Kendati demikian, kata Kiki, tantangan terbesar industri keuangan syariah adalah bagaimana memperkenalkan dan memasyarakatkan ekonomi serta keuangan syariah secara lebih inklusif.
Produk-produk keuangan syariah yang ada saat ini masih dianggap rumit oleh sebagian kalangan. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan produk yang mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat dengan menggunakan istilah yang lebih sederhana dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Sebetulnya PR-nya adalah bagaimana lebih memasyarakatkan ekonomi dan keuangan syariah. Mungkin tantangannya juga adalah menciptakan produk-produk yang lebih mudah diterima, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta menggunakan istilah-istilah yang tidak terlalu sulit dipahami,” katanya.
Semakin mudah produk keuangan syariah diakses dan dipahami, semakin besar pula peluang untuk memperluas inklusi keuangan syariah di kalangan masyarakat.
“Karena kita ingin ekonomi dan inklusi keuangan syariah menjadi lebih inklusif bagi seluruh masyarakat kita. Jadi, ini adalah PR bagi kita semua,” ujarnya.
Jika melihat hasil survei literasi dan inklusi keuangan syariah tahun lalu, angka yang tercatat cukup menggembirakan. Literasi keuangan syariah meningkat pesat dari 9% menjadi 39%, meskipun angka inklusinya masih terbilang rendah, yaitu 12%.
Meskipun demikian, peningkatan yang luar biasa ini patut disyukuri sebagai hasil kerja sama antara berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga keuangan, maupun masyarakat.
“Tapi jika dibandingkan dengan sebelumnya, peningkatan ini sudah luar biasa karena literasi naik dari 9% menjadi 39%. Ini adalah sesuatu yang patut kita syukuri, dan saya yakin ini adalah hasil kerja sama dari seluruh pihak,” ujarnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5141139/original/096857000_1740307601-IMG-20250223-WA0015.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)