Ombudsman RI sebut Istilah Beras Oplosan Kurang Tepat

Ombudsman RI sebut Istilah Beras Oplosan Kurang Tepat

JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia (RI) menilai istilah beras oplosan yang belakangan ramai diperbincangkan kurang tepat digunakan.

Menurut Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, yang terjadi di lapangan adalah praktik pencampuran (mixing) antar varietas, bentuk beras (utuh, butir patah, menir), beras lama dengan baru, maupun beras impor dengan lokal.

“Praktik tersebut umum terjadi dan aman dikonsumsi selama tidak menyesatkan konsumen. Hal yang dilarang adalah membohongi konsumen,” tegas Yeka dalam keterangan resminya, Jumat, 8 Agustus.

Ia menambahkan, larangan yang jelas berlaku adalah mencampur beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan beras komersial di pasaran. Dalam penegakan hukum, Ombudsman RI mendukung langkah aparat terhadap pelanggaran label, isi, dan kemasan beras.

Namun, Yeka mengingatkan agar penindakan mengedepankan prinsip ultimum remedium dengan pembinaan dan edukasi terlebih dahulu, terutama jika perbedaan mutu tidak signifikan atau disebabkan faktor penanganan dan transportasi.

Ombudsman juga mendorong pemerintah segera melepaskan cadangan beras Perum Bulog ke pasar demi memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi.

“Beras di gudang Bulog harus segera keluar mengingat masyarakat membutuhkan ketersediaan beras, sementara pelaku usaha pun perlu diyakinkan dengan mekanime yang menjamin rasa aman agar mau menyerap beras Bulog,” ujar Yeka.

Menurut Yeka, sebagian beras di gudang Bulog sudah berumur lebih dari satu tahun, bahkan ada yang berasal dari Februari 2024, sehingga berpotensi mengalami penurunan kualitas.

Untuk memperlancar distribusi, ia menyarankan Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyesuaikan Peraturan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras agar selaras dengan SNI 6128/2020.

“Penyesuaian ini penting agar pasokan beras di pasar tetap terjaga. Ke depan, perlu ada kebijakan standar mutu beras yang memberikan insentif peningkatan kualitas produksi beras,” katanya.