Blog

  • Prabowo Klaim MBG Ciptakan 1,5 Juta Lapangan Kerja, Ini Penjelasannya

    Prabowo Klaim MBG Ciptakan 1,5 Juta Lapangan Kerja, Ini Penjelasannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Prabowo Subianto mengeklaim program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan menjadi penggerak ekonomi dan mampu menciptakan 1,5 juta lapangan kerja langsung.

    Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo dalam sesi dialog bersama CEO Forbes Steve Forbes dalam acara Forbes Global CEO Conference 2025 yang digelar di St. Regis, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

    “Saya pikir pertumbuhan 8% sangat bisa dicapai. Misalnya, dengan program MBG ini saja, kami menciptakan langsung 1,5 juta lapangan kerja. Ada 30.000 dapur dan tiap dapur mempekerjakan sekitar 50 orang. Itu artinya 1,5 juta pekerjaan langsung,” ujar Prabowo.

    Lebih jauh, Prabowo menyebut bahwa dampak ekonomi dari program ini jauh melampaui angka tenaga kerja langsung. Setiap dapur MBG memicu terbentuknya rantai pasok baru yang memberdayakan petani, peternak, nelayan, dan pelaku usaha kecil di sekitar lokasi produksi.

    “Setiap dapur menciptakan sekitar 15 wirausaha lokal baru. Ada yang menjual telur, sayur, ikan, daging, satu lagi garam. Dan masing-masing dari mereka memiliki 5, 10, atau 15 pekerja,” tambahnya.

    Menurut Prabowo, efek berganda dari program MBG membentuk ekosistem ekonomi rakyat yang dinamis, di mana daya beli masyarakat meningkat secara alami.

    “Kalau masyarakat punya uang, apa yang mereka lakukan? Mereka beli sepatu, pakaian, memperbaiki rumah, mungkin membeli sepeda motor atau televisi. Jadi saya pikir beginilah caranya,” tegasnya.

    (miq/miq)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Masih Adakah Empati untuk Rakyat?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 Oktober 2025

