TRIBUNNEWS.COM – Para pengemudi ojek online (ojol) berteriak karena kecilnya Bonus Hari Raya (BHR) yang diterima.
Mereka memprotes pemberian BHR oleh aplikator ojek online yang dianggap tidak sepadan dengan apa yang mereka berikan untuk perusahaan.
Terkait hal itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho mengaku tidak bisa memberikan sanksi atau teguran kepada pihak aplikator ojek online.
Pasalnya, pemberian BHR sifatnya hanya imbauan.
Sehingga sifatnya tidak wajib seperti Tunjangan Hari Raya (THR) yang wajib dibayarkan perusahaan kepada pekerjanya.
“BHR itu bukan THR ya, tidak ya. Bonus ini sifatnya hanya imbauan, bukan kewajiban.”
“Kalau kewajiban seperti THR pasti ada sanksinya. Kalau imbauan, enggak ada sanksi. BHR sendiri juga diatur bahwasannya mereka yang kerja bagus dan produktif dalam setahun. Nggak ngojol ya enggak dapat,” jelas Hari dilansir TribunJakarta.com, Rabu (26/3/2025).
Sesuai ketentuan pemerintah pusat, kata Hari, bonus yang diberikan kepada driver sebesar 20 persen dari rata-rata penghasilannya dalam satu bulan.
Oleh karena itu, besaran bonus yang diberikan akan berbeda antara pengemudi satu dengan yang lainnya.
“Jadi masalah kecil tidaknya itu ya tergantung, kalau dia ojol males-malesan ya kecil.”
“Kalau rajin ya kan lumayan dapat 20 persen,” ujar Hari.
Ojol Menjerit
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menceritakan jerian yang dirasakan pengemudi ojol.
Ia mengaku kecewa ada pengemudi ojol yang pendapatannya mencapai Rp 93 juta dalam setahun, tetapi hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu.
Menurutnya, nilai BHR tersebut adalah penghinaan terhadap pengemudi ojol dan melanggar Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan.
“Menurut kami itu diskriminasi dan penghinaan terhadap driver ojol. Mereka juga melanggar ketentuan yang sudah diterapkan di surat edaran menteri,” kata Lily ketika ditemui di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Selasa (25/3/2025).
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pengemudi dan Kurir Pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi salah satunya mengatur mengenai besaran BHR yang didapat driver ojol.
Di situ disebutkan bagi pengemudi dan kurir online yang produktif dan berkinerja baik, Bonus Hari Raya Keagamaan diberikan secara proporsional sesuai kinerja dalam bentuk uang tunai dengan perhitungan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.
Jika ada driver ojol yang menerima pendapatan Rp 93 juta per tahun, per bulan mereka mendapatkan Rp 7,7 juta. Jika mengacu pada peraturan BHR, driver ojol berhak menerima 20 persen dari itu, berarti seharusnya Rp 1,5 juta.
Lily pun meminta pemerintah hadir menyelesaikan masalah ini. Ia berharap para aplikator bisa diberikan sanksi.
Respons Wamenaker
Wakil Menteri Tenaga Kerja RI (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel ikut merespons terkait polemik BHR bagi pengemudi ojol.
Noel menyatakan, sejatinya pengemudi ojol yang menerima BHR hanya Rp50 ribu hanya pekerjaan sambilannya.
Kata Noel, aplikator atau perusahaan ojol sudah mengkategorikan beberapa jenis driver untuk mendapatkan besaran BHR Idul Fitri.
Termasuk perhitungan penyesuaian waktu kerjanya pengemudi ojol.
“Banyak yang nggak aktif juga, pekerja sambilan. Kadang-kadang masuk, kadang-kadang nggak,” kata Noel saat ditemui di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI, Selasa (25/3/2025).
Noel mengatakan, aplikator telah menerapkan sistem keadilan dalam memberikan bonus.
“Belum setahun, cuma 3 bulan. Kan nggak adil juga bagi mereka yang kerjanya full. Kayak begitu-gitu pertimbangan itu,” jelas Noel.
Oleh karena itu, Noel memandang penting untuk pihaknya kembali melakukan komunikasi dengan pihak aplikator.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Pengemudi Ojol Menjerit BHR Sedikit, Disnaker Jakarta Akui Tak Bisa Sanksi Aplikator
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz/Rizki Sandi Saputra)(TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci)