Blog

  • DKPP luncurkan IKEPP 2024 besok

    DKPP luncurkan IKEPP 2024 besok

    Untuk pertama kalinya DKPP akan memublikasi hasil IKEPP dari seluruh wilayah Indonesia

    Jakarta (ANTARA) – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan meluncurkan Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP) tahun 2024 di Jakarta, Kamis (30/1) besok.

    Sekretaris DKPP David Yama mengungkapkan kegiatan Ekspos IKEPP DKPP Tahun 2024 merupakan hasil dari survei terhadap kepatuhan Kode Etik Penyelenggara Pemilu yang dilakukan DKPP di 38 provinsi pada tahun 2024.

    “Untuk pertama kalinya DKPP akan memublikasi hasil IKEPP dari seluruh wilayah Indonesia,” kata David dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Indeks ini merupakan bentuk inovasi DKPP pada tahun 2024 di mana penelitiannya dilakukan pada penyelenggara pemilu tingkat provinsi yang selanjutnya akan dikembangkan ke tingkat kabupaten/kota.

    Dari hasil survei tersebut, sambung David, diketahui tingkat kepatuhan KPU dan Bawaslu tingkat provinsi di Indonesia terbilang Patuh. Kendati demikian, ia menyebut tingkat kepatuhan ini masih belum dapat dikatakan aman.

    “Hasil selengkapnya nanti akan diungkap dalam Ekspos IKEPP DKPP Tahun 2024,” jelasnya.

    Dia menjelaskan IKEPP adalah sebuah instrumen pengukuran untuk memetakan secara kuantitatif dan kualitatif kepatuhan Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) di Indonesia.

    “Nantinya Ekspos IKEPP 2024 akan dihadiri oleh Ketua Komisi II DPR, Wakil Menteri Dalam Negeri, dan perwakilan dari Bappenas,” ungkap David.

    David menambahkan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu sudah dinilai sebagai sebuah tantangan dalam membangun demokrasi di Indonesia.

    Tantangan ini pun sudah disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    “Sehingga keberadaan IKEPP mutlak dibutuhkan untuk memetakan tingkat kepatuhan etik penyelenggara Pemilu di seluruh wilayah Indonesia,” pungkas dia.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • Tinggal Sama Nenek, Korban Ombak Pantai Drini Dikenal Baik dan Supel

    Tinggal Sama Nenek, Korban Ombak Pantai Drini Dikenal Baik dan Supel

    Mojokerto (beritajatim.com) – Korban keempat yang ditemukan meninggal akibat ombak Pantai Drini, Rifky Yoeda Pratama dikenal baik dan dikenal sebagai pribadi yang baik dan suka bergaul (supel). Korban setiap magrip mengajak teman-temannya untuk sholat berjamaah.

    Pelajar kelas 7 SMPN 7 Kota Mojokerto ini tinggal di Perumahan The Suam Residence Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto bersama sang nenek, Sarminah. Kedua menempat Blok N Nomor 6 lebih dari setahun yang lalu.

    Ketua RT 02, Vivi Yuliana mengatakan, jika korban sudah ditinggal meninggal oleh ibunya, Siti Rositasari saat duduk di bangku Sekolah Dasar. “Bapaknya baru menikah dan tinggal di Krian sama ibu sambungnya. Dia tinggal di sini sama neneknya, lebih dari setahun,” ungkapnya, Rabu (29/1/2025).

    Masih kata Vivi, nenek Sarminah merupakan ayah korban, Yohanes Iskandar. Ibu korban dan dua adiknya sudah meninggal dan dimakamkan di Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo. Dua adik korban meninggal saat bayi dan berusia satu tahun sehingga korban merupakan piatu.

    “Saya tahunya tinggal di Tirta Suam sudah lama terus pindah ke sini setahun an. Neneknya Rifky ini, ibunya Pak Yohanes ayahnya Rifky. Neneknya tunggal berdua sama Rifky saja. Kurang tahu tapi tadi rundingan mau ikut anaknya yang di Malang (nenek korban),” katanya.

    Menurutnya nenek korban tak kuasa kehilangan sang cucu, nenek korban sempat shock tidak percaya cucunya pergi untuk selamanya. Lantaran sang nenek sudah lanjut usia (lansia) sehingga ia menemani nenek korban sejak kabar hilangnya korban pada, Selasa (28/1/2025) kemarin.

    “Anaknya sangat baik, kalau magrib itu pasti ngajak anak-anak kecil untuk sholat ke masjid. Ananda Rifky ini sempat ikut pengajian Isro Miroj malamnya (Minggu malam),” tambah Pengurus RW 03, Latif Sutopo.