    Masih Adakah Empati untuk Rakyat? Nasional 16 Oktober 2025

    Masih Adakah Empati untuk Rakyat?
    Peneliti dan Penulis
    BERBICARA
    soal kebijakan publik, kini banyak negara bergerak cepat, sigap mengambil keputusan, dan agresif mengeksekusi program.
    Namun, di balik laju yang terkesan impresif itu, muncul pertanyaan, apakah kecepatan ini disusun dengan peta empati terhadap kenyataan rakyat yang beragam, atau sekadar menegaskan kuasa negara atas kehidupan mereka? Apakah kebijakan dan empati sudah sejalan?
    Setiap kebijakan dirancang untuk mengejar efisiensi birokrasi dan memperluas kendali negara, tapi nyaris tidak memperhitungkan suara publik sebagai dasar pengambilan keputusan.
    Ruang dialog menyempit, partisipasi publik menurun, dan kebijakan sering kali dijalankan lebih cepat daripada pemahaman tentang siapa yang akan menanggung akibatnya.
    Dalam satu tahun ini, yang terlihat bukan proses mendengarkan aspirasi publik secara mendalam, melainkan kecenderungan negara merumuskan kepentingan tanpa sentuhan empati.
    Desain kebijakan yang berlandaskan empati berperan sebagai mekanisme rasional untuk memastikan kesalahan pada tahap awal tidak tumbuh menjadi struktur kebijakan yang mengakar dan sulit diperbaiki.
    Paul Pierson (2000) menjelaskan konsep
    sticky policy
    atau kebijakan ‘lengket’, yakni kebijakan yang begitu dijalankan akan menciptakan lintasan institusional yang sulit dihentikan, bahkan ketika orientasi awalnya kehilangan relevansi.
    Tanpa empati di tahap perumusan, kesalahan desain akan direplikasi birokrasi dan diperkuat oleh kepentingan politik hingga terpaksa dianggap wajar oleh publik.
    Pemerintah tanpa rasa bersalah dapat terus mengklaim keberhasilan dari kebijakan yang sebenarnya salah sasaran, dibungkus narasi efektivitas dan ketegasan, sementara ruang koreksi melemah karena jejaring komunikasi politik menafsirkan ulang kegagalan sebagai keberanian.
    Negara tangguh dalam memberi perintah, tetapi lemah dalam mendengarkan. Di atas kertas, target tercapai, tapi di lapangan ketegangan sosial justru meningkat.
    Indikator administratif menunjukkan keberhasilan, sementara tekanan sosial terus membesar di bawah permukaan.
    Akar persoalan ini bukan semata absennya empati, tetapi krisis orientasi dalam mendefinisikan kepentingan publik.
    Prinsip klasik
    salus populi suprema lex esto
    , kesejahteraan rakyat sebagai hukum tertinggi, sering dikutip, tetapi jarang diterjemahkan menjadi praktik pemerintahan.
    John Dewey (1954) menekankan bahwa cara pandang dan kebutuhan masyarakat akan selalu bervariasi tergantung tempat, waktu, dan kondisi yang mereka hadapi.
    Ketika negara gagal membaca keragaman itu, ia berhenti memerintah kenyataan dan justru mulai memantulkan bayangan dirinya sendiri.
    Jika kehidupan di pusat kekuasaan terlihat sejahtera, maka seluruh negeri dianggap sejahtera. Jika para menteri merasa tidak kekurangan, maka rakyat di bawah pun diasumsikan hidup dalam kecukupan.
    Dalam situasi seperti ini, kebijakan kehilangan pijakan pada realitas sosial yang sesungguhnya.
    Betapa sering keragaman itu gagal terbaca. Program nasional dirancang dengan standar seragam, di mana indikator kinerja diseragamkan, dan narasi kesejahteraan diulang dengan bahasa identik di semua provinsi.
    Publik di kawasan industri berbeda dengan publik di daerah agraris. Ketika perbedaan tidak diakui, yang muncul bukan persatuan, melainkan keterasingan. Rakyat merasa diatur oleh sesuatu yang tidak mengenal mereka.
    Kegagalan membaca keragaman publik kerap menghasilkan apa yang dalam literatur kebijakan publik disebut sebagai
    malign policy
    (Howlett, Leong, dan Legrand, 2025).
    Istilah ini merujuk pada kebijakan yang tampak berpihak kepada rakyat, tetapi justru menimbulkan kerugian sosial karena salah membaca realitas.
    Akar persoalannya terletak pada proses perumusan yang tertutup dan ukuran keberhasilan yang hanya didasarkan pada kelengkapan laporan administratif.
    Sistem pemantauan lebih sibuk mengejar kesesuaian data daripada menggambarkan kondisi sosial yang sebenarnya.
    Laporan negatif dipoles agar terlihat baik di meja pejabat, sementara evaluasi bergeser dari proses belajar menjadi sekadar pembenaran.
    Selain itu, arah kebijakan semakin mudah berubah (reaktif) mengikuti tekanan politik jangka pendek. Prioritas fiskal bergeser berulang dari pangan ke pertahanan lalu ke proyek strategis nasional yang diperluas tanpa kajian sosial yang matang.
    Ini menunjukkan hilangnya
    epistemic consistency
    , atau konsistensi pengetahuan dalam perumusan kebijakan.
    Keputusan diambil bukan karena hasil pembelajaran sosial, tetapi karena tampak kuat di mata publik. Pola reaktif seperti ini melahirkan kebijakan yang hidup dari momentum politik, bukan dari refleksi rasional.
    Ia menggerus
    policy durability
    , yakni ketahanan kebijakan untuk bertahan terhadap tekanan populisme dan perubahan arah politik.
    Di bawah permukaannya terdapat
    inherent vices
    , cacat bawaan dalam struktur kebijakan yang membuat negara sulit belajar dari kesalahannya.
    Saluran umpan balik berjalan satu arah dari bawah ke atas sehingga setiap lapisan terdorong menyenangkan atasan daripada melaporkan kenyataan.
    Koordinasi antarkementerian sering berubah menjadi perebutan mandat, bukan penyatuan problem. Mekanisme partisipasi publik hadir dalam bentuk formalitas, daftar hadir lengkap tetapi substansi diskusi minim.
    Dalam struktur seperti ini, kinerja administratif mudah diraih, sementara keberhasilan substantif mencakup keadilan, keamanan, dan keterjangkauan, tetap mengambang.
    Akibatnya lahirlah
    bad policy spiral
    , lingkaran kebijakan buruk di mana kegagalan lama ditutup dengan kebijakan baru yang dibangun di atas logika sama.
    Ketika kebijakan dikritik, responsnya bukan memperbaiki desain dan mekanisme pengawasan, melainkan menambah anggaran dan memperluas sasaran.
    Misalnya, ketika kebijakan hilirisasi dikritik karena merusak lingkungan dan memicu konflik agraria, responsnya bukan menata ulang tata kelola, tetapi justru mempercepat dan memperbanyak izin baru.
    Negara kehilangan kemampuan untuk berhenti, mengevaluasi, dan berbalik arah. Kesalahan terus bergerak maju, semakin rapi di atas kertas, semakin berat di lapangan.
    Di titik ini absennya peta empati bertemu krisis orientasi. Pemerintah menafsirkan keberhasilan sebagai kemampuan mengeksekusi, bukan memahami. Partisipasi dianggap menghambat efektivitas, padahal di situlah efektivitas sejati diuji.
    Negara bisa cepat, tetapi tidak tahu ke mana arah langkahnya. Karena itu,
    empathic policy design
    perlu ditempatkan sebagai arsitektur kelembagaan, cara mengatur perjumpaan antara data, pengalaman warga, dan keputusan anggaran agar koreksi menjadi bagian wajar dari pemerintahan, bukan tanda kelemahan.
    Siapapun pemimpinnya, masa pemerintahan perlu dimanfaatkan untuk membangun proses pembelajaran kebijakan yang bersifat dua arah.
    Kebijakan tidak lagi hanya dibuat dari atas ke bawah, tetapi juga menyerap pengalaman, masukan, dan pengetahuan dari masyarakat di akar rumput hingga ke tingkat birokrasi pusat.
    Setiap program besar harus memiliki siklus uji coba, audit dampak, dan revisi desain berdasarkan bukti sosial. Keberhasilan administratif tidak boleh dinyatakan tanpa bukti perubahan yang nyata di kehidupan penerima manfaat.
    Pemerintah juga perlu membangun mekanisme
    deliberative policy space
    , ruang diskusi publik yang tidak seremonial di mana data dan emosi warga dibaca sejajar sebagai dasar kebijakan.
    Legitimasi pemerintahan tidak lahir dari kecepatan membangun, melainkan dari kemampuan mengoreksi diri.
    Tanpa peta empati kebijakan, cukup memperjelas betapa besar risikonya. Negara yang bergerak tanpa mendengar akan cepat kehilangan arah sosial.
    Empati dalam kebijakan bukanlah kelembutan moral, melainkan kecerdasan institusional untuk mengenali akibat dari tindakannya sendiri.
    Pemerintahan yang berani berhenti untuk memperbaiki arah akan jauh lebih kuat daripada pemerintahan yang terus berlari sambil menutup telinga. Hanya dengan peta empati, kecepatan dapat berdamai dengan ketepatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Purbaya di Antara Godaan Turunkan Tarif atau Benahi Administrasi PPN

