OPINI: Kejagung, Transparansi, dan Harapan Publik – Page 3

OPINI: Kejagung, Transparansi, dan Harapan Publik – Page 3

Apa yang dilakukan Kejagung saat ini juga selaras dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam menempatkan pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas yang menyentuh akar persoalan. Presiden telah menegaskan pentingnya penegakan hukum yang berani, menyasar praktik-praktik korupsi triliunan rupiah yang merugikan rakyat secara sistemik. Dukungan politik dari pucuk pimpinan negara terhadap Kejagung dalam kasus-kasus bernilai besar seperti ini menjadi sinyal kuat bahwa penegakan hukum tidak boleh tebang pilih, dan tidak tunduk pada tekanan kelompok manapun.

Adanya pengawasan publik terhadap proses hukum bukan sesuatu yang perlu ditakuti, justru harus dilihat sebagai bagian dari mekanisme demokrasi. Selama Kejaksaan tetap bekerja berdasarkan prinsip-prinsip hukum, dan proses pengadilan tetap berjalan sebagaimana mestinya, maka penyampaian informasi kepada masyarakat semestinya dinilai sebagai langkah positif.

Namun demikian, agar semangat transparansi ini tidak disalahartikan, Kejaksaan Agung juga perlu terus memperkuat pendekatan edukatif dalam setiap publikasinya. Penjelasan kepada publik harus menyertakan konteks yuridis yang jelas: bahwa pengembalian dana bukanlah bentuk penghukuman, dan bahwa asas praduga tak bersalah tetap dijunjung tinggi selama proses hukum berlangsung. Dengan begitu, publik tidak hanya mendapatkan informasi, tetapi juga pemahaman yang utuh mengenai tahapan dan logika hukum yang sedang dijalankan.

Lebih jauh lagi, Kejaksaan dapat mendorong kolaborasi dengan akademisi, media, dan organisasi masyarakat sipil untuk membangun literasi hukum publik. Edukasi yang tepat akan memperkuat kepercayaan jangka panjang dan memperkuat legitimasi institusi hukum itu sendiri. Ini sekaligus menjadi bagian dari ekosistem penegakan hukum yang sehat—bukan hanya keras kepada pelaku, tapi juga cerdas dalam menjelaskan keadilan kepada rakyat.