Habis Nepal Terbitlah Perancis dan Pelajaran bagi Indonesia
Maheswara (Pengajar Utama) Pancasila, Pemerhati Hubungan Internasional dan Perlindungan WNI
UNGKAPAN
“Habis Nepal Terbitlah Perancis” belakangan muncul di media sosial Indonesia untuk menggambarkan rentetan kerusuhan besar di dua negara berbeda.
Ungkapan ini jelas diadaptasi dari judul buku legendaris R.A. Kartini
Habis Gelap Terbitlah Terang
, tetapi dipelintir menjadi semacam satire politik.
Sekilas, analogi itu memang terasa pas. Nepal dan Perancis sama-sama diguncang gelombang kemarahan rakyat terhadap penguasa.
Di Nepal, generasi muda turun ke jalan karena merasa kebebasan mereka dibungkam dan masa depan dicurangi oleh praktik korupsi serta nepotisme.
Di Perancis, ribuan orang memenuhi jalanan Paris dan kota-kota lain dalam aksi nasional “Bloquons tout” atau “Block Everything”, menolak kebijakan penghematan yang dianggap membebani rakyat kecil.
Namun jika ditelaah lebih dalam, jelas terlihat perbedaan fundamental antara keduanya.
Kerusuhan di Nepal dipicu larangan penggunaan media sosial, yang oleh publik dianggap membungkam kebebasan berekspresi.
Ditambah lagi, maraknya kasus korupsi dan nepotisme membuat generasi muda, terutama Gen Z, kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah.
Mereka tidak sekadar menuntut perbaikan ekonomi, tetapi juga menginginkan reformasi politik yang lebih mendasar. Tindakan represif aparat justru memperburuk keadaan, menjadikan jalanan Kathmandu dan kota-kota lain medan bentrokan berkepanjangan.
Sementara di Perancis, gelombang protes 10 September 2025, yang dikenal dengan
Bloquons tout
berakar dari persoalan ekonomi dan sosial yang sangat spesifik, yaitu rencana anggaran 2026.
Pemerintahan Perdana Menteri François Bayrou, yang akhirnya tumbang akibat tekanan publik dan parlemen, mengusulkan pemangkasan anggaran 44 miliar euro, penghapusan dua hari libur nasional, pembekuan kenaikan pensiun, dan pemangkasan dana kesehatan.
Di tengah biaya hidup yang kian mencekik, kebijakan ini dipandang sebagai bentuk arogansi kekuasaan yang tidak memahami penderitaan rakyat.
Dari sini tampak jelas bahwa perlawanan di Perancis bukanlah tuntutan revolusi total seperti di Nepal.
Bloquons tout
lebih merupakan gerakan penolakan kebijakan domestik, walau tuntutan “Macron mundur” bergema keras.
Seruan itu bersifat simbolis sekaligus konkret. Simbolik sebagai bentuk penolakan terhadap ketidakpekaan elite politik, konkret sebagai desakan agar presiden bertanggung jawab atas kebijakan yang dinilai menambah beban rakyat.
Maka, mengaitkan peristiwa Nepal dan Perancis dalam satu ungkapan “Habis Nepal Terbitlah Prancis” sebenarnya terlalu menyederhanakan realitas.
Memang ada kesamaan wajah, yaitu adanya tuntutan rakyat akan perubahan, penguasa dianggap gagal mendengar suara bawah. Namun, rohnya berbeda.
Di Nepal, krisis berakar pada keruntuhan legitimasi politik akibat korupsi, represi, dan hilangnya ruang kebebasan. Di Perancis, krisis muncul dari kebijakan ekonomi yang dianggap tidak adil di tengah tekanan hidup yang makin berat.
Walau ada perbedaan, namun kedua peristiwa ini memberi satu pelajaran penting, yaitu legitimasi politik tidak hanya ditentukan oleh prosedur formal seperti pemilu, tetapi juga oleh rasa keadilan sosial yang dirasakan di tanah rakyat.
Sebab sekali keadilan itu dianggap hilang, rakyat tidak segan mengubah jalan raya menjadi panggung perlawanan.
Nepal adalah cermin frustrasi generasi muda terhadap masa depan yang dikunci rapat oleh oligarki dan nepotisme.
