Blog

  • DPR pastikan RUU Perampasan Aset dibahas secara terbuka

    DPR pastikan RUU Perampasan Aset dibahas secara terbuka

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset akan dibahas secara terbuka dan transparan dengan mengedepankan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

    Menurut Bob Hasan di Jakarta, Kamis, partisipasi bermakna harus menjadi penekanan agar publik tidak hanya mengetahui judul undang-undang, tetapi juga memahami substansi yang terkandung di dalamnya.

    Dia pun menargetkan RUU Perampasan Aset bisa rampung pada tahun 2025 ini.

    “Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup. Semua harus bisa diakses publik,” katanya.

    Dia pun menekankan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset tidak bisa dilepaskan dari reformasi hukum pidana yang tengah berjalan.

    RUU ini, kata dia, akan disusun secara paralel dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang saat ini tengah difinalisasi.

    Menurut dia, hal tersebut penting mengingat perampasan aset erat kaitannya dengan mekanisme hukum acara pidana.

    “Harus jelas, apakah perampasan aset termasuk pidana asal, pidana tambahan, pidana pokok, atau bahkan masuk ranah perdata,” katanya.

    Bob Hasan mengingatkan bahwa KUHP baru akan resmi berlaku mulai 1 Januari 2026. Dengan demikian, penyusunan RKUHAP dan RUU Perampasan Aset harus seirama agar tercipta sinkronisasi yang kuat dalam sistem hukum nasional.

    “Jangan sampai salah arah. KUHP berlaku 2026 maka acara dan instrumen hukum lain, termasuk perampasan aset, harus punya fondasi yang kokoh,” katanya.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Viral Kecelakaan Maut Honda Jazz Ngebut Berujung Nabrak Bokong Truk

    Viral Kecelakaan Maut Honda Jazz Ngebut Berujung Nabrak Bokong Truk

    Jakarta

    Viral di media sosial video yang menampilkan kecelakaan maut Honda Jazz vs truk boks. Mobil Honda Jazz berwarna putih itu menabrak bagian belakang truk.

    Dikutip dari keterangan video yang beredar di media sosial, peristiwa kecelakaan itu terjadi di Tol Cipularang Km 111 arah Jakarta. Kecelakaan tersebut terjadi pada 8 September 2025. Disebutkan, mobil Honda Jazz tancap gas setelah menyalip truk di dalam video. Tak lama berselang, mobil itu sudah dalam kondisi menabrak bagian belakang truk boks.

    Posisinya sudah berada di bahu jalan. Tampak Honda Jazz berwarna putih itu ringsek bagian depan hingga tengahnya. Dilaporkan, dua orang meninggal dunia akibat kecelakaan maut ini.

    Dikutip detikJabar, insiden itu terjadi pada Senin (8/9/2025) sekitar pukul 10.15 WIB. Kecelakaan tersebut melibatkan dua kendaraan, yakni minibus jenis Honda Jazz nomor polisi F 1264 GZ dengan kendaraan jenis truk boks nomor polisi W 8292 UQ.

    “Betul kejadiannya hari Senin di ruas Tol Cipularang KM 111+200, Kampung Cikuda, RT 02/04, Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat,” kata Kanit Penegakan Hukum (Gakkum) Sat Lantas Polres Cimahi, Ipda Yusup Gustiana.

    Yusup mengatakan kecelakaan itu berawal saat mobil Honda Jazz yang dikemudikan Anisa Nadya Sukma (25) melaju dari arah Bandung menuju Jakarta. Sementara di arah yang sama, melaju truk boks yang dikemudikan Basuki.

    “Kendaraan ini melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Sementara truk melaju di jalur pelan,” kata Yusup.

    Tiba-tiba minibus berwarna putih itu menabrak bagian belakang truk yang ada di jalur pelan. Akibat kejadian itu, 2 dari 3 penumpang Honda Jazz tersebut meninggal dunia.

    “Korban meninggal yakni ANS dan S (27). Sementara 1 korban lainnya B (28) selamat dan masih menjalani perawatan di rumah sakit,” kata Yusup.

    Praktisi keselamatan berkendara praktisi keselamatan berkendara yang juga Director Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) SonySusmana menduga Honda Jazz itu melaju dengan kecepatan tinggi. Padahal, ngebut di jalan raya dengan lalu lintas dinamis itu tidak sepenuhnya aman.