    Purbaya di Antara Godaan Turunkan Tarif atau Benahi Administrasi PPN

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuka opsi untuk menurunkan tarif pajak pertambahan nilai alias PPN. Rencana penurunan tarif PPN diklaim akan membantu meningkatkan daya beli masyarakat. 

    Namun demikian, di luar kebijakan populis tersebut, langkah pemerintah untuk membenahi administrasi PPN juga diperlukan untuk memastikan ada keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan penerimaan negara.

    Sekadar catatan, pemerintah telah menaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 lalu. Kenaikan tarif PPN itu merupakan konsekuensi dari pelaksanaan Undang-undang No7/2001 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang lebih condong kepada dunia usaha.

    Sejatinya, beleid itu juga mengatur bahwa tarif PPN naik menjadi 12% pada 2025. Namun karena penolakan publik, kenaikan tarif PPN hanya berlaku secara terbatas, yakni untuk barang mewah. 

    Meski demikian, Purbaya mengemukakan bahwa pihaknya perlu melihat kondisi perekonomian ke depan, setidaknya sampai dengan Maret 2026 untuk menentukan kebijakan tarif PPN. Dia menyebut perlu dorongan tambahan untuk memperbaiki daya beli masyarakat, setelah sebelumnya menginjeksi likuiditas ke sistem keuangan melalui himbara senilai Rp200 triliun. 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa-JIBI

    Bekas Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga mengatakan otoritas fiskal akan berhati-hati dalam mengambil keputusan soal opsi penurunan PPN. Dia pun tak ingin perubahan kebijakan pajak itu bisa berdampak ke semakin lebarnya defisit APBN melewati batas 3% terhadap PDB. 

    “Jadi setelah triwulan pertama tahun depan, saya akan bisa lihat sepertinya respons sistem terhadap perubahan kebijakan fiskal dalam hal manage uang seperti apa. Kalau mau kita dorong, kita dorong di sebelah mana. Dari situ kan kelihatan,” ujar Purbaya.

    Rumitnya Administrasi PPN 

    Terlepas dari rencana penurunan tarif, administrasi PPN di Indonesia tergolong rumit. Hal itu terjadi karena semakin banyaknya kebijakan yang membebaskan pengenaan PPN atau tax exemption. 

    Sekadar ilustrasi, pada tahun 2024 lalu penerimaan PPN tercatat hanya sebesar Rp828,5 triliun. Meski tercatat tumbuh, kinerja penerimaan PPN pada 2024 lalu hanya sebesar 6,9% dari total konsumsi rumah tangga atas harga berlaku yang angkanya sebesar Rp11.1964,9 triliun. Padahal, normalnya, kalau mengacu kepada tarif PPN sebesar 11%, penerimaan PPN seharusnya bisa menembus angka Rp1.316,13 triliun. 

    Tidak hanya itu kalau menggunakan rumus VAT gross collection ratio yang rumusnya adanya realisasi penerimaan PPN dibagi dengan tarif PPN dikalikan konsumsi rumah tangga, maka penerimaan PPN yang dipungut oleh pemerintah hanya sekitar 62,9% dari potensinya. Padahal, kalau mengacu kepada benchmark negara lain, angka ideal PPN yang seharusnya dipungut pemerintah ada di kisaran 70% dari potensi PPN.