Sementara Perancis adalah peringatan bahwa negara demokrasi mapan pun bisa goyah ketika pemerintah mengabaikan sensitivitas sosial-ekonomi warganya.
Membaca peristiwa yang terjadi di Nepal dan Perancis, terdapat pelajaran penting bagi Indonesia, yaitu negara ini juga tidak kebal dari dinamika semacam ini.
Jangan menganggap bahwa demokrasi elektoral dan stabilitas politik sudah cukup menjadi “jaminan keamanan”.
Pengalaman Nepal dan Perancis menunjukkan bahwa stabilitas hanya bertahan sejauh rakyat merasakan keadilan sosial, ruang kebebasan tetap terbuka, dan kebijakan ekonomi berpihak pada mereka yang paling rentan.
Oleh karena itu, ada beberapa catatan penting yang perlu dilakukan Indonesia.
Pertama, menjaga ruang kebebasan berekspresi. Di era digital, generasi muda memandang kebebasan bersuara sebagai bagian dari hak hidup. Membungkam suara justru menyalakan api perlawanan.
Kedua, melawan korupsi dan nepotisme. Apa yang terjadi di Nepal menjadi alarm keras. Generasi muda bisa kehilangan kepercayaan total bila melihat kekuasaan hanya berputar di lingkaran yang sama. Sekali kepercayaan runtuh, sangat sulit membangunnya kembali.
Ketiga, peka terhadap keadilan sosial-ekonomi. Kasus Perancis memberi pelajaran bahwa rakyat di negara demokrasi mapan pun bisa marah jika merasa terbebani oleh kebijakan ekonomi yang dianggap tidak adil.
Indonesia, dengan tantangan inflasi, harga pangan, dan lapangan kerja, harus ekstra hati-hati. Kebijakan ekonomi yang tidak memperhatikan rasa keadilan hanya akan memperlebar jurang ketidakpuasan.
Keempat, legitimasi politik tidak berhenti di pemilu, tetapi setiap hari diuji oleh kebijakan yang diambil. Pemimpin yang abai bisa kehilangan kepercayaan bahkan sebelum masa jabatannya usai.
Akhirnya, ungkapan “Habis Nepal Terbitlah Perancis” mungkin rapuh sebagai analisis, tetapi cukup kuat sebagai peringatan.
Ungkapan ini mengingatkan bahwa suara rakyat bisa datang tiba-tiba, dengan cara yang mengejutkan, bahkan di negara yang dianggap stabil sekalipun.
Bagi Indonesia, pelajaran ini seharusnya jelas, yaitu jangan pernah bermain-main dengan rasa keadilan sosial dan jangan jadikan keadilan sosial sebagai anak tiri.
Sebab begitu rakyat merasa kehilangan keadilan, tak ada pagar kekuasaan yang cukup kokoh untuk menahan derasnya gelombang perlawanan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Organisasi: API
-
/data/photo/2025/09/09/68bff05020847.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
1 Habis Nepal Terbitlah Perancis dan Pelajaran bagi Indonesia Nasional
-

Charlie Kirk, Loyalis Trump yang Jadi Mesin Propaganda Online Sayap Kanan
Washington DC –
Pada usia yang masih sangat muda, yaitu 31 tahun, aktivis konservatif Charlie Kirk telah berpengaruh menghubungkan banyak kaum muda dengan gerakan Make America Great Again (MAGA).
Sebagai salah satu pendiri organisasi advokasi sayap kanan Turning Point USA, bersama Bill Montgomery, di tahun 2012, dia mendorong pembentukan klub sosial konservatif dan kelompok aktivis di kampus-kampus universitas di seluruh negeri. Saat itu Kirk baru berusia 18 tahun.
Sebagai seorang pembawa acara media, dia membangun platform podcast dan media sosial yang sukses selain menjadi komentator di media konservatif mainstream seperti Fox News.
Kematiannya di Utah mengejutkan Amerika Serikat dan dunia secara luas, memperdalam ketakutan akan meningkatnya kekerasan politik setelah pembunuhan seorang anggota legislatif Demokrat di Minnesota awal tahun ini dan dua upaya pembunuhan terhadap Donald Trump pada tahun 2024.
