah jembatan penghubung antar-kabupaten. Sebagian besar BTS yang mati disebabkan oleh ketiadaan daya listrik, sementara fisik menara BTS mayoritas masih berdiri tegak dan aman dari terjangan banjir. [beq]

  • Menkeu Purbaya Minta Ditemani Istri saat Kunjungan Kerja ke Bali

    Menkeu Purbaya Minta Ditemani Istri saat Kunjungan Kerja ke Bali

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Yudhi Sadewa melakukan kunjungan kerja ke Bali untuk meresmikan Rusun Pegawai Kementerian Keuangan di kawasan Renon kota Denpasar, Bali.

    Hal tersebut dibagikan melalui akun instagram @menkeuri, Jumat (5/12/2025). Dalam unggahannya terlihat Menkeu Purbaya ditemani oleh sang istri, Ida Yulidina.

    Dengan mengenakan baju batik dan jas abu, Menkeu Purbaya menggenggam erat tangan sang istri saat hendak memasuki pesawat. Ketika ditanya oleh staf pribadinya, Menkeu Purbaya mengaku perjalanannya kali ini untuk melakukan peresmian rusun.

    “Pak mau terbang ke mana? ada kegiatan di sana?,” ujar staf pribadi Purbaya.

    “Ke Bali, peresmian apartemen Kementerian Keuangan di Denpasar,” jawab Menkeu Purbaya.

    Naik Moge Patwal

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menjadi perhatian pegawai dan anggota pengamanan internal Kementerian Keuangan setelah ia terlihat iseng menjajal motor patroli pengawal (Patwal) Kepolisian yang setiap hari bertugas mengawal aktivitas kementeriannya. Aksi spontan tersebut terjadi di lingkungan perkantoran Kemenkeu.

    Dengan mengenakan kemeja bergaris lengan panjang, Menkeu Purbaya turun ke area parkir motor Patwal. Ia sempat berbincang dengan beberapa petugas sebelum akhirnya mengenakan helm untuk mencoba langsung motor besar (moge) yang biasa digunakan polisi pengawal. Purbaya kemudian membawa motor tersebut berkeliling di lingkungan kantor.

    “Pagi tadi saya iseng aja nyobain moge patwal kepolisian yang sehari-haru bertugas di Kemenkeu,” ujar Purbaya dikutip dari akun instagram @menkeuri, Rabu, 3 Desember 2025.

  • Perjuangan Siswa Muara Gembong ke Sekolah, Menembus Banjir dan Sungai
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Desember 2025

    Perjuangan Siswa Muara Gembong ke Sekolah, Menembus Banjir dan Sungai Megapolitan 5 Desember 2025