    Sebelumnya, Rifky Yoeda Pratama dinyatakan hilang oleh Tim SAR saat ombak Pantai Drini menyeret 13 siswa SMPN 7 Kota Mojokerto pada, Selasa (28/1/2025) kemarin. Dari 13 siswa tersebut, tiga ditemukan dalam kondisi meninggal dan sembilan ditemukan selamat. [tin/kun]

  • Dedi Mulyadi Bertemu Kepala Daerah Terpilih Se-Jabar, Sepakati Efisiensi Anggaran dan Penutupan Tambang Ilegal
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        29 Januari 2025

    Dedi Mulyadi Bertemu Kepala Daerah Terpilih Se-Jabar, Sepakati Efisiensi Anggaran dan Penutupan Tambang Ilegal Bandung 29 Januari 2025

    Dedi Mulyadi Bertemu Kepala Daerah Terpilih Se-Jabar, Sepakati Efisiensi Anggaran dan Penutupan Tambang Ilegal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Gubernur Jawa Barat
    terpilih
    Dedi Mulyadi
    bertemu dengan seluruh bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota terpilih se-Jawa Barat.
    Pertemuan digelar di Lembur Pakuan, Subang, Jawa Barat Rabu (29/1/2025).
    Menurut Dedi, dalam pertemuan itu, ia dan para kepala daerah terpilih membahas tentang efisiensi anggaran.
    Kepada
    Kompas.com
    , Rabu malam, mantan bupati Purwakarta itu mengungkapkan, semua kepala daerah terpilih di Jabar menyepakati anggaran akan diprioritaskan untuk kebutuhan penting masyarakat.
    Mulai dari pembangunan jalan, irigasi, pemenuhan kebutuhan listrik dan lainnya.
    “Kami juga sepakat semua tambang ilegal di seluruh daerah di Jawa Barat ditutup,” tandas Dedi.
    Selain itu, lanjut Dedi, semua kepala daerah terpilih sepakat untuk tidak membeli mobil dinas baru.
    “Kecuali yang sudah kadung membeli. Karena itu enggak bisa dibatalkan,” kata Dedi.
    Pertemuan itu juga diposting Dedi di akun TikToknya. Dalam postingan itu Dedi berharap dalam pemerintahannya nanti, tak ada lagi rakyat Jawa Barat yang bocor rumahnya.
    “Tak ada lagi jalan berlubang, tak ada lagi petani yang menangis karena tak ada pupuk, dan kurangnya jaringan irigasi. Pokoknya semuanya bahagia, baik yang berkeluarga maupun duda,” katanya disambut tepuk tangan para kepala daerah terpilih.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BREAKING NEWS! Mayat Perempuan Tanpa Identitas Ditemukan di Rumah Kosong Bogor

    BREAKING NEWS! Mayat Perempuan Tanpa Identitas Ditemukan di Rumah Kosong Bogor

    JABAR EKSPRES – Seorang perempuan tanpa identitas ditemukan tewas terlanjang di dalam sebuah rumah kosong di Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Rabu (29/1).

    Penemuan mayat perempuan berambut panjang itu, berawal dari calon pembeli rumah kosong tersebut.

    Saat mengecek dengan pemilik rumah, calon pembeli itu menemukan mayat tergeletak yang sebelumnya disangka boneka.

    Sekretaris Desa Ciherang Pondok, Acep Tamamudin, menjelaskan, mayat perempuan tersebut ditemukan di dalam rumah yang sudah lama kosong dan tidak terurus.

    BACA JUGA: Geger! Kematian Janggal Pria di Pacet Bandung, Diduga Jadi Korban Pembunuhan

    “Rumah tersebut rencananya akan dijual, dan teman saya membawa calon pembeli untuk melihat-lihat rumah. Ternyata, saat diperiksa, ditemukan mayat” ujarnya.

    “Disangka boneka, nelpon ke saya, orang kecamatan, di lihat-lihat, ternyata orang itu,” sambungnya.

    Acep Tamamudin menduga mayat perempuan itu diduga sudah lama meninggal, sehingga identitasnya sulit diketahui.

    Mayat itu kemudian dibawa oleh tim Inafis Polres Bogor ke Kramat Jati untuk proses identifikasi lebih lanjut.

    BACA JUGA: Tega! Orang Tua Buang Mayat Bayi di Rumah Kosong Jakarta Utara, Polisi Kejar Pelaku

    Acep menambahkan, selama ini tidak ada laporan warga yang hilang di daerahnya.

    “Selama ini tidak ada informasi warga hilang, dan ini rumah itu udah lama kosong, bekas sempat dikontrak lama,” pungkasnya.

  • Dua Perahu Nelayan di Karawang Terbalik Dihantam Ombak, Satu Tewas dan Satu Hilang
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        29 Januari 2025

    Dua Perahu Nelayan di Karawang Terbalik Dihantam Ombak, Satu Tewas dan Satu Hilang Bandung 29 Januari 2025