Kirk memiliki jangkauan luas di media sosial dan melalui podcast-nya, dan dia dianggap berperan dalam membantu kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Pejuang budaya sayap kanan
Pada awal kariernya, Kirk mendukung pasar bebas dan pemerintahan kecil—nilai-nilai utama politik konservatif di Amerika Serikat. Di usia awal 20-an, Kirk bekerja sebagai asisten untuk putra presiden Donald Jr. selama kampanye presiden 2016.
Dalam beberapa tahun terakhir, dia menjadi pegiat budaya sayap kanan terkemuka, mendukung kebijakan utama MAGA: Menentang hak LGBTQ+ dan pembatasan senjata api, serta secara kuat mendukung agenda antiimigrasi Trump.
Para penentangnya menolak klaim tanpa dasar tentang kecurangan pemilih pada pemilu 2020, serangannya terhadap langkah-langkah kesehatan masyarakat selama pandemi virus corona, serta sikapnya yang secara terbuka melabeli lawan politiknya sebagai berbahaya.
Lewat aktivitas media Kirk membangun citra dan memperluas pengaruh. Misalnya, melalui acara bergaya konser yang menghubungkan pembicara politik, musisi country, dan tokoh agama evangelikal konservatif dengan audiens muda. Turning Point menyebut diri sebagai “Gerakan Konservatif Terbesar” di Amerika Serikat, dengan klaim lebih dari 800 cabang di perguruan tinggi dan universitas di seluruh negeri.
Mengarusutamakan konservatisme bagi generasi muda
Bart Cammaerts, seorang profesor politik dan komunikasi di London School of Economics, mengatakan kepada DW bahwa para influencer seperti Kirk cukup efektif dengan kampanye mereka melawan apa yang dianggap sebagai political correctness dalam masyarakat.
“‘Pejuang budaya’ atau ‘wirausahawan moral’, apapun label yang ingin digunakan untuk influencer, juga meletakkan dasar bagi kebijakan,” papar Cammaerts.
Turning point yang mengusung nilai-nilai MAGA—aktivisme yang konfrontatif, iman Kristen, dan konservatisme ekonomi—membuatnya disukai oleh audiens sayap kanan yang menolak “wokeism.”
(Ed: “Wokeism” adalah istilah peyoratif yang merujuk pada cara berpikir atau gerakan yang sangat sadar terhadap isu-isu keadilan sosial — seperti rasisme, diskriminasi gender, LGBTQ+, kolonialisme, atau ketimpangan kekuasaan.)
Dampak para influencer konservatif seperti dia dianggap cukup mempengaruhi demografi penting untuk menggeser suara demi Trump pada pemilu presiden 2024.
Para pria muda beralih kuat ke Trump setelah sebelumnya mendukung kandidat Demokrat, Joe Biden, pada 2020.
Ini adalah kekalahan demografis yang tidak bisa ditoleransi oleh kandidat Demokrat, Kamala Harris.
‘Alat yang kuat’
Partai-partai di seluruh dunia, termasuk partai sayap kanan Alternatif bagi Jerman AfD di Jerman, telah mengadopsi podcast dan internet untuk komunikasi politik partisan.
“Semua pihak telah melihat potensi dari podcast ini,” kata Cammaerts.
Cammaerts mencontohkan podcast populer “The Rest is Politics,” yang dipandu oleh mantan strategis politik Partai Buruh Alastair Campbell dan mantan anggota parlemen Tory Rory Stewart.
Yini Zhang, asisten profesor komunikasi politik di University of Buffalo di Amerika Serikat, mengatakan para pelaku media berbasis kepribadian memanfaatkan podcast dan media sosial untuk memperluas audiens.
“Media sosial adalah alat yang sangat kuat bagi individu dengan gaya komunikasi dan opini yang kuat untuk membangun pengikut besar dan mengumpulkan pengaruh,” tulis Zhang kepada DW lewat email.
