Yogyakarta –
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan sertifikasi untuk tanah wakaf masih minim. Menurut datanya jumlah tanah wakaf yang baru tersertifikasi baru 24 ribu hektare (ha) di seluruh Indonesia.
Untuk itu, dirinya ingin mendorong sertifikasi untuk tanah wakaf. Tanah wakaf tersebut bisa berupa di atas bangunan masjid, pondok pesantren, hingga makam.
“Sertifikasi wakaf ini masih minim di Indonesia. Totalnya baru sekitar 250 ribu bidang. Kalau di total-total hektarnya baru sekitar 24 ribu hektar se-Indonesia. Padahal kami melihat potensi masjid, potensi madrasah, pondok pesantren, termasuk makam,” kata dia di Kantor Wilayah BPN DI Yogyakarta, Mergangsan, Yogyakarta, Selasa (17/12/2024).
Menurut Nursron tanah wakaf harus segera memiliki sertifikat untuk mencegah sengketa atau konflik. Apalagi, tanah wakaf berpotensi memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
“Contoh, Musala 300 meter dulu nggak dilirik. Begitu ada jalan tol lewat situ, ya kan 300 meter nilainya Rp 5 juta, kali 300 meter Rp 1,5 miliar, langsung keluarganya semerintil, ya kan, gugat, ngalor-ngidul. Nah, ini jangan sampai terjadi, untuk mengantisipasi ke depan,” terangnya.
Kementerian ATR/BPN akan menggandeng berbagai pihak untuk mendorong sertifikasi tanah wakaf, seperti PP Muhammadiyah, PBNU hingga beberapa pondok pesantren. Nusron juga ingin yayasan keagamaan mendapatkan sertifikat.
Untuk setahun ke depan, Nusron menargetkan ada pertumbuhan sertifikasi tanah wakaf, mengingat pengajuan sertifikasi ini gratis kepada masyarakat. Dia memerintahkan pegawainya agar tidak mempersulit proses sertifikasi.
“Kami targetkan pokoknya yang penting tumbuh growth, sebanyak-banyaknya. Karena ini tidak lihat bidangnya, yang penting bisa menyelamatkan aset-aset daripada wakaf tersebut dan juga gratis. Kami minta kepada kantor ATR/BPN untuk lebih proaktif menjembatani tanah-tanah wakaf tersebut. Tidak boleh mempersulit intinya,” tegasnya.
Untuk sertifikasi tanah wakaf pada yayasan dan badan hukum keagamaan juga akan didorong, namun memiliki syarat tertentu. Nusron menyebut, syaratnya harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Agama dan izin Kementerian ATR/BPN.
“Nah sekarang, yayasan keagamaan asal digunakan untuk sosial, pendidikan, boleh mempunyai hak milik sepanjang mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Agama dan mendapatkan izin dari Kementerian ATR/BPN. Kami akan kasih izin itu sepanjang memang benar untuk kepentingan sosial keagamaan, termasuk pendidikan, karena ini baik adanya,” pungkasnya.
(ada/fdl)