    Tahun
    PPN
    Konsumsi RT
    Ratio
    VAT Gross Ratio

    2022 
    687,6
    10.161,7
    6,76
    61,5

    2023
    764,3
    11.109,6
    6,8
    62,5

    2024
    828,5
    11.964,9
    6,9
    62,9

    Sumber: Kemenkeu, BPS, diolah

    Belum optimalnya kinerja pemungutan PPN itu merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang royal menggelontorkan insentif dan stimulus yang efeknya tidak terlalu signifikan ke perekonomian. Pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran 5%. Tidak pernah menembus angka 6% kecuali ada booming komoditas. 

    Bukti royalnya insentif dan stimulus pemerintah itu tampak dari realisasi belanja pajak. Saat ini, insentif untuk aktivitas konsumsi masih mendominasi struktur belanja pajak atau tax expenditure yang digelontorkan pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Besarannya mencapai Rp371,9 triliun atau 65,9% dari total belanja perpajakan tahun depan sebesar Rp563,6 triliun.

    Sementara itu, belanja perpajakan untuk Pajak Penghasilan (PPh) pada RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar Rp160,1 triliun atau lebih besar dari 2025 yakni Rp150,3 triliun.

    Kemudian, untuk bea masuk dan cukai diproyeksikan Rp31,1 triliun atau lebih kecil dari tahun sebelumnya yakni Rp36,2 triliun. Sedangkan, PBB P5L diproyeksikan pada 2026 sebesar Rp0,1 triliun atau hampir sama dengan tahun sebelumnya. 

    Penerimaan Pajak 2025

    Adapun kinerja APBN 2025 membukukan penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun sampai dengan akhir September 2025. Realisasinya turun sebesar 4,4% (yoy) dari September 2024 yakni Rp1.354,9 triliun.

    Purbaya masih membutuhkan setoran sebesar Rp781,6 triliun untuk menutup celah penerimaan pajak tahun 2025 yang outlooknya sebesar Rp2.076,9 triliun.

    Secara umum, pendapatan negara sampai dengan 30 September 2025 adalah sebesar Rp1.863,3 triliun atau turun 7,2% (yoy) dari periode yang sama pada 2024 yang sudah mencapai Rp2.008,6 triliun. Realisasinya baru 65% dari outlook yakni Rp2.865,5 triliun.

    “Lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu bersumber dari penerimaan akibat penurunan harga migas dan tambang,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa di gedung kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta.

    Secara terperinci, penerimaan perpajakan September 2025 yakni Rp1.516,6 triliun atau mencapai 63,5% dari outlook. Realisasinya turun 2,9% dari periode yang sama tahun lalu. Penerimaan pajak turun hingga 4,4% yoy dari September 2024. Realisasinya baru 62,4% terhadap outlook penerimaan pajak yakni Rp2.076,9 triliun.

    Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara melaporkan bahwa penerimaan pajak bruto per September 2025 sebesar Rp1.619,2 triliun atau sudah lebih tinggi dari September 2024 yakni Rp1.588,2 triliun.

    Dari penerimaan PPh badan, PPh orang pribadi, PBB, hanya PPN dan PPnBM yang realisasinya masih turun yakni 3,2% dari tahun sebelumnnya pada September 2025. Nilainya yakni Rp702,20 triliun hingga 20 September 2025. “Akan kita pantau terus semoga-moga semakin menuju ke belakang perekonomian semakin baik, realisasi bruto semakin meningkat,” katanya.

    Sementara itu, penerimaan pajak secara neto Rp1.295,28 triliun atau turun dari September 2024 yakni Rp1.354,86 triliun. Suahasil menjelaskan bahwa kondisi tersebut karena masih ada restitusi pajak. “Restitusi artinya dikembalikan kepada masyarakat, dunia usaha, wajib pajak sehingga uangnya beredar di tengah-tengah perekonomian. Kita berharap dengan uang beredar di tengah perekonomian termasuk yang berasal dari restitus membantu gerak ekonomi kita selama ini,” pungkasnya.

  • Mau Tampilkan Konten Erotis, ChatGPT Tuai Kritik

    Mau Tampilkan Konten Erotis, ChatGPT Tuai Kritik

    Jakarta

    CEO OpenAI Sam Altman mengatakan bahwa perusahaannya bukanlah polisi moral setelah menerima reaksi keras atas keputusannya untuk melonggarkan pembatasan dan mengizinkan konten seperti erotika di dalam chatbot ChatGPT, rencananya pada bulan Desember mendatang.

    Altman mengatakan OpenAI akan melonggarkan sebagian besar pembatasan karena memiliki tool baru dan telah mampu mengurangi masalah kesehatan mental yang serius. Ia akan mengizinkan lebih banyak konten, termasuk erotika, di ChatGPT untuk orang dewasa yang terverifikasi.

    Namun kritik berdatangan soal ini. Salah satunya kelompok advokasi seperti National Center on Sexual Exploitation meminta OpenAI untuk membatalkan keputusannya untuk mengizinkan erotika di ChatGPT.