“Menggabungkan media sosial dengan podcast juga merupakan strategi efektif yang digunakan oleh komentator politik dan aktivis dari berbagai spektrum,” pungkasnya.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
Editor: Yuniman Farid
(nvc/nvc)
-

Viral, Ledakan Keras dan Penampakan Benda Mirip Rudal Dekat Masjid Nabawi Madinah
GELORA.CO – Warga Kota Madinah, Arab Saudi, dikejutkan dengan suara ledakan keras disertai penampakan bola api di udara seperti rudal, Jumat (12/9/2025) pagi.
Beberapa saksi yang berada di sekitar Masjid Nabawi mendengar dengan jelas suara ledakan keras. Insiden tersebut terjadi sekitar pukul 05.43 waktu setempat.
Suara ledakan keras diikuti dengan penampakan aktivitas di udara. Meski demikian tidak ada laporan kerusakan maupun korban luka di sekitar masjid suci kedua bagi umat Islam tersebut.
Beberapa video yang beredar di media sosial menunjukkan benda yang tampak seperti proyektil melintas di udara kota suci tersebut.
Hingga Sabtu (13/9/2025) belum ada pernyataan resmi dari Kementerian Pertahanan Arab Saudi atau otoritas sipil.
Pihak berwenang setempat mengimbau masyarakat untuk menghindari spekulasi dan menunggu informasi terverifikasi dari sumber resmi.
Petugas keamanan juga terlihat meningkatkan patroli di sekitar Masjid Nabawi setelah kejadian tersebut. Namun salat Jumat dan mobilitas pengunjung tetap berjalan normal tanpa ada pembatasan
-

Ukraina Bombardir Rusia, 2 Kapal Terbakar-Terminal Minyak Lumpuh
Jakarta, CNBC Indonesia – Serangan drone Ukraina berhasil melumpuhkan aktivitas pemuatan di terminal minyak utama Rusia di pelabuhan Primorsk pada Jumat (12/9) waktu setempat. Setidaknya begitu klaim dari dua sumber industri dan militer Ukraina.
Sebagai informasi, Primorsk memiliki kapasitas untuk memuat minyak mentah sekitar 1 juta barel per hari (bph). Kemampuan itu menjadikannya pusat ekspor utama minyak Rusia dan pelabuhan terbesar di Rusia barat.
Pelabuhan ini memuat minyak Ural Rusia unggulan, serta sekitar 300.000 bph solar.
Insiden ini dilaporkan sebagai serangan drone Ukraina pertama yang menyasar pelabuhan Primorsk. Serangan itu menyebabkan 2 kapal terbakar, menurut sumber industri.
Kyiv telah meningkatkan serangan drone terhadap infrastruktur energi Rusia, seiring upayanya mendorong perundingan untuk mengakhiri perang di Ukraina.
Ukraina menyerang fasilitas minyak Rusia dengan tujuan memutus negara kekuasaan Putin dari sumber pendapatan utamanya, yakni penjualan minyak mentah, dengan membatasi kemampuan ekspor.
Pemuatan minyak dari Primorsk dihentikan pada Jumat (12/9), kata dua sumber industri yang mengetahui pemuatan minyak dari pelabuhan tersebut.
Gubernur Rusia untuk wilayah sekitar pelabuhan, Alexander Drozdenko, mengonfirmasi bahwa serangan drone telah membakar satu kapal dan sebuah stasiun pompa, tetapi tidak melaporkan adanya penghentian operasional.
Drozdenko kemudian mengatakan api telah padam dan tidak ada risiko tumpahan minyak. Lebih dari 30 drone dihancurkan di wilayah tersebut, ujarnya.
Operator pipa Transneft yang mengoperasikan pelabuhan dan Kementerian Energi Rusia menolak berkomentar.
Harga minyak naik hampir 2% setelah serangan terhadap Primorsk menghentikan pemuatan, mengalahkan tekanan dari kekhawatiran kelebihan pasokan dan risiko permintaan AS yang melemah.
2 Kapal Terbakar
Dua kapal tanker minyak, Kusto dan Cai Yun, terkena serangan, menurut sumber industri. Kusto adalah kapal tanker Aframax, dengan kapasitas mengangkut sekitar 700.000 barel, dan dimiliki serta dikelola oleh Solstice Corp, menurut LSEG.