    “Pengemudi yang ngebut terutama di jalan tol itu skala emosionalnya naik dan celakanya (tingkat) rasionalnya turun,” kata Sony kepada detikOto, Kamis (11/9/2025).

    Lanjut Sony menjelaskan, saat mindset pengemudi hanya gaspol, yang terjadi adalah mobil melaju kencang. Pada tahap ini visibilitas pengemudi menyempit.

    “Kombinasi dari ngebut tersebut adalah berzigzag mencari celah/ruang blindspot besar dan ditambah dengan sedikit memanfaatkan rem. Ini bahaya! Jika ada hambatan maka dia tidak mampu mengambil keputusan yang benar,” ujar Sony.

    (rgr/dry)

  • Empat Nelayan Pasuruan Ditangkap Gunakan Alat Tangkap Terlarang

    Empat Nelayan Pasuruan Ditangkap Gunakan Alat Tangkap Terlarang

    Pasuruan (beritajatim.com) – Empat nelayan asal Kota Pasuruan harus berurusan dengan hukum setelah diamankan Satpolairud Polda Jawa Timur. Mereka kedapatan menggunakan alat tangkap terlarang saat melaut dalam periode Januari hingga Juli 2025.

    Kasus ini menambah panjang daftar pelanggaran serupa di wilayah Pasuruan. Pada tahun 2024, tercatat ada sepuluh nelayan yang juga ditangkap karena menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai aturan.

    Kepala Dinas Perikanan Kota Pasuruan, Mualif Arief, menyayangkan masih adanya praktik ilegal tersebut. Ia menegaskan aturan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan sudah sering disosialisasikan kepada para nelayan.

    “Sejak awal kami sudah tekankan bahwa alat tangkap terlarang dilarang keras digunakan. Tapi masih ada saja yang nekat, sehingga harus berhadapan dengan aparat,” ungkap Mualif, Kamis (11/9/2025).

    Menurutnya, faktor utama nelayan melanggar aturan adalah demi mengejar hasil tangkapan lebih banyak. Padahal, penggunaan alat tangkap terlarang berpotensi merusak ekosistem laut dalam jangka panjang.

    “Alat tangkap itu tidak hanya mengambil ikan besar, tapi juga ikan kecil dan biota laut lain ikut rusak. Laut ini bukan hanya milik kita, tapi juga untuk anak cucu kita nanti,” tambahnya.

    Selain penggunaan alat ilegal, sebagian nelayan juga nekat melaut di wilayah terlarang. Padahal, aturan zonasi laut telah diatur secara jelas, namun tetap ada yang mencoba menerobos.

    Pihak Dinas Perikanan mengaku terus melakukan pembinaan agar nelayan lebih taat aturan. Sosialisasi terkait alat tangkap ramah lingkungan dan aturan zonasi laut rutin digelar setiap tahun.

    “Memang sulit, tapi kami tidak menyerah untuk terus mengingatkan. Setiap kasus penangkapan, kami juga selalu diminta menjadi saksi ahli,” kata Mualif.

    Ia berharap, dengan adanya pembinaan sekaligus penegakan hukum, jumlah pelanggaran bisa semakin ditekan. “Harapannya nelayan bisa melaut dengan tenang, taat hukum, dan tetap menjaga kelestarian laut,” pungkasnya. [ada/beq]

  • Hadapi 1,5 Miliar Serangan DDoS per Detik, Perusahaan Keamanan Siber Menjerit

    Hadapi 1,5 Miliar Serangan DDoS per Detik, Perusahaan Keamanan Siber Menjerit

    Bisnis.com, JAKARTA— Penyedia keamanan internet di Eropa yang melayani mitigasi Distributed Denial of Service (DDoS) menjadi sasaran serangan siber DDoS besar-besaran yang mencapai 1,5 miliar paket per detik. 

    Melansir laman Bleeping Computer, pada Kamis (11/9/2024) serangan ini berasal dari ribuan perangkat pintar (IoT) dan router MikroTik yang sudah terinfeksi. 

    Serangan tersebut berhasil ditangani oleh FastNetMon, sebuah perusahaan perusahaan yang menawarkan perlindungan terhadap gangguan layanan.

    Menurut FastNetMon, lalu lintas jahat tersebut berupa banjir data (UDP flood) yang diluncurkan dari lebih dari 11.000 jaringan berbeda di seluruh dunia. 

    Target serangan adalah penyedia layanan DDoS scrubbing, yaitu layanan yang berfungsi menyaring lalu lintas internet agar serangan tidak melumpuhkan sistem. Serangan berhasil dihentikan secara cepat dengan memasang aturan keamanan khusus (access control lists) pada jaringan.

