Liputan6.com, Jakarta – Saya adalah saksi dari hampir setiap fase evolusi AI yang terjadi selama dua dekade terakhir – dari algoritma genetik hingga jaringan saraf, dan dari pembelajaran mendalam (deep learning) hingga AI prediktif dan AI generatif.
Namun, tak sekalipun saya berpikir apalagi yakin kecerdasan buatan (AI) akan membuat semua pekerjaan menjadi tak relevan dan usang, termasuk pekerjaan pengembang (developer) perangkat lunak.
Ini adalah perspektif dari seseorang telah memperkenalkan berbagai layanan dan pengalaman berbasis AI kepada dunia. Namun, itu juga pertanyaan baru-baru diajukan oleh mahasiswa ilmu komputer yang saya ajar: ‘Akankah alat-alat AI membuat keberadaan manusia jadi tak relevan?’
Jadi, apa jawaban saya? ‘Seseorang yang menggunakan AI untuk menghasilkan lukisan tidak serta merta dapat dianggap seniman, kecuali mereka memiliki keterampilan untuk membuat seni tanpa AI.’
Hal sama berlaku untuk pengembangan perangkat lunak. Peran developer tidak menghilang, tapi berkembang, menyesuaikan dengan perubahan.
Developer menerima dan menerapkan AI akan mampu mengoptimalkan desain, pemikiran sistem, arsitektur, dan pengalaman pengguna dengan cara yang tidak akan pernah dapat dilakukan oleh suatu sistem otomatisasi.
Dus, AI tidak akan menggantikan peran developer, melainkan mendefinisikan ulang siapa itu developer dan apa yang dilakukannya.
Sebelum kita mengulas lebih lanjut mengenai evolusi ini, terlebih dahulu kita perlu memahami definisi builder atau pencipta – sebuah konsep yang merupakan inti dari Twilio.
Di Twilio, kami mendefinisikan builder sebagai kreator. Siapa mereka? Bisa berupa developer atau desainer perangkat lunak, atau individu yang tidak memiliki latar belakang teknis. Amat penting bagi kami untuk memahami kebutuhan builder, sebab kebutuhan mereka begitu dinamis.
Untuk lebih jelasnya, simak penggambaran ini. Developer hanya menghabiskan sekitar dua jam sehari untuk menulis kode, dan sisa waktu mereka dihabiskan untuk rapat atau menunggu perangkat lunak yang mereka tulis kodenya itu dibuat.
Bagi developer, produktivitas adalah prioritas utama. Itu sebabnya, mereka menginginkan alat yang dapat membantu mereka memaksimalkan waktu yang terbatas itu untuk menulis kode.
Di sisi lain, builder tanpa latar belakang teknis memiliki kebutuhan yang tampak sama, tapi sesungguhnya berbeda. Mereka mungkin bukan ahlinya menulis kode pemrograman, tetapi mereka ingin dapat bisa membuat software atau aplikasi sendiri.
Bagi mereka, solusi seperti platform tanpa kode atau minim kode (no-code/low-code), asisten AI, dan pengalaman builder yang intuitif adalah kunci untuk mengoptimalkan potensi mereka dan menyelesaikan pekerjaan secara efisien.
Di masa depan, AI tidak akan menggantikan peran manusia – baik developer maupun builder nonteknis – dalam pembuatan aplikasi. Justru, teknologi AI memungkinkan mereka untuk melakukan lebih banyak hal dengan lebih cepat dan dengan dampak lebih signifikan.