Cai Yun adalah kapal tanker Aframax yang dimiliki dan dikelola oleh Acceronix Ltd. Keduanya terdaftar di Seychelles, menurut data basis data publik.
Pelabuhan-pelabuhan Rusia lainnya, termasuk Ust-Luga di dekatnya dan Novorossiisk di Laut Hitam, telah berulang kali menjadi sasaran Ukraina dalam beberapa bulan terakhir.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
-

Parlemen Nepal Dibubarkan usai Demo Berdarah, Pemilu Akan Digelar Maret 2026
Kathmandu –
Parlemen Nepal dibubarkan pada usai rangkaian protes anti-pemerintah berujung pada kerusuhan terjadi di negara tersebut. Pemilihan Umum (Pemilu) akan digelar pada Maret 2026 mendatang.
“Atas rekomendasi perdana menteri, parlemen telah dibubarkan. Tanggal pemilu adalah 5 Maret 2026,” kata penasihat pers presiden, Kiran Pokharel, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (13/9/2025).
Saat ini, Mantan ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki, resmi menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) sementara. Sushila telah mengambil sumpahnya untuk memimpin negara tersebut usai kericuhan terjadi.
Sushila Karki sendiri sebelumnya diusung oleh para anak muda Nepal atau “Gen Z” sebagai pilihan utama untuk menjadi pemimpin sementara negeri itu. Hal ini diungkapkan seorang perwakilan demonstran “Gen Z” pada hari Kamis (11/9), setelah aksi-aksi demonstrasi yang dipimpin “Gen Z” berhasil menggulingkan Perdana Menteri KP Sharma Oli.
“Selamat! Semoga Anda sukses, semoga negara ini sukses,” kata Presiden Ram Chandra Paudel kepada Karki setelah upacara pengambilan sumpah dilansir kantor berita AFP, Jumat (12/9).
Diketahui, jumlah korban tewas dalam unjuk rasa yang diwarnai aksi kekerasan dan kerusuhan yang menyelimuti Nepal bertambah menjadi 51 orang. Puluhan ribu narapidana, yang memanfaatkan situasi kacau untuk kabur dari penjara, hingga kini masih buron.
Bertambahnya jumlah korban tewas dalam unjuk rasa sarat tindak kekerasan itu, seperti dilansir AFP, Jumat (12/9/2025), diumumkan oleh Kepolisian Nepal dalam pernyataan terbaru pada Jumat (12/9) waktu setempat.
Juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, menambahkan bahwa lebih dari 12.500 narapidana yang kabur dari berbagai penjara di seluruh negeri masih buron hingga kini.
Unjuk rasa berdarah di Nepal diawali oleh aksi memprotes pemblokiran akses media sosial, yang dipimpin oleh generasi muda atau Gen Z di negara tersebut. Pemblokiran itu dicabut pada Senin (8/9) malam, namun unjuk rasa tidak mereda.
Unjuk rasa justru menjadi ricuh pada Selasa (9/9) dan semakin melebar menjadi kritikan yang lebih luas terhadap pemerintah Nepal dan tuduhan korupsi di kalangan elite politik negara tersebut.
Situasi semakin memburuk ketika para personel Kepolisian Nepal melepas tembakan ke arah para demonstran hingga memakan korban jiwa, dengan Amnesty International, dalam pernyataannya, menyebut peluru tajam telah digunakan terhadap para demonstran di Nepal.
Para demonstran yang marah dengan kematian sesama demonstran terus melanjutkan aksi protes mereka. Aksi pembakaran pun melanda rumah beberapa pejabat tinggi Nepal dan gedung parlemen Nepal.
Saat situasi semakin memanas, PM Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat. Namun, pengunduran dirinya itu tidak cukup untuk meredam kemarahan warga Nepal.
Militer Nepal pun dikerahkan untuk mengendalikan situasi, jam malam diberlakukan secara nasional dengan para tentara melakukan patroli di jalanan ibu kota Kathmandu untuk sejak Rabu (10/9) waktu setempat. Beberapa pos pemeriksaan militer juga didirikan di sepanjang jalan.
Para personel militer, seperti dilansir BBC, memeriksa identitas setiap kendaraan yang melintasi di pos-pos pemeriksaan yang didirikan di seluruh area ibu kota. Warga sipil diimbau untuk tetap berada di rumah.
