Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, TANJUNG PRIOK – Kaum buruh transportasi yang bekerja di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara meminta Menteri BUMN Erick Thohir memecat Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).
Permintaan ini muncul menyusul adanya kemacetan ekstrem di ruas jalan sekitar pelabuhan selama beberapa hari, sejak Kamis (17/4/2025) hingga Sabtu (19/4/2025).
Permintaan ini muncul dari sejumlah serikat, antara lain Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI), dan Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI).
“Merespons berbagai macam persoalan kami dari KPBI, FBTPI, dan SBTPI, akan melanjutkan perjuangan mendesak Pelindo agar segera melakukan pembenahan secara serius berikan keadilan kepada para buruh sopir dan warga Jakarta Utara,” ucap Ketua Umum KPBI Ilhamsyah, Senin (21/4/2025).
“Tuntutan kami, yakni pecat dirut Pelindo, dirut MTI, dan dirut NPCT1. Selain itu, bongkar common gate MTI, serta hapuskan kebijakan gate pass berbayar,” sambung dia.
Ilhamsyah mengatakan, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu pelabuhan di Indonesia yang menjadi gerbang ekonomi nasional.
Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan tersibuk di Indonesia dengan bentang sejarah yang panjang dan erat kaitannya terhadap perkembangan perdagangan.
Menurut Ilhamsyah, Pelabuhan Tanjung Priok kian berkembang seiring kemajuan zaman dan Pelindo dipercaya sebagai salah satu perusahaan BUMN untuk mengelolanya.
Namun demikian, kata Ilhamsyah, pada kenyataannya kemajuan tidak serta merta selaras membawa kesejahteraan kepada para buruh, dan masyarakat yang berada disekitar wilayah Pelabuhan Tanjung Priok.
“Beragam persoalan yang timbul justru disebabkan oleh aktivitas Pelabuhan Tanjung Priok yang dikelola oleh Pelindo. Mulai dari persoalan ketenagakerjaan, premanisme dan pungli, kemacetan, bahkan terdapat indikasi terjadi tindak pidana Korupsi dalam pengelolaan perusahan yang notabene sebagai perusahaan milik negara,” ungkap Ilhamsyah.
“Pada tanggal 11 Februari 2025 yang lalu, FBTPI terlibat dalam pengorganisiran dan aksi massa bersama Keluarga Besar Sopir Indonesia (KB-SI) dalam merespon persoalan biaya masuk pelabuhan (gate pass), pemberantasan pungutan liar dan premanisme, perbaikan sistem operasi pelabuhan, perbaikan dan pengadaan fasilitas serta kemacetan,” sambungnya.
Ilhamsyah lalu menilai, kemacetan ekstrem menjadi permasalahan tradisional yang tidak pernah diselesaikan tuntas.
Baginya, keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok kini bukan membawa kabar gembira bagi masyarakat, tetapi membawa kabar duka yang selalu menghantui masyarakat.
“Pengelolaan yang ugal-ugalan, tidak profesional dan jauh dari azas keadilan bagi seluruh rakyat, terpampang jelas dari pengelolaan kuota container yang seharusnya 2.500 per hari dipaksakan menjadi 7.000 per hari,” ucap dia.
Berdasarkan investigasi FBTPI, beberapa keterangan anggota dari Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI) yang bekerja sebagai sopir trailer keluar masuk Pelabuhan Tanjung Priok, Ilhamsyah mengungkapkan kemacetan juga disebabkan oleh beberapa faktor.
Di antaranya jumlah alat yang masih sangat terbatas, sistem sering eror, dan common Gate MTI tidak efektif penggunaannya.
“Gate MTI yang merupakan common gate, rencananya akan mengatur mobil yang akan menuju ke NPCT1, NPCT2, dan NPCT3 sedangkan sekarang NPCT2 dan NPCT3 belum beroperasi. Di sisi lain, common gate MTPI keberadaannya di dekat jalan raya, sehingga Common Gate MTI menyebabkan kemacetan sampai ke jalan raya,” pungkas Ilhamsyah.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya


/data/photo/2025/04/21/68061bfea0db3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)




/data/photo/2014/09/20/182545320140916-144545780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