    Peristiwa ini terjadi hanya beberapa hari setelah Cloudflare, perusahaan infrastruktur internet besar, juga mengumumkan mereka berhasil menahan serangan DDoS terbesar yang pernah ada, yaitu 11,5 terabit per detik dan 5,1 miliar paket per detik.

    Baik pada kasus FastNetMon maupun Cloudflare, tujuan para penyerang adalah membanjiri target dengan data hingga sistem tidak sanggup memprosesnya dan akhirnya mati.

    Pendiri FastNetMon, Pavel Odintsov, mengatakan serangan semacam ini makin berbahaya karena memanfaatkan perangkat sehari-hari yang terhubung internet, seperti router dan perangkat pintar. 

    Dia menilai perlu ada langkah pencegahan dari penyedia layanan internet (ISP) agar perangkat yang terinfeksi tidak bisa digunakan sebagai senjata serangan siber.

    “Yang membuat kasus ini luar biasa adalah banyaknya sumber terdistribusi dan penyalahgunaan perangkat jaringan sehari-hari. Tanpa penyaringan proaktif di tingkat ISP, perangkat keras konsumen yang disusupi dapat dijadikan senjata dalam skala besar,” kata Odintsov.

  • Kisah Dokter Bedah Lakukan Operasi Usus Buntu ke Dirinya Sendiri

    Kisah Dokter Bedah Lakukan Operasi Usus Buntu ke Dirinya Sendiri

    Jakarta

    Kondisi darurat memaksa ahli bedah Rusia Leonid Rogozov untuk melakukan operasi usus buntu pada dirinya sendiri. Hal ini terjadi pasca dirinya mengalami sakit parah dalam perjalanan ke Antartika.

    Sebagai satu-satunya dokter di tim perjalanan tersebut, ia tidak bisa meminta bantuan orang lain.

    Leonid Rogozov yang kala itu masih berusia 27 tahun mulai merasa lelah, lemah, dan mual, hingga nyeri hebat muncul di sisi kanan perutnya.

    “Sebagai seorang ahli bedah, ia tidak kesulitan mengetahui keluhan tersebut mengarah ke radang usus buntu akut,” cerita putranya, Vladislav, menceritakan momen-momen tegang, dikutip dari BBC.

    “Itu adalah kondisi yang telah ia lakukan berkali-kali.”

    Rogozov adalah bagian dari ekspedisi Antartika Soviet keenam, sebuah tim yang terdiri dari 12 orang telah dikirim untuk membangun pangkalan baru di Oasis Schirmacher.

    Stasiun Novolazarevskaya beroperasi pada pertengahan Februari 1961, dan setelah misi mereka selesai, kelompok itu bersiap untuk menghadapi bulan-bulan musim dingin yang keras.

    Namun, pada akhir April, nyawa Rogozov terancam dan ia tidak memiliki harapan bantuan dari luar. Perjalanan dari Rusia ke Antartika telah memakan waktu 36 hari melalui laut, dan kapal baru akan kembali setahun kemudian. Penerbangan mustahil dilakukan karena adanya badai salju.

    “Ia dihadapkan pada situasi hidup dan mati yang sangat sulit,” kata Vladislav.

    “Pilihannya hanya dua, ia terus menunggu bantuan yang tidak kunjung datang tau mencoba mengoperasi dirinya sendiri.”

    Itu bukan pilihan yang mudah. Rogozov tahu usus buntunya bisa pecah dan jika itu terjadi, hampir pasti nyawanya tidak selamat. Berulang kali Rogozov berpikir, tetapi gejalanya semakin memburuk.

    “Ia harus membuka perutnya sendiri untuk mengeluarkan ususnya,” kata Vladislav.

    “Ia tidak tahu apakah itu mungkin dilakukan manusia.”

    Selain itu, saat itu adalah Perang Dingin, dengan Timur dan Barat bersaing dalam perlombaan nuklir, antariksa, dan kutub, yang bebannya berada di pundak kedua negara dan individu.

    Dengan segala pertimbangan, Rogozov melakukan auto-apendektomi daripada mati tanpa melakukan apa pun.

    “Saya tidak tidur sama sekali tadi malam. Rasanya sakit sekali! Badai salju menerjang jiwa saya, meratap seperti 100 serigala,” tulis Rogozov, dalam buku hariannya.

    “Masih belum ada gejala yang jelas bahwa perforasi akan segera terjadi, tetapi firasat buruk yang mencekam menyelimuti saya. Inilah saatnya. Saya harus memikirkan satu-satunya jalan keluar yang mungkin, mengoperasi diri saya sendiri, meski tampaknya hampir mustahil, tetapi saya tidak bisa menyerah begitu saja.”

    Detik-detik Operasi

    Rogozov menyusun rencana terperinci tentang bagaimana operasi akan berlangsung dan menugaskan peran serta tugas spesifik kepada rekan-rekannya.

    Ia menunjuk dua asisten utama untuk menyerahkan instrumen, mengatur posisi lampu, dan memegang cermin, ia berencana menggunakan pantulan cermin untuk melihat apa yang sedang dilakukannya. Direktur stasiun juga ada di ruangan itu, untuk berjaga-jaga jika salah satu asisten lainnya pingsan.

    “Dia sangat sistematis, bahkan menginstruksikan mereka apa yang harus dilakukan jika ia kehilangan kesadaran,” kata Vladislav.

    Anestesi umum tidak mungkin dilakukan. Ia dapat memberikan anestesi lokal pada dinding perutnya, tetapi setelah ia mengiris usus buntu, pengangkatan usus buntu harus dilakukan tanpa penghilang rasa sakit lebih lanjut, agar kepalanya tetap jernih.

    “Kasihan asisten-asistenku! Di menit-menit terakhir, saya melihat ke arah mereka. Mereka berdiri di sana dengan pakaian operasi putih mereka, bahkan lebih putih dari putihnya,” tulis Rogozov kemudian.

    “Saya juga takut. Tapi ketika saya mengambil jarum suntik berisi novocaine dan menyuntikkan sendiri suntikan pertama, entah bagaimana saya langsung masuk ke mode operasi, dan sejak saat itu saya tidak merasakan apa-apa lagi.”

    Rogozov berniat menggunakan cermin untuk membantunya mengoperasi, tetapi ia merasa pandangan terbalik cermin itu terlalu mengganggu sehingga ia akhirnya bekerja dengan sentuhan, tanpa sarung tangan.

    Sempat Perdarahan Hebat

    Saat mencapai bagian terakhir dan tersulit dari operasi, ia hampir pingsan. Ia mulai takut akan gagal di rintangan terakhir.

    “Pendarahannya cukup deras, tapi saya melakukannya dengan perlahan. Setelah membuka peritoneum, saya melukai usus buntu dan harus menjahitnya,” tulis Rogozov.

    “Saya semakin lemah, kepala saya mulai berputar. Setiap empat hingga lima menit saya beristirahat selama 20-25 detik.

    “Akhirnya, ini dia, usus buntu terkutuk itu! Dengan ngeri saya melihat noda gelap di dasarnya. Itu berarti tinggal sehari lagi dan usus buntu itu akan pecah. Jantung saya berdebar kencang dan terasa melambat, tangan saya terasa seperti karet. Yah, pikirku, semuanya akan berakhir buruk, dan yang tersisa hanyalah pengangkatan usus buntu.”

    Tapi dia tidak gagal. Setelah hampir dua jam, dia menyelesaikan operasinya, hingga jahitan terakhir.

    Lalu, sebelum beristirahat, dia memberi tahu asistennya cara mencuci instrumen bedah, dengan tenang dan rapi, Rogozov meminum beberapa antibiotik dan obat tidur.

    Itu adalah pencapaian yang luar biasa.

    “Yang terpenting, dia merasa lega karena memiliki kesempatan lain untuk hidup,” kata Vladislav.

    Rogozov kembali ke tugas normalnya hanya dua minggu kemudian pasca operasi tersebut.

    Halaman 2 dari 3

    (naf/kna)

  • Top 3 Tekno: Uji Kamera Huawei Pura 80 Pro hingga iPhone 17 vs iPhone Air – Page 3

    Top 3 Tekno: Uji Kamera Huawei Pura 80 Pro hingga iPhone 17 vs iPhone Air – Page 3

    Bersamaan dengan peluncuran iPhone 17 series dan iPhone Air, Apple memperkenalkan jajaran smartwatch terbaru: Apple Watch Series 11, Ultra 3, dan SE 3.

    Ketiga model Apple Watch ini membawa beberapa peningkatan signifikan, termasuk layar, fitur kesehatan, hingga performa.