    “Chatbot AI yang diseksualisasikan secara inheren berisiko, menghasilkan bahaya kesehatan mental yang nyata dari keintiman sintetis, semua dalam konteks standar keselamatan industri yang tidak terdefinisi dengan baik,” kata Haley McNamara, direktur eksekutif NCOSE.

    “Bagaimana mereka akan memastikan bahwa anak-anak tak dapat mengakses bagian-bagian ChatGPT yang khusus untuk dewasa dan menyediakan konten erotika? OpenAI, seperti kebanyakan perusahaan teknologi besar di bidang ini, hanya menggunakan orang seperti kelinci percobaan,” kata Jenny Kim, dari firma hukum Boies Schiller Flexner.

    Menanggapinya, Altman menyebut OpenAI sangat peduli dengan prinsip memperlakukan pengguna dewasa seperti orang dewasa, tapi tetap tidak akan mengizinkan hal-hal yang membahayakan orang lain.

    “Dengan cara yang sama seperti masyarakat membedakan batasan-batasan lain yang sesuai (misalnya, film-film dengan rating R), kami ingin melakukan hal serupa di sini,” tulis Altman yang dikutip detikINET dari CNBC.

    Kebijakan baru tersebut bertentangan dengan komentar Altman saat tampil di podcast bulan Agustus, di mana ia mengatakan bangga dengan kemampuan OpenAI untuk menolak fitur-fitur tertentu, seperti avatar bot seks di ChatGPT.

    Pada bulan September, Komisi Perdagangan Federal meluncurkan penyelidikan terhadap OpenAI dan perusahaan teknologi lainnya tentang bagaimana chatbot seperti ChatGPT dapat berdampak negatif terhadap anak-anak dan remaja. OpenAI juga disebut dalam gugatan kematian sebuah keluarga yang menyalahkan ChatGPT atas kematian anak remaja mereka karena bunuh diri.

    OpenAI pun telah mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan keamanan di ChatGPT. Mereka meluncurkan serangkaian kontrol orangtua akhir bulan lalu, dan sedang membangun sistem prediksi usia yang secara otomatis akan menerapkan pengaturan yang sesuai untuk remaja bagi pengguna di bawah 18 tahun.

    (fyk/afr)

  • Sosok AKP Ramli, Bergaji UMR Tapi Punya Jeep Rubicon Rp 2,4 M, Minta Maaf Usai Bikin Gaduh

    Sosok AKP Ramli, Bergaji UMR Tapi Punya Jeep Rubicon Rp 2,4 M, Minta Maaf Usai Bikin Gaduh

    GELORA.CO — Baru-baru ini anggota Polri bernama AKP Ramli tenar, bukan karena prestasi tapi soal hartanya.

    Sebab, AKP Ramli yang merupakan anggota Polrestabes Makassar, Polda Sulawesi Selatan, bisa membeli mobil Jeep Rubicon berharga miliaran rupiah.

    Cibiran pun muncul dari publik, karena tak percaya seorang polisi berpangkat rendah bisa punya uang sangat banyak.

    Semua berawal dari postingan netizen atau warganet di Instagram oleh akun @kulitintamks pada 9 Oktober 2025 lalu.

    Tampak foto seorang polisi bernama AKP Ramli memiliki mobil  Rubicon dengan pelat palsu.

    Mobil mewah tampak menggunakan pelat nomor DD 501 JR terparkir di halaman Mapolrestabes Makassar.

    Foto tersebut ditambahi narasi mobil Rubicon memakai pelat nomor palsu, lantaran tidak terdaftar di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan.

    Dikutip dari situs jeepindonesia.id, mobil Rubicon warna orange mirip milik AKP Ramli harga barunya dibanderol Rp2.401.000.000.

    Sedangkan harga seken bervariasi antara Rp625.000.000 hingga Rp1.795.000.000 sebagaimana dipantau di situs Olx.com.

    Sementara gaji per bulan polisi berpangkat AKP antara Rp3.141.900-Rp5.163.100.

    Selain gaji pokok, juga ada tunjangan sebesar Rp3.781.000.

    Besaran gaji diatur dalam PP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Belas Atas PP Nomor 29 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Polri.

    AKP Ramli membeberkan caranya bisa membeli mobil Rubicon.

    Ia bercerita, sebelum punya mobil jenis jeep, dia telah memiliki Pajero.

    Mobil kemudian dijual untuk dibelikan Rubicon bekas.

    AKP Ramli juga mengaku mendapatkan uang tambahan dari orangtuanya.

    “Betul itu kan mobil saya,” katanya, dikutip dari Kompas.com, Kamis (16/10/2025).

    “Saya beli setelah mobil Pajero saya jual, itulah orangtua tambahkan (dana untuk beli Rubicon), itupun juga mobil (Rubicon) seken,” tambah dia.

    Meski mengakui Rubicon yang viral itu miliknya, AKP Ramli tidak menyebut berapa harganya.

    AKP Ramli dalam kesempatannya dengan tegas membantah mobil Rubicon miliknya adalah kendaraan bodong.