    Dua Perahu Nelayan di Karawang Terbalik Dihantam Ombak, Satu Tewas dan Satu Hilang
    Tim Redaksi
    KARAWANG, KOMPAS.com
    – Dua perahu nelayan dihantam ombak besar di perairan
    Karawang
    , Jawa Barat, Rabu (29/1/2025).
    Akibatnya, satu orang nelayan tewas, satu kritis, tiga selamat, dan satu belum ditemukan.
    Kasi Humas Polres Karawang Ipda Solikhin mengatakan, insiden
    kecelakaan laut
    itu bermula saat dua rombongan perahu nelayan berangkat melaut sekitar pukul 05.30 WIB.
    Kemudian, sekitar pukul 08.30 WIB, ombak besar menghantam hingga perahu berdiri tegak vertikal ke atas.
    “Dua perahu nelayan yang sedang melakukan aktivitas penangkapan ikan, tiba-tiba dihantam oleh ombak besar yang tidak terduga,” kata Solikhin, saat dikonfirmasi melalui telepon.
    Kemudian, sekitar pukul 10.30 WIB, lima korban ditemukan oleh Karmin, nelayan yang melintas di perairan itu.
    Kondisinya satu orang meninggal, satu kritis, dan tiga selamat. Adapun satu orang nelayan masih hilang.
    Solikhin mengatakan, Satuan Polisi Air dan Udara (Plairud) Polres Karawang, Anggota Polsek Tirtajaya, dan tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kecamatan Tirtajaya telah dikerahkan untuk melakukan pencarian dan pertolongan.
    Kondisi cuaca yang buruk dan gelombang besar mempersulit upaya penyelamatan.
    “Kami berharap korban yang masih hilang dapat segera ditemukan dan kondisi cuaca dapat segera membaik. Semoga tragedi ini tidak terjadi lagi di masa depan,” kata Solikhin.
    Dari insiden tersebut, Solikhin mengimbau nelayan senantiasa memantau kondisi cuaca sebelum melaut. Tujuannya untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya badai atau ombak besar.
    “Selain itu, menggunakan peralatan keselamatan. Pastikan untuk menggunakan peralatan keselamatan yang memadai, seperti pelampung, jaket keselamatan, dan komunikasi radio,” ujar Solikhin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hujan Deras di Plosoklaten Kediri Sebabkan Banjir dan Jembatan Jebol

    Hujan Deras di Plosoklaten Kediri Sebabkan Banjir dan Jembatan Jebol

    Kediri (beritajatim.com) – Hujan deras yang mengguyur wilayah Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, pada Rabu (29/1/2025) sore, mengakibatkan banjir dan kerusakan infrastruktur. Air meluap hingga menutupi jalan di Dusun Sepawon dan Dusun Ngrangkah, Desa Sepawon. Akibatnya, akses kendaraan roda dua sempat terputus, dan sebuah jembatan mengalami kerusakan.

    Berdasarkan laporan yang diterima beritajatim.com dari BPBD Kabupaten Kediri menyebutkan, hujan mulai turun sekitar pukul 14.30 WIB dengan intensitas tinggi. Setengah jam kemudian, curah hujan semakin meningkat dan menyebabkan genangan air mulai meluap ke jalan.

    “Pukul 15.00 WIB intensitas hujan mulai meningkat dan air hujan mulai meluap di Jalan Dusun Sepawon dan Dusun Ngrangkah, Desa Sepawon, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri,” demikian laporan kejadian.

    Situasi semakin memburuk pada pukul 16.00 WIB, di mana luapan air semakin tinggi dan menggenangi jalan di dua dusun tersebut. Hingga pukul 17.10 WIB, derasnya air menyebabkan kerusakan infrastruktur.

    “Luapan air semakin deras akhirnya mengakibatkan jembatan jebol antara dari Dusun Sepawon ke arah Dusun Badek tidak bisa dilewati,” demikian keterangan dalam laporan resmi BPBD Kabupaten Kediri.

    Namun, kondisi mulai berangsur normal pada pukul 17.50 WIB, ketika debit air mulai surut dan jalan sudah kembali bisa dilewati.

    Meski tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, banjir menyebabkan beberapa dampak materiil. Antara lain :

    1. Jalan Dusun Sepawon dan Dusun Ngrangkah sempat tergenang air setinggi 30 cm, sehingga tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda dua.
    2. Sebuah jembatan yang menghubungkan Dusun Sepawon dan Dusun Badek mengalami kerusakan akibat derasnya arus air.

    “Hingga saat ini, warga setempat masih berupaya membersihkan sisa lumpur yang terbawa banjir, sementara pihak terkait diharapkan segera melakukan perbaikan terhadap jembatan yang jebol agar akses masyarakat kembali normal,” ujar Muntaji, salah satu warga. [nm/kun]

  • Gorontalo Waspada Puncak Musim Hujan, Siaga Cuaca Ekstrem

    Gorontalo Waspada Puncak Musim Hujan, Siaga Cuaca Ekstrem

    Liputan6.com, Gorontalo – Provinsi Gorontalo kini memasuki puncak musim hujan dengan intensitas curah hujan yang terus meningkat. Fenomena ini dipengaruhi oleh dua faktor atmosfer utama, yakni La Nina dan penguatan angin Monsun Asia, yang membawa kelembapan tinggi serta massa udara basah ke wilayah tersebut.

    Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), La Nina merupakan fenomena penurunan suhu permukaan laut di kawasan Samudra Pasifik tropis.

    Kondisi ini diperkirakan berlangsung hingga Mei 2025, memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di wilayah Gorontalo.

    Selain itu, angin Monsun Asia yang bertiup periodik membawa massa udara lembap, memicu pembentukan awan hujan yang menyebabkan hujan berintensitas ringan hingga lebat.

    “Kondisi atmosfer di Gorontalo yang cenderung labil semakin mendukung terjadinya hujan lebat,” ujar Muhammad Yandar Saputra, staf Stasiun Klimatologi Gorontalo.

    BMKG mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang, terutama di daerah-daerah rawan bencana.

    Muhammad Yandar menjelaskan, meskipun curah hujan rata-rata tergolong ringan hingga sedang, potensi cuaca ekstrem tetap harus diantisipasi. Wilayah-wilayah yang rawan banjir dan longsor disebut memiliki risiko lebih tinggi terkena dampak serius.