    Untuk lebih jelasnya, berikut perbandingan spesifikasi dari Apple Watch Series 11, Apple Watch Ultra 3, dan Apple Watch SE 3.

    Desain dan Material

    Dari segi desain, Apple tidak terlalu mengubah pakem yang sudah ada. Namun, Apple Watch Series 11 kini lebih ramping, dengan pilihan ukuran 42mm dan 46mm, serta material aluminium space grey baru.

    Kaca depan kini dua kali lebih tahan gores berkat lapisan khusus dari Apple. Untuk model titanium, Apple tetap menggunakan kristal safir di bagian depan.

    Sementara itu, Apple Watch Ultra 3 masih hadir dalam satu ukuran besar, yaitu 49mm, tetapi dengan layar lebih luas berkat bezel yang menyusut.

    Baca selengkapnya di sini 

  • Nekat Galang Donasi Ilegal di Blitar, WN Pakistan Dideportasi

    Nekat Galang Donasi Ilegal di Blitar, WN Pakistan Dideportasi

    Blitar (beritajatim.com) – Aksi seorang warga negara asing (WNA) asal Pakistan berinisial SA yang viral karena menggalang donasi ilegal di Blitar berakhir. Setelah aksinya meresahkan masyarakat, Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar bekerja sama dengan Polres Blitar mengambil tindakan tegas dengan mendeportasi atau memulangkan paksa pria tersebut kembali ke negaranya, Kamis (11/9/2025).

    Keresahan warga memuncak setelah SA terlihat berkeliling di sejumlah titik di Kabupaten Blitar, salah satunya di Kecamatan Kanigoro. Dengan dalih mengumpulkan sumbangan untuk korban bencana banjir di Pakistan, SA mendekati warga tanpa memiliki izin resmi dari pihak berwenang di Indonesia.

    Aktivitasnya yang mencurigakan membuat warga gerah dan melapor ke pihak kepolisian. SA pun sempat diamankan oleh petugas dari Polsek Kanigoro sebelum akhirnya diserahkan ke Kantor Imigrasi Blitar untuk pemeriksaan lebih lanjut.

    Kepala Kantor Imigrasi Blitar, Aditya Nursanto, dalam keterangannya hari ini, membenarkan bahwa tindakan SA telah melanggar aturan keimigrasian. Berdasarkan hasil pemeriksaan mendalam, SA terbukti menyalahgunakan izin tinggalnya untuk kegiatan yang tidak semestinya.

    “Setelah kami periksa, yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” tegas Aditya, Kamis (11/9/2025).

    Tanpa kompromi, Imigrasi Blitar langsung menjatuhkan sanksi administratif terberat. “Sebagai sanksinya, kami lakukan tindakan tegas berupa pendeportasian. Hari ini juga yang bersangkutan kami pulangkan ke negara asalnya,” imbuh Aditya.

    Kasus ini menjadi peringatan keras bagi warga negara asing lainnya agar tidak menyalahgunakan izin tinggal di wilayah Indonesia. Aditya juga mengapresiasi peran aktif masyarakat Blitar yang cepat tanggap melaporkan aktivitas mencurigakan.

    “Kami berkomitmen penuh untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Blitar dari aktivitas WNA yang tidak sesuai aturan. Kami juga mengimbau masyarakat untuk tidak segan melapor ke kantor Imigrasi jika menemukan keberadaan atau kegiatan WNA yang ganjil dan mencurigakan,” tutupnya. [owi/beq]

  • Bantahan atas Tuduhan Penggelapan terhadap Pendiri Cheria Holiday

    Bantahan atas Tuduhan Penggelapan terhadap Pendiri Cheria Holiday

    JAKARTA – Sehubungan pemberitaan di sejumlah media pada akhir Agustus lalu dengan judul “Pendiri Cheria Holiday Dilaporkan ke Polres Jaksel atas Dugaan Penggelapan”, Bimo Prasetio, SH dari Resilience Law Firm, sebagai Kuasa Hukum Cheriatna selaku pendiri Cheria Holiday memberikan tanggapan. Selaku kuasa hukum Cheria Holiday ia menyampaikan klarifikasi atas tuduhan tersebut.

    Pertama, tidak ada perbuatan memperkaya diri. “Seluruh penggunaan dana dapat dipertanggungjawabkan dan tercatat untuk kepentingan Perusahaan,” ujar Bimo.