    Perjuangan Siswa Muara Gembong ke Sekolah, Menembus Banjir dan Sungai
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Setiap kali matahari terbit, siswa di Desa Pantai Bahagia, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sudah bersiap di dermaga depan rumahnya masing-masing untuk menanti jemputan perahu sekolah.
    Baik sekolah negeri maupun swasta memiliki perahu jemputan tersendiri untuk para siswa dan siswinya.
    Perahu menjadi andalan siswa di
    Muara Gembong
    untuk pergi ke sekolah demi mengejar cita-citanya sejak puluhan tahun lalu.
    Hal itu disebabkan karena
    Desa Pantai Bahagia
    diapit oleh laut dan aliran Sungai Citarum sehingga sering terendam banjir.
    Tak adanya tanggul membuat air laut di belakang rumah warga lebih sering meluap dan menggenangi pemukiman.
    Bahkan, Kampung Beting di Desa Pantai Bahagia dinyatakan sudah tenggelam sejak tahun 2008.
    Kondisi Sungai Citarum tanpa tanggul di depan rumah warga juga sering mengakibatkan banjir di wilayah ini.
    Namun, banjir dari sungai tidak terlalu sering seperti laut. Air Citarum akan meluap jika hujan lebat dan adanya air kiriman dari daerah lain.
    Sering terendamnya banjir membuat beberapa titik jalan di Muara Gembong terputus.
    “Sebab, ada beberapa daerah di Muara Gembong yang sudah tidak lagi memiliki jalur darat alias tertutup imbas sering terendam rob,” tutur salah satu guru di MTs Nurul Ihsan, Desa Pantai Bahagia, Dadang Irawan saat diwawancarai Kompas.com di lokasi, Selasa (2/11/2025).
    Selain terputus, jalan yang masih tersisa di lokasi tak layak untuk dilalui baik dengan sepeda motor maupun berjalan kaki.
    Sebab, jalan yang masih tersisa dipenuhi tanah merah, bebatuan tajam, berpasir, hingga berlumpur.
    Kondisi jalan semakin parah dan berbahaya dilalui ketika turun hujan di Desa Pantai Bahagia.
    Hal itu lah yang membuat siswa dan siswi di Desa Pantai Bahagia mengandalkan perahu untuk berangkat dan pulang sekolah.
    Perahu-
    perahu sekolah
    di Desa Pantai Bahagia akan melintas di sepanjang Sungai Citarum setiap harinya.
    Dadang bilang, sebelum mengandalkan perahu dari sekolah, siswa di Muara Gembong ada yang diantar menggunakan perahu pribadi oleh orangtuanya karena akses rumahnya benar-benar tak ada lagi jalur darat.
    Tapi, sebagian besar mereka yang rumahnya masih terdapat jalur darat maka terpaksa harus berjalan kaki sekitar empat kilometer (Km) dengan menyusuri jalan licin dan bebatuan.
    Para siswa rata-rata harus berjalan kaki sekitar 30 menit hingga 45 menit untuk pergi ke sekolah sebelum mengandalkan perahu.
    Hal itu lah yang membuat Dadang merasa iba dan sering menggunakan perahu pribadinya untuk mengantar pulang anak-anak sekolah agar tidak terlalu lelah.
    “Saya punya perahu sendiri jadi saya mengantarkan pas pulangnya saja, kalau pagi bisa jalan,” tutur Dadang.
    Namun, karena kapasitas mesin perahunya hanya sekitar 25 PK maka Dadang hanya bisa mengangkut sekitar 20 siswa dalam sekali perjalanan.
    Hal itu, ia lakukan rutin kurang lebih selama tiga tahun demi membantu anak-anak agar mau sekolah dan mengejar mimpinya.
    Dadang juga tak pernah memungut biaya ke siswa yang menebeng perahunya.
    Mulai dari BBM hingga perawatan perahu ia tanggung sendiri, meski gajinya sebagai seorang guru MTs tak seberapa.
    Namun, kondisi itu berubah sejak tahun 2018, ketika salah satu perusahaan logistik dan pelayaran yakni PT Samudera Indonesia Tbk datang ke MTs Nurul Ihsan untuk memberikan bantuan perahu sekolah untuk siswa dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
    Sejak itu, MTs Nurul Ihsan memiliki perahu jemputan sekolah pribadi untuk siswanya berjenis speed boat yang bernama Kapal Sinar Waisai.
    Kapal senilai Rp 1 Miliar itu bisa mengangkut penumpang anak-anak maksimal 40 orang, sedangkan dewasa hanya 30 orang.
    Tak hanya memberikan speed boat, segala perawatan dan gaji petugas kapal yang mengantar anak-anak pergi dan pulang sekolah juga terus ditanggung perusahaan swasta tersebut sampai saat ini.
    Setiap harinya, kapal ini akan menjemput dan mengantar pulang siswa dan siswi yang bersekolah di MTs Nurul Ihsan.
    Namun, karena siswa yang naik perahu mencapai 60 orang maka perjalanannya selalu dibagi menjadi dua setiap harinya.