Militer Nepal juga memperingatkan bahwa tindak kekerasan serta vandalisme akan dihukum. Dilaporkan bahwa sedikitnya 27 orang telah ditangkap terkait rentetan tindak kekerasan dan aksi penjarahan saat demo ricuh berlangsung. Ditambahkan juga bahwa sebanyak 31 senjata api telah ditemukan.
Menanggapi kekacauan dan kekerasan yang marak selama demo berlangsung, banyak demonstran Nepal yang mengkhawatirkan bahwa aksi mereka telah ditunggangi oleh “para penyusup”. Klaim serupa dilontarkan oleh militer Nepal.
(wnv/wnv)
-

Sushila Karki Resmi Dilantik Jadi PM Sementara Nepal
Jakarta –
Mantan ketua Mahkamah Agung Nepal, Sushila Karki, diambil sumpahnya untuk memimpin sebagai perdana menteri Nepal. Transisi pergantian kepemimpinan ini dilakukan setelah rangkaian aksi protes yang terjadi untuk menggulingkan pemerintah
“Selamat! Semoga Anda sukses, semoga negara ini sukses,” kata Presiden Ram Chandra Paudel kepada Karki setelah upacara pengambilan sumpah dilansir kantor berita AFP, Jumat (12/9/2025).
Sushila Karki sendiri sebelumnya diusung oleh para anak muda Nepal atau “Gen Z” sebagai pilihan utama untuk menjadi pemimpin sementara negeri itu. Hal ini diungkapkan seorang perwakilan demonstran “Gen Z” pada hari Kamis (11/9), setelah aksi-aksi demonstrasi yang dipimpin “Gen Z” berhasil menggulingkan Perdana Menteri KP Sharma Oli.
Diketahui, jumlah korban tewas dalam unjuk rasa yang diwarnai aksi kekerasan dan kerusuhan yang menyelimuti Nepal bertambah menjadi 51 orang. Puluhan ribu narapidana, yang memanfaatkan situasi kacau untuk kabur dari penjara, hingga kini masih buron.
Bertambahnya jumlah korban tewas dalam unjuk rasa sarat tindak kekerasan itu, seperti dilansir AFP, Jumat (12/9/2025), diumumkan oleh Kepolisian Nepal dalam pernyataan terbaru pada Jumat (12/9) waktu setempat.
Juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, menambahkan bahwa lebih dari 12.500 narapidana yang kabur dari berbagai penjara di seluruh negeri masih buron hingga kini.
Unjuk rasa berdarah di Nepal diawali oleh aksi memprotes pemblokiran akses media sosial, yang dipimpin oleh generasi muda atau Gen Z di negara tersebut. Pemblokiran itu dicabut pada Senin (8/9) malam, namun unjuk rasa tidak mereda.
Unjuk rasa justru menjadi ricuh pada Selasa (9/9) dan semakin melebar menjadi kritikan yang lebih luas terhadap pemerintah Nepal dan tuduhan korupsi di kalangan elite politik negara tersebut.
Situasi semakin memburuk ketika para personel Kepolisian Nepal melepas tembakan ke arah para demonstran hingga memakan korban jiwa, dengan Amnesty International, dalam pernyataannya, menyebut peluru tajam telah digunakan terhadap para demonstran di Nepal.
Para demonstran yang marah dengan kematian sesama demonstran terus melanjutkan aksi protes mereka. Aksi pembakaran pun melanda rumah beberapa pejabat tinggi Nepal dan gedung parlemen Nepal.
Saat situasi semakin memanas, PM Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9) waktu setempat. Namun, pengunduran dirinya itu tidak cukup untuk meredam kemarahan warga Nepal.
Militer Nepal pun dikerahkan untuk mengendalikan situasi, jam malam diberlakukan secara nasional dengan para tentara melakukan patroli di jalanan ibu kota Kathmandu untuk sejak Rabu (10/9) waktu setempat. Beberapa pos pemeriksaan militer juga didirikan di sepanjang jalan.
Para personel militer, seperti dilansir BBC, memeriksa identitas setiap kendaraan yang melintasi di pos-pos pemeriksaan yang didirikan di seluruh area ibu kota. Warga sipil diimbau untuk tetap berada di rumah.
“Jangan bepergian yang tidak perlu,” imbau militer Nepal melalui pengeras suara.
Militer Nepal juga memperingatkan bahwa tindak kekerasan serta vandalisme akan dihukum. Dilaporkan bahwa sedikitnya 27 orang telah ditangkap terkait rentetan tindak kekerasan dan aksi penjarahan saat demo ricuh berlangsung. Ditambahkan juga bahwa sebanyak 31 senjata api telah ditemukan.
Menanggapi kekacauan dan kekerasan yang marak selama demo berlangsung, banyak demonstran Nepal yang mengkhawatirkan bahwa aksi mereka telah ditunggangi oleh “para penyusup”. Klaim serupa dilontarkan oleh militer Nepal.
(wnv/isa)
-
KAKOPX Luncurkan Inisiatif Pengurangan Karbon di Industri
KAKOPX mengumumkan peluncuran “Inisiatif Blockchain Hijau” yang bertujuan membangun infrastruktur keuangan digital berkelanjutan dan rendah karbon. Inisiatif ini akan fokus pada optimalisasi efisiensi daya komputasi, pengembangan alat penghitungan emisi karbon on-chain, serta mekanisme pendanaan proyek hijau. KAKOPX juga mengundang komunitas teknologi global, platform aset kripto, dan lembaga penelitian untuk berkolaborasi dalam menciptakan ekosistem kripto yang lebih sadar lingkungan.
Selama ini, konsumsi energi dari aset kripto menjadi sorotan utama masyarakat. KAKOPX menekankan bahwa untuk mewujudkan nilai jangka panjang teknologi kripto, industri harus terlibat aktif dalam merancang jalur netral karbon dan membangun hubungan yang harmonis dengan lingkungan melalui pendekatan sistematis.
Dalam 12 bulan ke depan, KAKOPX akan merilis laporan audit efisiensi energi node platform dan bekerja sama dengan penyedia layanan komputasi hijau untuk menerapkan kluster server hemat energi. Selain itu, platform ini akan mengeksplorasi integrasi blockchain dengan AI guna melacak dan mengaudit jejak karbon setiap transaksi, menciptakan dimensi baru dalam mengukur nilai berkelanjutan aset digital.
KAKOPX menyatakan bahwa keberlanjutan akan menjadi faktor kompetitif utama industri kripto ke depan. Untuk mencapainya, platform telah menetapkan tiga mitra potensial: operator node komputasi hijau, lembaga pendaftaran dan penghitungan aset karbon, serta universitas dan think tank yang fokus pada mekanisme rendah karbon. KAKOPX akan menyediakan toolkit kepatuhan, antarmuka API, dan jalur pencatatan aset hijau, disertai insentif pendanaan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur hijau.
Di tengah meningkatnya regulasi global dan kesadaran pengguna, tanggung jawab hijau kini menjadi bagian dari kredibilitas platform. Siapa yang mampu menjawab tantangan transparansi energi dan akuntabilitas emisi, akan memperoleh reputasi pionir di pasar global.
Meski masih dalam tahap awal, KAKOPX yakin bahwa perkembangan industri kripto tidak boleh mengorbankan lingkungan. Sistem keuangan digital masa depan harus rendah karbon dan berkelanjutan. Ke depannya, KAKOPX berencana meluncurkan mekanisme sertifikasi aset hijau dan fitur penyaringan preferensi hijau pengguna, menjadikan nilai lingkungan sebagai pertimbangan penting dalam transaksi.
Dengan dorongan kebijakan global menuju netral karbon, siapa pun yang unggul dalam transformasi hijau berpeluang menjadi pusat infrastruktur keuangan digital berikutnya. Dan KAKOPX, jelas telah memulai langkahnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5347616/original/009569600_1757687215-1000597829.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Rekam Jejak Duo Maling Motor Bersenpi di Pringsewu: Bolak-Balik Penjara Sejak 2014
Kapolres bilang, meski para pelaku kini dijerat dengan pasal berlapis dan ancaman hukuman berat, kepolisian akan tetap mengawal proses hukum hingga tuntas.