    Menurut Ramli, mobil Rubicon miliknya dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).

    “Kalau mungkin ada yang berpikir itu mobil bodong, tidak ada, suratnya lengkap tuh,” katanya, dikutip dari Tribun-Timur.com.

    Di sisi lain, AKP Ramli mengakui memakai pelat yang tidak terdaftar.

    Dia berdalih lupa memasang pelat asli mobil Rubicon usai pulang kampung.

    “Memang pelat itu saya lupa buka karena saya dari luar daerah, karena orangtua sakit saya ambil obat di kampung,” tambahnya.

    Masalah pelat palsu mobil Rubicon pada akhirnya berbuntut panjang.

    Bidang Profesi dan Pengamanan (propam) ikut turun tangan memeriksa AKP Ramli.

    “Sudah diambil keterangan juga kemarin dikonfirmasi dari Propam,” ujar AKP Ramli.

    Usai diperiksa, AKP Ramli langsung mengganti pelat yang terdaftar resmi.

    Ia juga menyampaikan permintaan maaf apabila ada kegaduhan akibat mobil Rubicon miliknya.

    “Kalau ada yang merasa dirugikan masalah pelat yah saya inilah (minta maaf), tapi itu tidak ada maksud dan tujuan apa-apa,” tandasnya.

    Sosok AKP Ramli

    Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, AKP Ramli merupakan perwira polisi berdinas di Polrestabes Makassar.

    Ia menjabat Kepala Seksi Hukum (Kasikum) Seksi Profesi dan Pengamanan (Sipropam).

    Sebelumnya bertugas sebagai Kanit Reskrim Polsek Tallo, Polrestabes Makassar, Polda Sulsel.

    Ramli kini memiliki pangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP).

    AKP adalah pangkat golongan Perwira Pertama di kepolisian, berada di atas Inspektur Polisi Satu (Iptu) dan di bawah Komisaris Polisi (Kompol). 

    Tanda kepangkatan AKP berupa simbol tiga balok emas di pundaknya

  • Purbaya Tetapkan Ekspor Getah Pinus Kena Bea Keluar, Tarif Biji Kakao Turun

    Purbaya Tetapkan Ekspor Getah Pinus Kena Bea Keluar, Tarif Biji Kakao Turun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperluas daftar barang ekspor yang dikenakan bea keluar dengan memasukkan komoditas getah pinus melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/2025.

    Regulasi ini merupakan perubahan atas PMK No. 38/2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

    Perubahan tersebut tertuang dalam Pasal I angka 1 PMK 68/2025, yang mengubah Pasal 2 ayat (2) PMK sebelumnya. Dengan demikian, daftar barang ekspor yang dikenakan bea keluar kini terdiri atas enam kelompok, yaitu kulit dan kayu; biji kakao; kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya; produk hasil pengolahan mineral logam; produk mineral logam dengan kriteria tertentu; dan getah pinus.

    Dalam Pasal 12A, diatur besaran tarif bea keluar atas ekspor getah pinus sebesar 25%. Ketentuan tarif tersebut tercantum dalam Lampiran huruf G, yang menjadi bagian baru dari PMK 68/2025.

    Selain menambah komoditas baru, pemerintah juga menurunkan tarif bea keluar untuk ekspor biji kakao. Berdasarkan Lampiran huruf B yang diubah melalui PMK 68/2025, struktur tarif biji kakao kini menjadi 0%, 2,5%, 5%, dan 7,5%, menyesuaikan dengan tingkat Harga Referensi internasional.

    Sebelumnya, tarif dalam PMK 38/2024 ditetapkan sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15% untuk empat rentang harga referensi (≤US$2.000, ≤US$2.750, ≤US$3.500, dan >US$3.500 per ton).

    Perubahan lainnya terdapat pada Lampiran huruf C, yang mengatur tarif BK atas ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya. Dalam PMK 68/2025, pemerintah menambah beberapa jenis produk turunan sawit, seperti Palm Oil Mill Effluent Oil, High Acid Palm Oil Residue, serta produk fatty acid seperti SPFAD dan SPKFAD, yang sebelumnya belum diatur dalam PMK 38/2024.

    Dalam konsideransnya, Purbaya menegaskan bahwa perubahan dilakukan “untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri atas biji kakao, produk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, serta getah pinus.”

    PMK 68/2025 ditandatangani Purbaya pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 15 Oktober 2025. Beleid anyar ini akan mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan, sebagaimana diatur dalam Pasal II.

  • MotoGP Mandalika Mungkin Jadi Balapan Terakhir Marc Marquez Musim Ini

    MotoGP Mandalika Mungkin Jadi Balapan Terakhir Marc Marquez Musim Ini

    Jakarta

    Musim 2025 tampaknya menjadi periode sulit bagi Marc Marquez. Juara MotoGP tujuh kali itu kemungkinan besar akan absen hingga 16 minggu usai menjalani operasi pada bahu kanannya. Dengan sisa kalender MotoGP hanya tinggal satu bulan lagi, peluang sang juara MotoGP 2025 untuk tampil kembali musim ini semakin menipis.