    “Jadi, mereka mengangkut dua kali. Pertama mereka mengangkut paling ujung dulu di pinggir laut kawasan Muara Bendera diantarkan ke sekolah, nanti trip kedua mereka angkut dari wilayah pertengahan langsung ke sekolah,” jelas Dadang.
    Begitu pulang, Kapal Sinar Waisai akan melakukan dua kali perjalanan.
    Pertama, anak-anak yang akan diantar yang rumahnya berada di pertengahan dan hanya ditempuh dalam waktu 15 menit.
    Sedangkan perjalanan kedua, dilakukan untuk mengantar anak-anak yang rumahnya di ujung Sungai Citarum atau berbatasan dengan laut yang harus membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 40 menit dalam satu kali perjalanan.
    Anak-anak yang naik speed boat juga diwajibkan untuk menggunakan pelampung ketika pergi dan pulang sekolah demi menjaga keamanannya.
    Beruntungnya lagi, anak-anak MTs Nurul Ihsan tak perlu membayar biaya perahu yang mengantar mereka.
    “Ini semuanya gratis. Kita ada CSR dari Samudera yang memang mengalokasikan dana untuk sarana transportasi untuk mengangkut anak-anak yang dari Muara Bendera,” tutur Dadang.
    Kampung Beting yang disebut sebagai wilayah tenggelam di Desa Pantai Bahagia justru belum bisa terakses perahu jemputan sekolah.
    Sebab, lebar Sungai Citarum ketika masuk di desa ini mengecil hanya sekitar 15 meter sehingga perahu tradisional atau speed boat tak bisa masuk untuk menjemput siswa.
    “Mungkin kalau ke Beting itu sungainya luas bisa dijemput juga, cuma karena kecil jadi buat ke Beting itu enggak masuk kapalnya,” ucap Dadang.
    Alhasil, siswa dari Kampung Beting terpaksa harus berjalan kaki berkilo-kilo meter ketika hendak pergi dan pulang sekolah.
    “Sekitar 30 menit jalan kaki. Kalau banjir menerobos banjirnya. Kapal enggak bisa masuk karena kali sempit,” tutur salah satu siswi MTs Nurul Ihsan, Syifa (14).
    Syifa mengaku sedih dan lelah karena harus berjalan kaki setiap harinya ketika pergi dan pulang sekolah, sementara rekan-rekannya menggunakan perahu.
    Tak hanya Syifa, siswi lain Zaskia (15) juga harus berjalan kaki setiap harinya ke sekolah karena tinggal di Kampung Beting.
    Perjalanan ke sekolah akan semakin lama ditempuh ketika hujan tiba.
    Sebab, jalanan di Desa Pantai Bahagia rusak parah dan bebatuan tajam.
    “Kalau hujan, ada jalan kaki mah sekitar 40 menit,” tutur Zaskia.
    Oleh karena itu, ia berharap agar jalan di kampungnya bisa segera diperbaiki pemerintah supaya tak lagi rusak.
    “Pengin jalannya bisa dibagusin lagi biar sekolahnya enak enggak becek-becekan,” kata dia.
    Pengamat Pendidikan Ina Liem menilai pemerintah telah gagal menangani pendidikan di Muara Gembong.
    “Masalah di Muara Gembong bukan muncul tiba-tiba. Ini akumulasi kegagalan negara selama puluhan tahun,” tutur Ina.
    Kondisi pendidikan yang begitu memprihatinkan itu disebabkan karena kurangnya transparansi, audit keuangan daerah yang lemah, dan ego sektoral yang membuat kementerian dan dinas bekerja sendiri-sendiri.
    “Data sekolah ada di Kemendikdasmen, data penduduk dan siswa miskin di Dukcapil, infrastruktur di PUPR. Tanpa koordinasi, anak-anak tetap harus naik perahu kecil berbayar tanpa pelampung,” sambung Ina.
    Ironisnya, sekolah swasta di Desa Pantai Bahagia seperti MTs Nurul Ihsan lebih gesit mencari CSR dan mendapatkan perahu yang aman dan gratis untuk siswanya.
    Sedangkan sekolah negeri justru mengandalkan perahu tradisional yang justru berbayar sekitar Rp 5.000.
    “Ini menunjukkan kontras antara inisiatif swasta yang gesit dan pejabat daerah yang pasif, padahal mereka punya anggaran, kewenangan, dan kewajiban,” ujar Ina.
    Ina menyarankan pemerintah bisa mengintegrasikan data lintas sektor di Muara Gembong.
    “Solusinya bukan tambal sulam, tapi integrasi data lintas sektor (Kemendikdasmen–Dukcapil–PUPR), transparansi anggaran, dan audit daerah yang betul-betul dijalankan,” ujar Ina.
    Ia juga mengingatkan, CSR dari perusahaan bisa dimanfaatkan untuk membantu memajukan pendidikan di Muara Gembong.
    Tapi, peran CSR tidak boleh menggantikan fungsi negara dalam menyediakan layanan pendidikan yang layak untuk anak-anak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Negara dan Pemimpin: Menjaga Batas dalam Demokrasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Desember 2025