    Kedua, justru pihak Nano Grup diduga melakukan penyalahgunaan dana. Setelah PT Cheria Halal Wisata (PT CHW) diakuisisi oleh PT Nanotech Indonesia Global, Tbk (NIG), muncul dugaan bahwa Nano Grup menggunakan dana PT CHW untuk kepentingan perusahaan mereka dengan berkedok investasi dari PT CHW ke NIG dan PT Nanotech Investama Sedaya (NIS).

    Ketiga, dugaan pelanggaran tata kelola oleh Suryandaru. Dana PT CHW digunakan tanpa persetujuan RUPS untuk kepentingan bisnis perusahaan afiliasi Nano Grup, NIG dan NIS. “Hal ini diketahui setelah ditemukan berkali-kali transaksi pemindahbukuan dari rekening PT CHW ke NIG dan NIS, dengan keterlibatan Suryandaru,” ungkap Bimo.

    ‎Yang  keempat, saat ini, gugatan perbuatan melawan hukum terhadap PT NIG (Perusahaan induk Nano Grup), Suryandaru, dan pihak-pihak terkait sedang difinalisasi untuk segera didaftarkan.

    Kelima, pelanggaran merek dagang. Pemilik sah merek “Cheria Holiday” – Farida Ningsih (istri dari Cheriatna) – tegas melarang Nano Grup menggunakan merek Cheria Holiday. Namun, Nano Grup diduga tetap melakukan promosi dengan merek tersebut yang berpotensi menyesatkan konsumen. “Saat ini Nano Grup telah menggunakan brand baru yaitu Go Nano / GoNano Tour Travel namun disinyalir tetap “menjual” nama Cheria Holiday untuk menggaet konsumen,” katanya.

    ‎Dan keenam, Laporan pidana hanyalah tekanan balik. Laporan tersebut kami nilai sebagai upaya menekan pemilik Cheria Holiday dan keluarga agar tidak menuntut ganti rugi serta pertanggungjawaban hukum atas dugaan pelanggaran Nano Grup.

    Sengketa Bisnis

    ‎Dengan demikian, tuduhan penggelapan terhadap Pendiri Cheria Holiday adalah tidak benar dan cenderung menyesatkan publik. Kami menegaskan bahwa persoalan ini pada dasarnya adalah sengketa bisnis, bukan tindak pidana, sehingga penyelesaiannya harus ditempuh melalui mekanisme bisnis juga dalam ranah perdata. Saat ini Cheria Holiday tetap beroperasi seperti biasa dan menjalankan bisnis di bawah PT Cheria Trip Bahagia.

    ‎“Klien kami tidak pernah mengambil keuntungan pribadi dari dana perseroan. Semua transaksi tercatat dan dapat dipertanggungjawabkan. Justru pihak Nano Grup diduga menyalahgunakan aset dan merek Cheria Holiday. Laporan pidana ini hanyalah upaya untuk membungkam keluarga pemilik Cheria Holiday yang sedang menuntut haknya,” ungkap Bimo Prasetio, SH dari Resilience Law Firm, Kuasa Hukum Pendiri Cheria Holiday.

    ‎Kami mengimbau seluruh pihak, termasuk media, agar menyajikan informasi secara berimbang demi menjaga nama baik para pihak dan mencegah opini publik yang keliru.

  • Menko Yusril Dorong Pembahasan RKUHAP dan RUU Perampasan Aset Dilakukan Simultan

    Menko Yusril Dorong Pembahasan RKUHAP dan RUU Perampasan Aset Dilakukan Simultan

    Tetapi, karena ada pergantian pemerintahan, membuat pembahasan RUU yang diajukan pemerintah biasanya tertunda. Saat ini, prosesnya sedang berlangsung di DPR untuk memastikan apakah akan diteruskan atau ditarik kembali oleh pemerintah maupun DPR.

    “Pembicaraan di DPR sekarang ini cenderung ke arah bahwa DPR akan mengajukan rancangan undang-undang baru perampasan aset itu. Tapi mereka akan mengajukan itu dan membahas itu nanti setelah pembahasan KUHAP selesai,” ungkapnya.

    Yusril menekankan bahwa pembahasan RKUHAP harus segera diselesaikan karena KUHAP baru dijadwalkan mulai berlaku Januari 2026.

    “Pembahasan KUHAP ditargetkan pada akhir tahun ini sudah harus selesai. Karena kalau tidak, kita sulit untuk melaksanakan KUHAP baru yang akan dilaksanakan pada bulan Januari tahun 2026,” tegasnya.