“Kami berharap putusan pengadilan nanti dapat memberi efek jera, tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga bagi pelaku kriminal lain di wilayah Pringsewu,” tegas dia.
Dia mengingatkan masyarakat agar tidak main hakim sendiri saat menangkap pelaku kejahatan. “Kami memahami emosi warga, namun kami berharap masyarakat menyerahkan pelaku ke aparat penegak hukum untuk diproses secara hukum,” jelasnya.
Sebelumnya, aksi pencurian sepeda motor (curanmor) di Kabupaten Pringsewu, Lampung, berakhir ricuh setelah dua pelaku berhasil ditangkap warga. Salah satu dari mereka bahkan sempat melepaskan tembakan menggunakan senjata api rakitan saat berusaha kabur, Kamis (11/9/2025) siang.
AKBP M. Yunnus Saputra, mengungkap identitas kedua pelaku yakni Perli Saputra (33), warga Kecamatan Pengebuan, Lampung Tengah, dan Samsi Apero (28), warga Kecamatan Gunung Sugih, Lampung Tengah.
-

Ura! Rusia Gagalkan Serangan Ukraina, Jatuhkan 221 Drone Kyiv
Jakarta, CNBC Indonesia – Rusia pada hari Jumat (12/9/2025) mengatakan telah menembak jatuh 221 drone Ukraina, salah satu jumlah tertinggi selama perang. Hal ini terjadi saat Moskow dan sekutu utamanya, Belarus, memulai latihan militer besar yang membuat khawatir negara-negara Barat.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan sistem peringatannya telah “mencegat dan menghancurkan” drone-drone tersebut dalam semalam, dengan lebih dari setengahnya terbang di atas wilayah Bryansk dan Smolensk.
“Dua puluh delapan drone ditembak jatuh di atas wilayah Leningrad, yang mengelilingi kota St Petersburg, dan sembilan di wilayah Moskow,” ujar keterangan itu dikutip AFP.
Gubernur Leningrad, Aleksandr Drozdenko, mengatakan kebakaran terjadi di sebuah kapal di Pelabuhan Primorsk, sebuah fasilitas utama di Laut Baltik. Walau begitu, api berhasil dikendalikan dan tidak ada risiko tumpahan minyak.
Serangan-serangan ini terjadi setelah Polandia, yang berbatasan dengan Ukraina, menuduh Rusia melancarkan serangan drone di wilayahnya minggu ini. Moskow telah membantah menargetkan negara itu dan mengatakan tidak ada bukti bahwa drone tersebut milik Rusia.
Namun, Prancis dan Jerman bergerak untuk memperkuat pertahanan wilayah udara Polandia, dan Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat untuk membahas tuduhan tersebut.
Rusia secara rutin menargetkan Ukraina dengan rentetan serangan drone sebagai bagian dari ofensif yang sedang berlangsung di sana.
Sementara itu, Rusia dan Belarus memulai latihan militer gabungan “Zapad”, saat pasukan Moskwa terus maju secara perlahan di sepanjang garis depan yang luas di Ukraina dan meningkatkan serangan udara ke kota-kota Ukraina.
Anggota-anggota sayap timur NATO yang berbatasan dengan Belarus yakni Polandia, Lituania, dan Latvia berada dalam kewaspadaan tinggi terkait latihan yang diadakan di dekat Borisov, sebuah kota di sebelah timur ibu kota Minsk.
Ketiga negara tersebut telah meningkatkan keamanan menjelang latihan. Polandia bahkan memerintahkan penutupan total perbatasannya dengan Belarus selama latihan berlangsung.
Biasanya diadakan setiap empat tahun, latihan yang dinamakan Zapad edisi 2025 ini adalah yang pertama selama konflik di Ukraina, dan akan berlangsung hingga 16 September.
Moskwa mengirim sekitar 200.000 tentara untuk latihan serupa pada tahun 2021, hanya beberapa bulan sebelum melancarkan ofensifnya di Ukraina. Namun, latihan Zapad tahun ini diperkirakan akan jauh lebih kecil, karena ratusan ribu tentara Rusia dikerahkan di Ukraina.
(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
