Jakarta, Beritasatu.com – Penetapan hukuman bagi koruptor di Indonesia dan pembahasan tentang trias politica ramai menjadi sorotan netizen di media sosial. Apa sebenarnya trias politica yang diterapkan di Indonesia?
Konsep trias politica pertama kali diusulkan oleh John Locke, kemudian dikembangkan oleh Montesquieu yang membagi kekuasaan menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Di Indonesia, penerapan trias politica merujuk pada pembagian kekuasaan dengan tambahan kekuasaan eksaminatif yang dikelola oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Belakangan, netizen Indonesia memperdebatkan relevansi trias politica dalam konteks demokrasi saat ini. Banyak yang merasa bahwa pemisahan kekuasaan harus lebih diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjaga keadilan sosial.
Kekuasaan legislatif di Indonesia dipegang oleh tiga lembaga, yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tugas utama mereka adalah merancang undang-undang yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sementara itu, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden yang bertanggung jawab atas pelaksanaan undang-undang dan administrasi pemerintahan. Presiden dapat mendelegasikan tugasnya kepada para menteri untuk membantu menjalankan kebijakan.
Adapun kekuasaan yudikatif berfungsi untuk menegakkan hukum dan keadilan, dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). MA bertugas sebagai pengadilan tertinggi, sedangkan MK memiliki wewenang untuk menguji undang-undang terhadap konstitusi.
Penerapan trias politica di Indonesia sering kali tidak berjalan sempurna. Banyak kritik muncul mengenai konsentrasi kekuasaan yang dapat terjadi pada eksekutif, terutama saat partai mayoritas mendominasi DPR. Hal ini memicu diskusi di media sosial tentang perlunya pengawasan dan keseimbangan kekuasaan yang lebih baik.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya trias politica, diharapkan masyarakat dapat lebih aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan berpartisipasi dalam diskusi politik yang konstruktif.