PA Sumenep: Gugatan Cerai dari Pihak Istri di 2025 Meningkat

PA Sumenep: Gugatan Cerai dari Pihak Istri di 2025 Meningkat

Sumenep (beritajatim.com) – Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sumenep mencatat lonjakan gugatan cerai dari pihak istri selama lima bulan pertama tahun 2025. Berdasarkan data resmi, hingga Mei 2025, tercatat 810 perkara perceraian didaftarkan, dengan 525 di antaranya merupakan cerai gugat yang diajukan oleh istri. Angka ini menunjukkan dominasi perempuan sebagai penggugat cerai di Sumenep.

Ketua PA Sumenep, Moh. Jatim, menyampaikan bahwa tren ini mengalami pergeseran dibandingkan dengan pola perceraian beberapa tahun lalu, di mana pihak suami lebih sering mengajukan cerai talak.

“Walaupun fenomena ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Sumenep. Di kota-kota lain juga terjadi hal yang sama. Lebih banyak istri yang menggugat cerai dibanding suami,” ujarnya, Rabu (11/6/2025).

Selama tahun 2024, total perkara perceraian yang diputus hakim sebanyak 1.422 kasus, dengan cerai talak sebanyak 455 dan cerai gugat sebanyak 967. Sementara pada 2025, dari 810 perkara yang masuk hingga Mei, sebanyak 565 perkara telah diputus, terdiri dari 189 cerai talak dan 376 cerai gugat.

Menurut Moh. Jatim, tidak semua perkara yang didaftarkan akan berakhir di persidangan. Beberapa kasus bisa diselesaikan melalui mediasi atau pencabutan gugatan sebelum proses persidangan selesai. “Jumlah perkara yang didaftarkan cukup banyak. Tetapi tidak semuanya diputus. Ada yang dicabut gugatannya, jadi batal bercerai. Ada juga yang bisa selesai melalui mediasi,” terangnya.

Ia memperkirakan angka perceraian tahun ini akan melebihi total perkara pada 2024. “Artinya kalau data sampai Mei saja sudah lebih dari 800 gugatan yang didaftarkan, maka sampai Desember akan jauh di atas 1.000 perkara. Bisa-bisa bulan depan saja sudah mencapai 1.000 perkara yang didaftarkan,” ujarnya.

Dari analisis yang dilakukan PA Sumenep, penyebab utama gugatan perceraian masih berkutat pada persoalan ekonomi. Banyak kasus diajukan karena suami tidak memenuhi kewajiban memberi nafkah, atau memberikan nafkah namun jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan keluarga. “Pertamanya masih mencoba sabar, kemudian sabar lagi, sabar lagi. Lama-lama tidak kuat dan akhirnya mengajukan gugatan perceraian,” tambahnya.

Pergeseran dominasi penggugat cerai ini dinilai sebagai refleksi dari meningkatnya keberanian dan kesadaran perempuan untuk memperjuangkan haknya ketika menghadapi ketimpangan dalam kehidupan rumah tangga. [tem/beq]