Bisnis.com, JAKARTA — Buruh dan anggota DPR sepakat untuk mendorong penerapan moratorium cukai hasil tembakau (CHT) hingga memberantas rokok ilegal yang memicu produksi di pabrikan menurun drastis.
Kondisi ini makin memperparah tekanan industri hasil tembakau (IHT) hingga berpotensi memicu gelombang pengurangan tenaga kerja secara massal.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani mengatakan beban fiskal, perubahan regulasi, serta tren penurunan produksi rokok membuat banyak pabrikan menghadapi kondisi sulit.
Dia menilai jika pemerintah tidak menanggapi langsung, maka situasi ini dapat memperburuk angka pengangguran dan menambah beban ekonomi nasional.
“Artinya pemerintah harus membereskan soal ini, sehingga tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dari pabrik-pabrik rokok yang sedang tidak kondusif. Saya kira ini harus menjadi perhatian pemerintah,” kata Irma dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/9/2025).
Dalam hal ini dia pun menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa tinggal diam melihat sektor padat karya yang kini makin terpukul akibat tingginya cukai dan maraknya peredaran rokok ilegal.
Irma menyoroti dampak serius dari peredaran rokok ilegal yang semakin terbuka dan merugikan industri legal yang selama ini taat membayar cukai.
“Banyaknya industri rokok ilegal, yang produk-produk rumahan itu, kemudian tidak memberikan cukai kepada pemerintah. Sementara harga-harga rokok yang memiliki cukai resmi itu tinggi, itu menimbulkan banyak persoalan,” tuturnya.
Untuk itu, pihaknya akan mengawasi langkah pemerintah agar ekosistem industri tembakau kembali kondusif dan tidak semakin menekan tenaga kerja.
“Kami di DPR akan mengawasi, kami tidak ingin lagi seolah-olah di DPR itu tidak bekerja. DPR mengkritisi, DPR melakukan investigasi, sehingga kami tahu persoalannya apa. Kemudian bisa merekomendasikan kepada pemerintah solusinya harus seperti apa, agar pengangguran berjemaah tidak semakin bertambah,” jelasnya.
Lebih lanjut, dari sisi pekerja, moratorium atau penundaan kenaikan tarif CHT dinilai sebagai langkah paling realistis untuk menyelamatkan jutaan tenaga kerja di sektor ini.
Ketua Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Waljid Budi Lestarianto, menyampaikan bahwa kebijakan fiskal harus mempertimbangkan daya beli masyarakat.
“Harapan kami termasuk juga nanti harus ada penundaan kenaikan tarif cukai, mengingat seperti yang disampaikan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat,” jelas Waljid.
Dia menekankan bahwa kenaikan cukai sangat berdampak pada sektor padat karya seperti sigaret kretek tangan (SKT), yang menyerap jutaan tenaga kerja.
“Moratorium itu menjadi jalan tengah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat. Apalagi industri hasil tembakau adalah sektor padat karya, sehingga ketika cukai naik sedikit saja itu sudah berpengaruh terhadap pendapatan pekerja,” tuturnya.
Selain mendesak moratorium, Waljid juga meminta pemerintah memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap rokok ilegal yang semakin marak dan terang-terangan beredar di pasar.
“Dia sudah tidak bayar pajak dan tidak bayar cukai, bahkan peredarannya sekarang itu sudah mulai terbuka, sudah nggak ngumpet-ngumpet. Jadi itu kami minta pemerintah betul-betul tegas untuk menindak,” pungkasnya.