    “Daerah-daerah rawan ini harus menjadi prioritas perhatian, karena curah hujan deras bisa memperburuk kondisi di lokasi tersebut,” tegasnya.

    Sebagai langkah antisipasi, BMKG terus memperbarui informasi cuaca melalui aplikasi InfoBMKG, situs resmi BMKG, serta akun media sosial BMKG Gorontalo.

    Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat memantau perkembangan cuaca secara real-time dan mempersiapkan diri menghadapi potensi cuaca ekstrem.

     

    Nasib Bayi dan Balita di Pengungsian Banjir Cilacap

  • KKP Hentikan Reklamasi Tak Berizin di Pulau Pari oleh PT CPS

    KKP Hentikan Reklamasi Tak Berizin di Pulau Pari oleh PT CPS

    JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) mengambil langkah tegas untuk menangani dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang laut oleh PT CPS di Pulau Pari pada Selasa 28 Januari.

    Pengawasan ini dilakukan oleh Polsus PWP3K Ditjen PSDKP terhadap lokasi kegiatan yang sebelumnya dilaporkan melakukan reklamasi di luar izin yang diberikan.

    “Hasil pengawasan menunjukkan tidak ada aktivitas yang berlangsung di lokasi tersebut. Petugas hanya menemukan sejumlah pekerja berjaga dan alat berat yang tidak beroperasi,” ujar Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin, Rabu, 29 Januari.

    Untuk memastikan kegiatan dihentikan sepenuhnya, KKP memasang spanduk penghentian kegiatan, disaksikan langsung oleh perwakilan PT CPS.

    Langkah ini merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan lapangan pada 20 Januari 2025, di mana ditemukan aktivitas reklamasi berupa galian dan urukan substrat seluas kurang lebih 18 m2, yang direncanakan sebagai kolam labuh dan sandar kapal.

    Aktivitas tersebut melanggar ketentuan dalam Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang diterbitkan pada 12 Juli 2024.

    Izin tersebut hanya mencakup pembangunan cottage apung dan dermaga wisata di area seluas 180 hektare.

    Untuk memastikan kepatuhan dan mencegah pelanggaran serupa, KKP telah menjadwalkan pengumpulan bahan dan keterangan dari pihak PT CPS pada 30 Januari 2025.

    “Kegiatan ini bertujuan untuk mendalami dugaan pelanggaran dan menentukan sanksi administratif sesuai ketentuan,” imbuh dia.

  • Jakarta Dikepung Banjir, Hujan Deras di Malam Tahun Baru Imlek Disebut di Luar Prediksi – Halaman all

    Jakarta Dikepung Banjir, Hujan Deras di Malam Tahun Baru Imlek Disebut di Luar Prediksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hujan deras di malam tahun baru Imlek, Selasa (28/1/2025) disebut terjadi di luar prediksi hingga mengakibatkan banjir di sejumlah wilayah di Jakarta.

    Hal itu diungkapkan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi.

    Menurut Teguh, pihaknya telah mengantisipasi banjir di Jakarta sebelum, sesaat, dan setelah perayaan Imlek.

    Hujan pada Selasa malam disebut Teguh di luar prediksi BMKG yang memprakirakan hanya terjadi hujan sedang lebat.

    “Namun ternyata, petang sampai dengan malam kemarin itu adalah cuaca ekstrem. Hujan sangat lebat bahkan sama dengan pada waktu kejadian tahun 2020-2021,” kata Teguh di TMII, Jakarta Timur, Rabu (29/1/2025), dilansir Wartakota.

    Diketahui sejumlah wilayah di Jakarta Barat, Utara, dan Timur mengalami banjir.

    Meski begitu, Teguh bersyukur karena kondisi Bendung Katulampa pada Selasa malam masih terpantau normal.

    “Kemudian karena sejak beberapa hari ini saya sudah instruksikan untuk waspada untuk siaga semuanya bisa bergerak cepat, ya satu sisi kita tetap prihatin ada musibah banjir itu, genangan itu, sudah kita lokalisir,” ungkap Teguh.

    Meski pun sudah berupaya, tapi Teguh menyatakan beberapa wilayah di Jakarta masih alami genangan dan banjir.

    Sebab, daya tampung infrastruktur terhadap penanganan banjir di Jakarta perhari hanya bisa menampung 150 milimeter.

    “Nah kemarin, tadi malam itu, hujannya sampai ada datanya sekitar 300 sekian. Saya cek dulu ya biar ga salah ya,” tegas Teguh.

    “Jadi kemarin itu, tadi malam itu ada di beberapa tempat sampai dengan 368 mm, itu curah hujannya,” tambah Teguh.

    Ribuan Warga Jakarta Mengungsi

    Banjir yang menerjang Jakarta mengakibatkan ribuan warga mengungsi.

    Berdasar catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta pada Rabu (29/1/2025) pukul 13.00 WIB, sebanyak 2.993 warga Jakarta Barat dan Jakarta Utara mengungsi karena banjir.

    Kepala BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji mengungkapkan sejumlah posko pengungsian telah disiapkan.

    Selain itu, logistik kebutuhan warga juga disiapkan.

