JAKARTA – Di tengah gelombang perang harga yang brutal di pasar otomotif China, Mercedes-Benz tetap teguh pada pendiriannya. Alih-alih ikut banting harga, pabrikan mewah asal Jerman ini memilih untuk mempertahankan strategi premiumnya, meskipun harus mengorbankan pangsa pasar.
Langkah ini diungkapkan langsung oleh CEO Ola Kaellenius, dikutip dari Reuters, Senin, 8 September. Menurutnya, meskipun penjualan mobil Mercedes-Benz di China sempat anjlok 19 persen pada kuartal kedua tahun 2025, perusahaan tidak akan mengubah haluan.
“Kami tetap membebankan harga sedikit lebih mahal, tapi para penggemar GLC dapat yakin… dari sisi harga, jika Anda saat ini adalah pelanggan GLC, Anda akan tetap merasa nyaman dengan GLC listrik yang baru ini,” ujar Kaellenius di sela-sela pameran mobil IAA Mobility di Munich.
Mercedes-Benz kini menaruh harapan besar pada model andalan terbarunya, SUV listrik GLC, sebagai kunci untuk merebut kembali dominasi di pasar mobil terbesar di dunia tersebut. Kaellenius meyakini bahwa model ini akan “tepat sasaran” sesuai dengan apa yang dicari oleh konsumen Tiongkok. Strategi ini menunjukkan komitmen Mercedes-Benz untuk memprioritaskan margin keuntungan di atas volume penjualan, sebuah pendekatan yang juga dianut oleh merek sekelas Porsche.
Di sisi lain, tantangan bagi Mercedes-Benz tidak hanya datang dari China, tetapi juga dari Amerika Serikat. Pabrikan ini kini menunggu keputusan pemerintah AS untuk menurunkan tarif impor mobil dari Uni Eropa menjadi 15 persen dari sebelumnya 27,5 persen. Meskipun dampaknya terhadap keuangan perusahaan belum dikuantifikasi, Kaellenius berharap keringanan tarif ini segera terealisasi.
Di tengah tekanan ganda dari persaingan China dan regulasi tarif internasional, Mercedes-Benz membuktikan bahwa mereka siap bertarung. Dengan memertahankan identitas merek yang premium dan mengandalkan inovasi produk seperti GLC listrik, mereka berharap dapat memenangkan kembali hati konsumen tanpa harus menyerah pada perang harga yang melemahkan.