  • Ditekan Pemerintah, Kaum Feminis China Teruskan Perlawanan

    Ditekan Pemerintah, Kaum Feminis China Teruskan Perlawanan

    Jakarta

    Menjelang Hari Perempuan Internasional di tahun 2015, lima aktivis muda yang memperjuangkan hak-hak perempuan Cina – Wang Man, Zheng Churan, Li Maizi, Wei Tingting, dan Wu Rongrong – ditahan polisi di Beijing dan Guangzhou.

    Kampanye yang mereka rencanakan sebenarnya sederhana yakni meningkatkan kesadaran tentang pelecehan seksual di transportasi umum.

    Mereka pun didakwa dengan tuduhan “pertengkaran dan provokasi,” ‘pasal karet’ yang kerap dituduhkan kepada para aktivis. Kasus “Feminist Five” dengan cepat menjadi peristiwa penting, baik di dalam negeri maupun di skala internasional, menandai titik balik gerakan feminis di negara tersebut.

    Salah satu dari Feminist Five, Li Maizi (alias Li Tingting), mengaku kepada DW bahwa penahanan itu meninggalkan trauma mendalam: “Untuk waktu yang lama, setiap kali saya mendengar ketukan di pintu, saya merasakan ketakutan yang luar biasa,” ujarnya. Namun, ia percaya penangkapannya memberi efek paradoks yang justru memperkuat kesadaran feminis di Cina.

    Kasus ini menarik perhatian global dan membantu membangkitkan kesadaran publik tentang pelecehan seksual. Sepuluh tahun kemudian, kesadaran terhadap kesetaraan gender meningkat, dengan lebih banyak perempuan dan komunitas LGBTQ+ menyuarakan kekerasan dan diskriminasi.

    Namun, ruang bagi gerakan feminis untuk bersuara kian menyempit. Konten feminis kerap disensor dan pihak berwenang kian memperluas pembungkaman.

    Pembungkaman “Feminist Voices”

    Pada 2018, Feminist Voices, media feminis terkemuka, dilarang dari WeChat dan Weibo. Tencent, pemilik WeChat menuduh mereka “mengganggu ketertiban sosial, keamanan publik, dan keamanan nasional,” setelah kampanye antipelecehan seksual di Hari Perempuan Internasional berjudul “Panduan Perjuangan di Hari Perempuan”, diunggah pada platform tersebut. Setelah akun Feminist Voice dihapus, akun pengguna yang menyuarakan dukungan akan postingan tersebut turut dihentikan, bahkan nama serta logo Feminist Voices diblokir dari pencarian.

    Insiden ‘Xiao Meili’ dan gelombang pemblokiran yang kian meluas

    Pada Maret 2021, aktivis feminis Xiao Meili dilecehkan di sebuah restoran di Chengdu setelah meminta pria di meja sebelahnya untuk tidak merokok. Ia menjadi sasaran hinaan seksis, bahkan disiram air panas. Video kejadian ini viral, banyak perempuan membagikan pengalaman serupa tentang agresivitas laki-laki di ruang publik.

    Namun, solidaritas berubah menjadi ancaman ketika influencer nasionalis mengumbar riwayat Xiao Meili, menudingnya sebagai musuh negara dengan mengangkat foto lama yang menampilkan dukungannya terhadap Hong Kong, melabelinya sebagai “separatis Hong Kong.”

    Akun Weibo milik Meili diblokir permanen sehingga ia tak lagi bisa membela diri. Setelah itu, banyak akun feminis pendukungnya di Weibo dilarang atau dihentikan, termasuk yang memiliki ratusan ribu pengikut.

    Penyensoran meluas ke akun-akun feminis di WeChat yang dituduh “menghasut konfrontasi gender.” Produk yang mengandung kata “feminisme” di toko daring Taobao dihapus dengan alasan mengandung “informasi terlarang,” sementara Taobao mengklaim sebagai “platform netral.”

    Selanjutnya lebih dari selusin kelompok feminis di jejaring sosial Douban dibubarkan, nama kelompok-kelompok tersebut dilabeli sebagai konten sensitif, postingan mereka otomatis dihapus. Douban membenarkan penghapusan ini, menuduhnya sebagai “konten politik dan ideologis yang ekstrem, radikal.”