    “Bantuan BPBD berupa air mineral 20 dus, makanan siap saj 362 buah, family kit 70 paket, selimut 160 lembar, paket sandang 64 paket, sarung 36 lembar, terpal 35 lembar dan kids ware 36 paket,” jelas Isnawa, Rabu.

    Genangan dan banjir melanda 34 RT dan 16 ruas jalan di Jakarta. 

    Ketinggian air bervariasi mulai dari 15 sentimeter hingga 100 sentimeter.

    BPBD mengerahkan personel untuk memonitor kondisi genangan di setiap wilayah.

    BPBD juga mengoordinasikan unsur Dinas SDA, Dinas Bina Marga, Dinas Gulkarmat untuk melakukan penyedotan genangan dan memastikan tali-tali air berfungsi dengan baik bersama dengan para lurah dan camat setempat.

    “Genangan ditargetkan untuk surut dalam waktu cepat,” ucapnya.

    Isnawa mengimbau kepada masyarakat agar tetap berhati-hati dan waspada terhadap potensi genangan. 

    Masyarakat dapat menghubungi nomor darurat melalui panggilan 112.

    “Layanan ini gratis dan beroperasi selama 24 jam non-stop,” tuturnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Banjir Kepung Jakarta, Pj Gubernur: Hujan Ekstrem di Luar Prediksi Kami.

    (Tribunnews.com/Gilang Putranto) (WartaKotalive.com/Miftahul Munir)

  • Perusahaan milik Keuskupan Maumere gusur ratusan rumah warga adat – ‘Kami tidak menyangka gereja bisa melakukan ini’ – Halaman all

    Perusahaan milik Keuskupan Maumere gusur ratusan rumah warga adat – ‘Kami tidak menyangka gereja bisa melakukan ini’ – Halaman all

    Ratusan keluarga dari Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai di Desa Nangahale, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, NTT, memilih tetap tinggal di antara puing-puing reruntuhan bangunan yang hancur digusur PT Kristus Raja Maumere pada pekan lalu.

    Mereka mendirikan ‘rumah darurat’ yang terbuat dari seng dan beratap terpal demi mempertahankan tanah ulayat mereka.

    “Kami tetap bertahan di rumah yang sudah digusur ini, kami bertahan, karena kami punya tanah hak ulayat, kami tidak takut apabila ada preman yang kembali datang,” ujar Kepala Suku Soge, Ignasius Nasi.

    Penggusuran ini merupakan buntut dari konflik lahan yang berlangsung bertahun-tahun antara masyarakat adat dengan perusahaan milik Keuskupan Maumere.

    Direktur Utama PT Kristus Raja Maumere, Romo Epy Rimo, menyebut penggusuran itu sebagai ‘pembersihan’ sebab pihaknya sudah mengantongi hak mengelola tanah tersebut untuk pengembangan bisnis perkebunan kelapa.

    Upaya ‘pembersihan’ itu, klaimnya, akan terus dilakukan dalam waktu dekat.

    Menanggapi persoalan ini Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau, Konferensi Waligereja Indonesia, Romo Marten Jenarut, mengatakan prinsip bisnis dalam gereja harus tetap dalam kerangka mendukung marwah gereja sebagai lembaga keagamaan.

    “Pada prinsipnya ajaran sosial gereja menjunjung tinggi keadilan, kesejahteraan sosial, solidaritas, martabat manusia, dan keutuhan ciptaan,” papar Romo Marten.

    ‘Kami kaget gereja bisa melakukan ini’

    Jejak penggusuran yang terjadi di Desa Nangahale pada Selasa (22/01) lalu masih terasa menyakitkan bagi ratusan keluarga dari Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai.

    Rumah yang mereka bangun dengan hasil jerih payah selama bertahun-tahun porak-poranda digilas ekskavator tanpa ampun.

    Begitu pula kebun yang menjadi sumber hidup mereka.

    Kepala Suku Soge Natarmage, Ignasius Nasi, menceritakan ratusan warga—yang kebanyakan para ibu—sempat mengadang alat berat yang hendak merobohkan rumah-rumah mereka.

    Mereka mencegat ekskavator sambil berteriak: “Inikah perbuatan orang kudus?”

    Ketika Negara dan Tokoh Agama sudah melukai hati rakyat, Pada siapa lagi rakyat mengadu?

    Umat nasrani dan kristen di NTT sedang bersedih.

    Tapi apa daya, jumlah dan kekuatan mereka kalah jauh.

    Sebab tak hanya alat berat yang didatangkan, ada pula ratusan orang yang diduga dari PT Kristus Raja Maumere memakai ikat kepala sambil membawa parang, palu, dan linggis.

    Segerombolan orang itu memaksa warga keluar dari rumah dan mengambil paksa hasil kebun.

    Menurut Ignasius, aparat dari TNI-Polri serta Satpol PP juga berada di lokasi untuk mengawal proses penggusuran.

    Sepekan setelah kejadian itu, ratusan keluarga masih bertahan di lokasi yang sama, tapi kali ini di antara puing-puing rumah yang luluh lantak.

    Mereka mendirikan ‘rumah darurat’ yang terbuat dari seng dan beratap terpal demi mempertahankan tanah ulayat mereka.

    “Kami tetap berada di rumah yang sudah digusur ini, kami tetap bertahan karena kami punya tanah hak ulayat, kami tidak pernah takut apabila ada preman yang kembali datang,” ucap Ignasius.