    “Ini adalah cedera dengan prognosis yang baik dan masa pemulihannya bisa sekitar 16 minggu. Kalau terdapat patah tulang terkait, penanganannya dilakukan dalam jangka waktu operasi yang sama,” jelas Dr. Pedro Luis Ripoll kepada Marca seperti dikutip dari Crash.

    Marc Marquez ditabrak Marco Bezzecchi di MotoGP Mandalika 2025 (5/10/2025) Foto: X.com

    Waktu 16 minggu adalah sekitar dua bulan lebih. Sementara kalender MotoGP 2025 akan berakhir dalam waktu sekira sebulan. Maka sangat kecil kemungkinan Marquez bisa comeback di sisa musim MotoGP 2025.

    Sebagai informasi, Marquez mengalami cedera lagi setelah ditabrak dari belakang oleh Marco Bezzecchi pada lap pembuka Pertamina Grand Prix of Indonesia (5 Oktober lalu). Insiden tersebut membuat pebalap Ducati itu mengalami fraktur korakoid dan kerusakan ligamen pada bahu kanannya.

    “Untungnya, cederanya tidak serius, tetapi penting menghormati jadwal pemulihan,” kata Marquez. “Target saya adalah kembali sebelum akhir musim, tetapi tanpa terburu-buru melakukan hal-hal di luar rekomendasi dokter,” sambung rider asal Spanyol.

    Namun, harapan itu pupus setelah hasil pemindaian menunjukkan tidak ada tanda-tanda stabilisasi yang cukup pasca seminggu imobilisasi. Marquez harus menjalani operasi untuk memperbaiki ligamen akromioklavikular. Untungnya, dokter memastikan tidak ada kaitan dengan cedera lama di lengan kanannya pada 2020.

    Ducati telah mengonfirmasi bahwa Marquez akan absen pada dua seri berikutnya, Phillip Island (Australia) dan Sepang (Malaysia). Michele Pirro akan menjadi penggantinya di Australia.

    MotoGP 2025 sendiri tersisa empat seri lagi, yakni Australia, Malaysia, Portugal, dan Spanyol (Valencia).

    (lua/din)

  • Temuan Kasus Kanker Baru di Cikande Diduga Terkait Paparan Radioaktif Cesium-137, Mayoritas Kanker Serviks, Payudara dan Paru-Paru

    Temuan Kasus Kanker Baru di Cikande Diduga Terkait Paparan Radioaktif Cesium-137, Mayoritas Kanker Serviks, Payudara dan Paru-Paru

    GELORA.CO – Kasus kanker yang terus meningkat di wilayah Kabupaten Serang, Banten, memunculkan dugaan kuat adanya kaitan dengan paparan radioaktif Cesium-137 (Cs-137).

    Data Dinas Kesehatan Provinsi Banten menunjukkan peningkatan tajam kasus kanker dalam dua tahun terakhir. Hingga April 2025, terdapat 472 kasus baru, mayoritas kanker serviks, payudara, dan paru-paru.

    Paparan Cesium-137 menimbulkan dua efek, yaitu deterministik dan stokastik. Efek deterministik seperti luka bakar kulit muncul dalam waktu singkat, sedangkan efek stokastik bekerja diam-diam dan memicu penyakit kronis seperti kanker. Radiasi membuat sel tubuh gagal mati dan terus membelah seperti sel kanker.

    Tahun 2024 tercatat 1.659 kasus kanker aktif di seluruh Banten. Kenaikan ini memperkuat kekhawatiran bahwa paparan radioaktif memperburuk kondisi kesehatan masyarakat.

    Cesium-137 meniru karakteristik kalium, sehingga mudah masuk ke sel tubuh dan menyebar ke organ penting. Zat ini menumpuk di sumsum tulang, merusak sistem kekebalan, menurunkan jumlah sel darah putih dan trombosit, serta meningkatkan risiko kanker darah (leukemia).

    Jika Cesium-137 menyebar ke saluran pencernaan, paparan dapat menyebabkan mual, muntah, dan diare. Paparan yang mencapai otak bahkan dapat memicu kejang, disorientasi, hingga kematian dalam hitungan jam.

    Zat radioaktif ini memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun, yang berarti dapat bertahan lama di tubuh manusia maupun lingkungan.

    Lonjakan kasus kanker di Cikande menunjukkan bahwa dampak paparan radioaktif tidak bisa dianggap sepele.

    Data kesehatan, pola sebaran penyakit, dan temuan lapangan mengindikasikan perlunya sistem pemantauan terpadu antara pemerintah daerah, lembaga kesehatan, dan akademisi.