    Negara dan Pemimpin: Menjaga Batas dalam Demokrasi Nasional 5 Desember 2025

    Negara dan Pemimpin: Menjaga Batas dalam Demokrasi
    Sekertaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI)
    STEVEN
    Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam bukunya
    How Democracies Die
    (2018) menunjukkan bahwa demokrasi modern tidak runtuh secara dramatis melalui kudeta atau pembubaran paksa lembaga negara.
    Mereka mengingatkan bahwa demokrasi justru sering melemah dari dalam: secara perlahan, legal, dan nyaris tak disadari.
    Salah satunya, melalui
    pemimpin
    yang terpilih secara demokratis, tetapi kemudian mempersonalisasi
    kekuasaan
    .
    Levitsky dan Ziblatt mengingatkan bahwa tanda-tandanya sering sangat halus: ketika kritik dianggap ancaman terhadap kemajuan negara, ketika hukum dibelokkan demi mendukung kepentingan kekuasaaan.
    Bentuk lainnya, ketika program negara dipresentasikan sebagai komitmen pribadi penguasa. Ketika yang terakhir terjadi, batas antara pemimpin dan negara menjadi kabur.
    Dalam literatur klasik, gejala ini dirangkum dalam ungkapan Louis XIV, “L’État, c’est moi”, “Negara adalah saya.”
    Tentu Indonesia tidak sedang menuju monarki absolut. Namun, personalisasi kekuasaan dalam diri pemimpin relevan sebagai pengingat agar demokrasi Indonesia tidak mengalami kemunduran dan menjadi hancur.
    Beberapa sinyal awal personalisasi kekuasaan tampak dalam bahasa yang dipakai Presiden Prabowo Subianto.
    Beberapa kali, Prabowo menampilkan diri sebagai sosok dengan misi sejarah dan tanggung jawab yang sudah “ditakdirkan” untuk bangsa Indonesia.
    Narasi bahwa 08 adalah julukannya selagi masih berdinas di Tentara, menjadi presiden ke 8 RI, memimpin HUT RI di dekade ke 8 menguatkan “takdirnya” sebagai pemimpin bangsa.
    Narasi semacam ini sah-sah saja dan bukan persoalan pada dirinya. Namun, dalam teori politik ia dapat menjadi fondasi munculnya
    fusion of leader and state
    .
    Secara subtil, legitimasi negara melekat pada pribadi pemimpin. Pada titik ini, bisa terjadi personalisasi kekuasaan presiden.
    Padahal, Negara demokrasi seharusnya dibangun oleh
    rule of law
    dan institusi bukan berpusat kepada persona pemimpinnya.
    Dalam konteks inilah pernyataan Presiden Prabowo bahwa dirinya “bertanggung jawab atas utang proyek Whoosh” perlu dibaca secara cermat.
    Walau dapat dimaknai sebagai tanggung jawab pemimpin, secara institusional utang negara adalah keputusan sistem anggaran. Ketika bahasa negara diucapkan dalam bentuk komitmen personal, batas antara pemimpin dan negara mulai berubah.
    Fenomena personalisasi juga tampak dalam penggunaan bahasa yang bersifat populis dan hitam putih.
    Dalam beberapa kesempatan, retorika yang digunakan memberi kesan pembelahan hitam-putih antara mereka yang dianggap ‘setia’ dan ‘tidak setia’.
    Misalnya, saat Pidato di hari kelahiran Pancasila, Presiden Prabowo berkata: “Mereka-mereka yang tidak setia kepada negara akan kita singkirkan dengan tidak ragu-ragu, tanpa memandang bulu tanpa melihat keluarga siapa, partai mana, suku mana, yang tidak setia kepada negara,”(
    Kompas
    , 2 Juni 2025).
    Personalisasi semakin terlihat dalam program-program ekonomi yang dalam persepsi publik dilekatkan pada figur presiden.
    Salah satunya adalah makan bergizi gratis (MBG), inisiatif penguatan ekonomi rakyat yang secara formal berada dalam domain kementerian dan lembaga teknis.
    Namun, karena presiden tampil langsung sebagai juru penjelas visi program tersebut, masyarakat kemudian melihatnya sebagai “program presiden”.