    Ketika BBC News Indonesia ke sana, sejumlah warga dengan muka hampa sedang mengais barang-barang yang masih bisa dipakai, sebagian lagi sedang memasak, dan yang lain duduk dengan kepala menunduk di dekat rumah yang telah runtuh.

    Ignasius berkata ratusan keluarga ini sudah tinggal di lokasi eks HGU tersebut sejak 2014. Persisnya ketika kontrak HGU yang dimiliki Keuskupan Agung Ende berakhir.

    Sebab mereka meyakini tanah ini adalah warisan leluhur mereka.

    “Tanah ini… tanah warisan leluhur dari turun-temurun, sehingga kami kembali tinggal di sini,” jelas Ignasius.

    Di lahan yang terletak di Desa Nangahale ini lah mereka lantas mendirikan rumah-rumah dan berkebun.

    Total ada 150 kepala keluarga yang sebagian besar bekerja sebagai petani.

    Konflik muncul kala PT Kristus Raja Maumere—perusahaan milik Keuskupan Maumere—hendak melanjutkan kontrak HGU di tanah tersebut.

    Sependek ingatan Ignasius, sejak Desember tahun 2023 setidaknya sudah ada tiga kali upaya penggusuran dan semuanya terjadi perlawanan.

    Penggusuran yang terakhir pada pekan lalu adalah puncak kekecewaan mereka.

    Imbasnya hubungan warga dengan gereja, jadi renggang. Bahkan masyarakat setempat tidak nyaman untuk beribadah di gereja.

    Ada perasaan sesal dan sakit hati karena “Yesus Kristus tidak pernah mengajarkan perbuatan seperti ini,” tutur Ignasius.

    “Kami tidak menyangka, kami kaget pihak gereja bisa melakukan ini. Bangunan rumah kami rusak, tanaman rusak, dan sumur air ditutup semua.”

    “Saat ini kami pun belum bisa ke gereja, tapi kami tidak bisa lepas dengan agama.”

    Anggota Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sikka, John Bala, mengatakan penggusuran pekan lalu itu sebetulnya terjadi di beberapa lokasi: dua rumah di Utan Wair, seratus lebih unit di Pedan, Desa Nangahale dan lima lainnya di Wair Hek, Desa Likong Gete.

    Jika dijumlahkan maka ada 450 jiwa yang terdampak.

    Bagaimana silsilah tanah ini?

    John Bala, Anggota Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sikka, menuturkan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai sudah mendiami wilayah di Desa Nangahale dan sekitarnya jauh sebelum kolonial Belanda menguasai tanah tersebut pada 1912.

    Itu dibuktikan dari beberapa dokumen sejarah gereja Katolik di NTT dan Maumere.

    Dokumen itu menyebutkan ada tiga stasi utama dalam Misi Dominikan di wilayah Maumere yakni Sikka, Paga, dan Krowe.

    Dalam peta Stasi Misi dari zaman Dominikan yang dibuat oleh B.J.J. Visser, stasi Krowe ditempatkan di sekitar Nangahale –yang sekarang adalah lokasi konflik HGU dengan PT Kristus Raja Maumere.

    “Jadi ada keyakinan bahwa itu tanah leluhur suku Soge dan Goban Runut,” ujar John Bala kepada BBC News Indonesia, Senin (27/01).

    “Dan semestinya mereka mendapatkan tanah itu sebagai kewajiban negara untuk melayani kepentingan masyarakat adat dan petani yang tidak bertanah,” sambungnya.

    John kemudian merujuk pada dokumen permohonan pembaruan HGU yang diajukan oleh PT Kristus Raja Maumere tertanggal 3 November 2013.

    Katanya tertulis di situ, pada 1912 keluar surat keputusan dari pemerintah kolonial Belanda yang memberikan izin kepada perusahaan Amsterdam Soenda Compagny—yang berada di Amsterdam—untuk usaha penanaman kapas dan kelapa seluas 1.438 hektare.

    Tetapi perusahaan ini dilaporkan terus merugi gara-gara perkebunan kapasnya sering dibakar oleh rakyat.

    Karena kondisi demikian, pada 1926 perkebunan tersebut dijual oleh perusahaan Belanda kepada Apostolishe Vicariaat Van de Kleine Soenda Hilanden atau Keuskupan Agung Ende senilai 22.500 gulden.

    Perjanjian jual beli dibuat dengan akte penyerahan tanggal 10 Mei 1926 di hadapan Assisten Residen van Flores, Karel Christian van Haaster.

    Selanjutnya pada 1956, Keuskupan Agung Ende mengajukan permohonan kepada pemerintah swapraja Sikka untuk mengembalikan sebagian tanah konsesi seluas 783 hektare di Nangahale dengan alasan: telah diduduki dan diusahakan oleh rakyat.

    Tapi sisanya, tetap dikelola oleh Keuskupan Agung Ende.

    Pascakemerdekaan, sesuai aturan UU Pokok Agraria, pemerintah menetapkan perkebunan itu sebagai Hak Guna Usaha (HGU) melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan nomor 4/HGU/89 tertanggal 5 Januari 1989.

    Keuskupan Agung Ende lantas mengajukan permohonan HGU atas tanah perkebunan Nangahale seluas 879 hektare, dan dikabulkan.

