Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang Publik-Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN) Nusron Wahid berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membenahi tata kelola ATR-BPN hingga memberantas pungli.
Sebab, menurutnya sistem di bidang pertanahan masih belum berjalan maksimal bahkan dinilai menerapkan mekanisme lama sehingga dirinya meminta evaluasi dan koordinasi dengan KPK. Terlebih, kementerian yang sebagian besar bergerak di bidang pelayanan publik.
Nusron menemukan permasalahan dalam penerbitan sertifikat baru, peralihan hak, pemisahan sertifikat, dan hak tanggungan.
“Kita ingin datang ke sini membedah bersama minta masukan dan minta koordinasi. Kita ingin ke sini meminta masukan dan meminta koordinasi supaya ke depan ini bagaimana caranya pelayanannya cepat, bersih tapi tetap akurat kompatibel dan prudent. Sehingga ke depan tidak ada celah untuk digugat orang lain,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).
Persoalan ini juga tidak lepas dari maraknya sertifikat ganda yang memicu polemik, khususnya di daerah Jabodetabek dan umumnya terjadi ketika pembebasan lahan untuk jalan tol. Nusron kerap mendapati kasus satu sertifikat dimiliki banyak orang sehingga polemik berlangsung hingga tahap pengadilan.
“Ini kan menandakan bahwa dulu-dulunya kan administrasinya enggak baik. Nah kita ke depan menata sistem administrasi pertanahan di Indonesia yang jauh lebih baik sehingga ke depan enggak muncul lagi isu tumpang tindih,” ungkapnya.
Apalagi, katanya, banyak lahan-lahan yang dialihfungsikan untuk kegiatan infrastruktur dan industrial sehingga memicu perlemahan ketahanan pangan. Alih fungsi pangan kerap terjadi di daerah di Pulau Jawa.
Selain tata kelola, Nusron menginginkan kegiatan pungli pada pelayanan ATR-BPN tidak lagi berlangsung karena banyak merugikan masyarakat.
“Lama waktunya nggak terukur, dan ono pungli ne (dan ada punglinya),” ucapnya.
Dia berharap melalui upaya kerja sama dengan KPK mewujudkan pelayanan publik di ATR-BPN lebih bersih dan dapat membenahi tata kelola.
“Kami di sini diskus [diskusi] membedah, mencari penyakit anatomi penyakit di tubuh ATR/BPN yang penyakit itu berpotensi menimbulkan tindakan korupsi,” jelasnya.