    Dalam kacamata teori personalisasi kekuasaan, simbol dan visi kebijakan negara yang dilekatkan pada figur pemimpin mempercepat pengaburan batas antara institusi dan persona.
    Fenomena lain terlihat pada penempatan sejumlah anggota tim sukses dan kampanye dalam jabatan negara.
    Kompensasi politik memang lazim dalam demokrasi. Namun, ketika jabatan strategis diberikan terutama berdasarkan kedekatan personal, tata kelola negara menjadi kumpulan jejaring loyalis, bukan profesionalisme kelembagaan.
    Literatur neo-patrimonialism melihat pola semacam ini sebagai tanda awal bahwa pejabat negara berfungsi lebih sebagai perpanjangan kehendak pemimpin dibanding sebagai bagian dari institusi yang otonom.
    Risiko terbesar personalisasi kekuasaan terletak pada cara negara merespons kritik. Dalam demokrasi, kritik dipahami sebagai bagian dari perbaikan.
    Namun, dalam sistem yang mempersonalisasi pemimpin, kritik terhadap kebijakan sering diperlakukan sebagai serangan terhadap negara.
    Ini pola klasik yang diteropong dalam politik sebagai kemunduran demokrasi. Ketika pemimpin dan negara dianggap identik, perbedaan pendapat dan kontrol dalam demokrasi ditafsirkan penguasa sebagai ancaman dan musuh bangsa.
    Kita mulai melihat pola ini dalam ruang publik: kritik dibalas dengan tudingan “anti-negara”, “antek asing”, “tidak sesuai dengan UUD 1945”, atau “musuh negara”.
    Padahal, demokrasi memberi ruang pada kritik sebab kekuasaan yang tanpa kritik akan menghancurkan bangsa dan menyengsarakan rakyat.
    Agar demokrasi tetap terpelihara dan tidak mengalami kemunduran, kita perlu menghindari personalisasi dan pemusatan kuasa pada presiden. Caranya, dengan melihat negara sebagai entitas yang lebih besar dari pemimpin.
    Presiden memang pemimpin negara. Namun, program strategis negara tidak boleh dilekatkan pada figur presiden.
    Dalam demokrasi, kebijakan publik lahir dari kerja kolektif lembaga negara. Ketika program dibingkai sebagai “program presiden”, kita sedang mengaburkan fakta bahwa pemimpin secara kolektif dan berdasarkan aturan adalah penyelenggara negara, bukan pemilik negara.
    Menjaga batas ini berarti memastikan keberhasilan dan kegagalan negara tetap menjadi keberhasilan dan kegagalan institusi demokrasi, bukan pribadi.
    Selain itu, negara perlu dikelola oleh pribadi-pribadi yang punya kapasitas, rekam jejak, integritas, bukan kedekatan dan loyalitas personal.
    Negara membutuhkan birokrasi yang kuat, bukan kumpulan loyalis yang cenderung bekerja berdasarkan subyektifitas dan kedekatan.
    Dari sisi pemimpin, sulit baginya bersikap tegas dan disiplin jika orang dekatnya tidak punya kapasitas dan integritas dalam membangun negara. Rakyat dan pemerintah mestinya belajar dari masa lalu tentang bagaimana KKN merusak negara.
    Terakhir, bangsa ini perlu menghidupi budaya demokrasi yang menjamin terjadinya kontrol terhadap kekuasaan.
    Kritik terhadap kebijakan harus dipahami sebagai kontribusi, bukan ancaman, apalagi dilihat sebagai musuh negara.
    Kritik konstruktif sejatinya bentuk paling jujur dari kesetiaan rakyat kepada republik. Loyalitas bukan berarti membenarkan semua keputusan pemimpin, tetapi menjaga agar kekuasaan berjalan sesuai dengan mandat konstitusi.
    Pemimpin selalu berganti, tetapi visi bangsa sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 harus menjadi kompas berbangsa.
    Demokrasi yang dewasa adalah demokrasi yang tahu kapan mengagumi pemimpin dan kapan harus mengingatkan bahwa negara bukanlah dirinya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.