    Penerima HGU ini adalah perusahaan bentukan Keuskupan Agung Ende, yakni PT Perkebunan Kelapa Diag (Dioses Agung Ende) dengan jangka waktu selama 25 tahun dan berakhir pada 31 Desember 2013.

    Ketika Keuskupan Maumere berpisah dari Keuskupan Agung Ende, konsesi HGU PT Perkebunan Kelapa Diag diserahkan kepada PT Kristus Raja Maumere (Krisrama) yang dinaungi oleh Keuskupan Maumere.

    Pada 2013—sebelum berakhirnya masa HGU PT Diag—PT Kristus Raja Maumere mengajukan permohonan pembaharuan HGU ke Kementerian ATR/BPN.

    Tapi, usulan itu ditunda karena ada keberatan dari masyarakat adat Soge Natarmage dan Goban Runut yang mengeklaim telah menduduki tanah tersebut.

    “Dari silsilah itu jelas tanah HGU PT Kristus Raja Maumere berasal dari tanah milik masyarakat adat Soge Natarmage dan Goban Runut. Tanah ini diambil oleh kolonial Belanda kemudian disewakan kepada perusahaan kolonial Belanda,” kata John.

    “Hingga seterusnya dijual kepada misi gereja Katolik ketika itu.”

    “Waktu itu yang berlaku hukum kolonial Belanda yang sama sekali tidak mengakui hak-hak masyarakat adat.”

    Perjuangan merebut tanah adat

    Perjalanan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai merebut kembali tanah mereka tidak muncul tiba-tiba.

    Sejak 1912 tercatat sudah ada perlawanan.

    Lalu pada Agustus 2000, masyarakat adat Soge Natarmage yang berada di Utan Wair melakukan reclaiming tanah HGU di Nangahale.

    Dan sebulan setelahnya, terjadi penangkapan terhadap tujuh orang warga karena dituduh mencuri asam di lokasi HGU. Namun beberapa hari kemudian dibebaskan atas desakan masyarakat dan LSM.

    Tahun-tahun setelahnya, masyarakat adat Soge Natarmage bergabung dengan Suku Tana Ai dan komunitas lainnya untuk melakukan aksi demonstrasi ke DPRD Kabupaten Sikka.

    Mereka juga tak gentar atas larangan pemda maupun keuskupan yang melarang pembukaan ladang di dalam kawasan HGU.

    Pada November 2015, perwakilan masyarakat adat Soge Natarmage dan Goban Runut berangkat ke Jakarta untuk menemui pejabat Kementerian ATR/BPN. Niat mereka hendak mengadukan nasib serta menuntut hak-hak sebagai penduduk asli.

    Perjalanan lima hari itu dengan biaya sendiri, kata John Bala.

    Sesampainya di Jakarta, mereka ditemani sejumlah LSM bertemu pihak kementerian. Pejabat kementerian menyampaikan permohonan pembaharuan HGU PT Kristus Raja Maumere akan ditinjau ulang.

    Kementerian, klaim John, juga memerintahkan Kepala Kantor BPN Provinsi NTT untuk melakukan penelitian ulang tanah bekas HGU yang dimohonkan PT Kristus Raja Maumere.

    Serta, meminta perwakilan masyarakat adat kembali berdialog dengan perusahaan.

    “Tapi dialog itu tidak pernah dilakukan sampai ada penerbitan konsesi HGU,” ujar John.

    Namun perlawanan masyarakat adat tak berhenti.

    Berkali-kali mereka mencegat aparat dan Satpol PP untuk melakukan pengukuran dan penanaman pilar tanda batas oleh PT Kristus Raja Maumere bersama pegawai kementerian ATR/BPN di lokasi.

    Mereka juga menghalangi pegawai BPN NTT yang hendak melakukan pemeriksaan tanah sebagai syarat keluarnya HGU.

    Meskipun penerbitan HGU baru untuk PT Kristus Raja Maumere akhirnya tetap keluar pada 20 Juli 2023 seluas 325,682 hektare.

    Dan pada 29 Juli 2024, masyarakat melakukan perlawanan atas pembersihan lahan dengan cara merusak plang yang bertuliskan ‘Tanah ini Milik PT Krisrama, Keuskupan Maumere’.

    Atas aksi itu, delapan orang dilaporkan ke polisi dan ditetapkan sebagai tersangka.

    Proses persidangan masih berlangsung hingga saat ini di Pengadilan Negeri Maumere.

    Sialnya, ungkap John, di persidangan yang berlangsung pada Selasa (22/01) dengan agenda pembacaan eksepsi delapan terdakwa, perusahaan menggusur rumah-rumah warga.

    “Perlawanan [mencegah penggusuran] itu agak terlambat karena sebagian besar warga datang ke pengadilan untuk memberikan dukungan,” ujar John.

    “Jadi perlawanan mencegah itu baru bisa dilakukan sore hari, ketika mereka pulang ke kampung yang jaraknya 30 kilometer.”

    Sementara yang tersisa di kampung, sambungnya, hanya orang tua, para istri, dan anak-anak.

    Apa langkah yang akan ditempuh warga?

    Masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai, klaim John Bala, menilai penerbitan SK HGU Nomor 01/BPN.53/7/2023 tentang Pembaharuan HGU PT Krisrama di Nangahale “cacat secara administrasi” karena tidak memenuhi syarat.