    Gerakan #MeToo di Cina: Inspirasi dan penindasan

    Gerakan #MeToo di Cina dimulai pada awal 2018 ketika Luo Qianqian, lulusan Universitas Beihang, secara terbuka menuduh mantan profesornya Chen Xiaowu melakukan pelecehan seksual. Keberaniannya menginspirasi banyak orang untuk berbagi pengalaman serupa, mendorong percakapan luas tentang ketidaksetaraan di tempat kerja, kekerasan dalam rumah tangga, dan hak-hak reproduksi.

    Kasus-kasus besar pun mencuat, termasuk tuduhan terhadap pembawa acara TV Zhu Jun oleh Zhou Xiaoxuan (atau “Xuanzi”), serta tuduhan penyerangan seksual oleh petenis Peng Shuai terhadap mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli. Setiap kasus memicu perhatian publik yang besar, namun juga diikuti oleh ‘sensor kilat’. Kata kunci seperti “#MeToo” dan homofon “mi tu” ( “kelinci beras”) yang digunakan aktivis menghindari filter turut diblokir di Weibo, unggahan yang mendukungnya dihapus, dan banyak akun yang dihentikan.

    Unggahan Peng Shuai bahkan lenyap dalam hitungan menit, sementara pencarian dengan kata-kata seperti “tenis”, “wakil perdana menteri”, atau “perdana menteri dan saya” turut diblokir. Represi ini juga merambah ke dunia nyata – pada 2021, jurnalis Huang Xueqin yang menjadi tokoh penting #MeToo ditahan, dan pada 2024 dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena “menghasut subversi terhadap kekuasaan negara.”

    Ketika korban dituding sebagai pelaku

    Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi tren yang mengkhawatirkan di mana korban justru distigmatisasi sebagai pelaku. Li Maizi menyoroti bahwa perempuan yang membawa kasus pelecehan ke pengadilan sering menghadapi gugatan balik: “Biaya untuk menuntut keadilan sangat tinggi.”

    Contohnya terjadi pada Juli 2024, ketika Universitas Politeknik Dalian berencana mengeluarkan seorang mahasiswi karena memiliki “hubungan yang tidak pantas dengan orang asing,” dengan dalih merusak “reputasi negara dan universitas.” Kritikus menyebut keputusan ini diskriminatif dan mencerminkan norma patriarki yang menilai perempuan lewat kesucian dan kehormatan nasional.

    Feminisme yang mengancam politik

    Pemerintah Cina memandang feminisme sebagai ideologi asing yang mengancam stabilitas. Para feminis dicap sebagai agen “pengaruh asing.” Lü Pin, pendiri Feminist Voice, mengatakan: “tidak ada lagi platform media sosial di Cina yang ramah terhadap perempuan atau topik-topik feminis.”

    Li Maizi mencatat bahwa feminisme di Cina kini sangat politis, dengan Federasi Perempuan Cina membedakan antara feminisme barat dan “perspektif Marxis tentang perempuan.” Menurut Lü: “Ketika orang-orang ‘dipecah’ secara daring, hal itu melemahkan kekuatan kolektif gerakan.”

    Pembingkaian feminisme sebagai ideologi barat dimanfaatkan oleh blogger yang nasionalis untuk menyerang gerakan ini sambil melanggengkan kekerasan berbasis gender.

    Bagaimana masa depan gerakan feminis di Cina?

    Di tengah penurunan angka kelahiran, pemerintah mendorong perempuan kembali ke peran tradisional. Presiden Xi Jinping bahkan meminta agar kaum muda “dibimbing menuju pandangan yang benar tentang pernikahan dan keluarga.”

    Feminisme pun dianggap ‘meruntuhkan kekuasaan negar’a karena menekankan otonomi dan hak reproduksi. Meski menghadapi tekanan besar, Li Maizi tetap optimis: “Gerakan feminis Cina maju secara bergelombang, dengan berbagai kemunduran dan perlawanan di sepanjang jalan. Namun, di mana pun ada penindasan, pasti ada perlawanan. Feminisme di Cina tidak akan berhenti.”

    Saat ini, gerakan feminis lebih terdesentralisasi dan bertumpu pada individu yang berani bersuara. Sepuluh tahun setelah Feminist Five, feminisme di Cina semakin hidup dalam kesadaran masyarakat, meskipun terus dibungkam secara sistematis. Kelangsungannya kini bergantung pada ketahanan, kreativitas, dan keberanian individu – bahkan ketika suara mereka dibungkam.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Aksi Massa Perempuan di DPR, Tuntut Keadilan Bagi Korban Demo” di sini:

    (ita/ita)