  • DJP, PPATK, dan BPKP Jalin Kerja sama Perketat Pengawasan Penerimaan Negara

    DJP, PPATK, dan BPKP Jalin Kerja sama Perketat Pengawasan Penerimaan Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Pusat teken dua Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    Kegiatan itu berlangsung di Aula Cakti Buddhi Bhakti, Gedung Mar’ie Muhammad, Kantor Pusat DJP, pada Rabu (9/10). Penandatanganan PKS bertujuan memperketat pengawasan penerimaan negara.

    Kepala Kanwil DJP Jakarta Pusat, Eddi Wahyudi, mengatakan kolaborasi sebagai upaya memperkuat koordinasi lintas sektor di bidang perpajakan dari tingkat pusat maupun wilayah.

    “Sebagai wilayah yang menaungi berbagai entitas korporasi strategis, kami berkomitmen menjaga integritas sistem perpajakan melalui kolaborasi berbasis data dan pengawasan bersama,” kata Eddi dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (16/10/2025).

    Dia menjelaskan berdasarkan pemanfaatan Laporan Hasil Analisis (LHA) dari PPATK telah berkontribusi terhadap penerimaan negara hingga Rp18,47 triliun dalam periode 2020–2025.

    Kolaborasi antar sektor juga bertujuan memitigasi kebocoran penerimaan dengan mengawasi segala bentuk aktivitas ekonomi yang berisiko tinggi seperti di sektor kehutanan, perdagangan, dan jasa keuangan.

    Tak hanya itu, Eddi menuturkan kerja sama dapat mendukung mendorong pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dan berkeadilan.

    “langkah ini diharapkan mampu memperkuat posisi Kanwil DJP Jakarta Pusat sebagai frontline unit dalam mendukung reformasi perpajakan nasional berbasis transparansi dan kolaborasi antarlembaga,” kata Eddi.

    Sebagai tindak lanjut tingkat pusat ke wilayah, Kanwil DJP Jakarta Pusat akan berkoordinasi dengan bidang penegakan hukum dan sosialisasi pemanfaatan data PPATK dan hasil audit BPKP. Kemudian penyuluhan secara internal terkait tata kelola pertukaran data, pengamanan informasi, dan etika pengawasan berbasis integritas.

  • Kesepakatan Dagang AS-Korsel Segera Rampung, Menkeu Bessent: Diumumkan Akhir Oktober

    Kesepakatan Dagang AS-Korsel Segera Rampung, Menkeu Bessent: Diumumkan Akhir Oktober

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) dikabarkan hampir merampungkan kesepakatan dagang dengan Korea Selatan dan menargetkan pengumuman resmi dalam waktu 10 hari ke depan.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan proses perundingan dengan Seoul telah memasuki tahap akhir. 

    “Kami hampir selesai dengan Korea. Masalahnya hanya ada di rincian teknis, dan kami sedang merapikannya,” ujarnya dikutip dari Reuters, Kamis (16/10/2025).

    Bessent menuturkan pejabat dari kedua negara tengah menggelar pembahasan di sela-sela pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Washington pekan ini.

    Dalam pernyataan terpisah kepada wartawan, Bessent menambahkan bahwa perbedaan pandangan terkait komitmen investasi yang dijanjikan Korea Selatan diyakini dapat diselesaikan.

    “Saya yakin perbedaan tersebut bisa diatasi. Kami masih berdiskusi, dan saya memperkirakan akan ada hasil dalam 10 hari ke depan,” katanya.

    Ketika ditanya apakah Departemen Keuangan AS mendukung pembentukan fasilitas currency swap dengan Korea Selatan, Bessent menjawab hal itu menjadi kewenangan Federal Reserve. Namun, dia mengaku terkejut bahwa fasilitas tersebut belum tersedia.

    “Jika saya Ketua The Fed—meski saya bukan—Korea seharusnya sudah memiliki fasilitas swap mata uang, begitu juga Singapura,” ujarnya.

    Pejabat AS dan Korea Selatan sama-sama berupaya menuntaskan kesepakatan dagang sebelum akhir Oktober, bertepatan dengan pelaksanaan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Seoul. Presiden AS Donald Trump dijadwalkan hadir dalam pertemuan tersebut dan akan bertemu Presiden China Xi Jinping di sela-sela agenda KTT.

    Penasihat kebijakan senior Presiden Korea Selatan, Kim Yong-beom, mengatakan bahwa kedua negara telah mencapai kemajuan signifikan dalam negosiasi terkait investasi senilai US$350 miliar yang dijanjikan Seoul di AS sebagai imbalan atas pengurangan tarif dagang. Komitmen itu disampaikan dalam kesepakatan awal yang diumumkan pada Juli lalu.

    Dalam wawancara dengan sebuah kanal YouTube, Kim mengungkapkan bahwa tim negosiator AS telah mengajukan proposal baru mengenai cara implementasi paket investasi tersebut, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

    Sementara itu, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung sebelumnya memperingatkan bahwa ekonomi negaranya bisa menghadapi krisis serupa dengan krisis finansial Asia 1997 jika pemerintah menerima tuntutan AS dalam perundingan dagang tanpa adanya mekanisme perlindungan.