    “Syarat terbit HGU baru itu kan tanah harus berstatus clean and clear, artinya tanah itu tidak boleh ada konflik atau keberatan dari pihak lain. Ini keberatan masyarakat dianggap bukan konflik?” ujarnya.

    Atas dasar itulah, lanjut John, warga akan tetap bertahan di lokasi sembari menempuh langkah-langkah berikutnya.

    Salah satunya, mengajukan keberatan kepada Kementerian ATR/BPN atas penerbitan SK HGU kepada PT Krisrama.

    Pijakan keberatan tersebut merujuk pada diktum keenam dalam SK itu yang menyatakan “apabila di atas tanah yang diberikan HGU terdapat permasalahan, penguasaan, dan atau kepemilikan pihak lain di kemudian hari maka PT Krisrama wajib menyelesaikan masalah tersebut sesuai ketentuan yang berlaku”.

    Lalu, diktum sepuluh menyebutkan “pejabat yang berwenang bisa mencabut izin HGU apabila pemegang hak tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam diktum keenam”.

    Untuk membuktikan adanya persoalan dalam HGU, kata John, mereka akan membeberkan segala peristiwa yang terjadi. Termasuk upaya penggusuran yang belakangan terjadi.

    “Gusur atau pembersihan itu tidak ada dalam mekanisme peraturan yang berlaku. Penggusuran bisa dilakukan setelah ada perintah eksplisit dari pengadilan setelah proses perdata.”

    “Jadi enggak bisa gusur hanya karena sudah diberikan pengumuman di gereja, pengumuman oleh pemda, dan somasi.”

    Ia berharap dengan bukti-bukti tersebut, pemerintah mencabut SK HGU.

    Adapun upaya itu akan dilakukan dalam waktu dekat sembari mengumpulkan data-data di lapangan.

    Apa kata perusahaan dan KWI?

    Direktur Utama PT Kristus Raja Maumere, Romo Epy Rimo, menyebut penggusuran itu sebagai ‘pembersihan’ sebab pihaknya sudah mengantongi hak untuk mengelola tanah tersebut untuk pengembangan bisnis perkebunan kelapa seluas 325 hektare yang ditandai dengan penerbitan sepuluh sertifikat tanah eks HGU.

    Karenanya, kata dia, upaya ‘pembersihan’ itu akan terus dilakukan dalam waktu dekat.

    “Kemudian ada satu poin yang perlu kami lakukan adalah pembersihan lokasi untuk kami buat peremajaan kembali, karena kelapa-kelapa yang ada pada kami sekarang itu, usianya sudah usut…”

    “Karena itu perlu ada peremajaan sesuai dengan bagian dari rencana strategi pendapatan hak untuk kami melakukan mengembangkan kembali bisnis perkebunan kelapa,” papar Romo Epy.

    Direktur PT Pelaksana PT Kristus Raja Maumere, Romo Robertus Yan Faroka, juga membuat klaim bahwa ‘pembersihan’ ini telah melalui prosedur yang berlaku.

    Proses tersebut dimulai dari pengumuman di gereja, pengumuman oleh pemda, pendekatan perorangan, dan somasi hukum.

    Tapi sejumlah warga yang disebutnya ‘okupan’ mengabaikan imbauan-imbauan tersebut. Beberapa warga, katanya, secara sukarela mengosongkan pondok-pondok mereka.

    “Yang diviralkan kemarin hanya segelintir orang yang diminta bertahan oleh beberapa LSM dan aktor intelektual untuk kepentingan diri mereka sendiri,” ucapnya seperti dilansir Tempo.co.

    Merespons persoalan konflik lahan ini, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyarankan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai mengajukan gugatan hukum ke pengadilan jika merasa lahan HGU yang diberikan kepada PT Kristus Raja Maumere atau Krisrama cacat administrasi.

    Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau KWI, Romo Marten Jenarut, mengatakan opsi lain yang bisa dilakukan warga adalah mengajukan permohonan kepada Badan Pertanahan Nasional untuk membatalkan HGU tersebut.

    Namun dalam perkara ini, ia seakan menyiratkan bahwa KWI tidak memiliki kewenangan apa pun.

    “KWI bukan atasannya Keuskupan Maumere atau Keuskupan Maumere bukan subordinasi dari KWI. KWI hanya menjadi koordinator program-program tingkat keuskupan di seluruh Indonesia…”

    “Pihak-pihak yang terkait masalah ini adalah PT Krisrama dengan beberapa masyarakat adat. Bentuk-bentuk pilihan penyelesaian masalah selalu diawali dengan dialog dan musyawarah,” ucap Romo Marten Jenarut kepada BBC News Indonesia (27/01).

    Kendati demikian dia mengatakan prinsip bisnis dalam gereja harus tetap dalam kerangka mendukung marwah gereja sebagai lembaga keagamaan.

    “Pada prinsipnya ajaran sosial gereja menjunjung tinggi keadilan, kesejahteraan sosial, solidaritas, martabat manusia, dan keutuhan ciptaan,” papar Romo Marten.

    Sementara itu, Kepala Suku Soge, Ignasius Nasi, berharap pemerintah berpihak pada masyarakat adat, bukan gereja atau perusahaan. Sebab tugas negara, katanya, sebagai pengayom yang memberikan perlindungan kepada warganya.