Nelayan Desak Pelaku Pemagaran Laut Ilegal di Tangerang Diproses Hukum – Page 3

Nelayan Desak Pelaku Pemagaran Laut Ilegal di Tangerang Diproses Hukum – Page 3

Pemberian hak di atas laut tidak dapat dibenarkan secara hukum. Hal ini juga ditegaskan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010 atas perkara pengujian UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang melarang pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) karena bertentangan dengan konstitusi dan prinsip keadilan sosial.

“Artinya, tidak mungkin ada penerbitan HGB atau SHM di atas laut. Jika itu terjadi, maka itu merupakan praktik ilegal. Karena itu, KNTI mendorong agar Aparat Penegak Hukum segera bertindak melakukan penyelidikan dan penyidikan secara cepat,” ujarnya.

Menurutnya, langkah cepat harus dilakukan dengan mencabut pagar dan mengusut para pelaku dan membawanya ke proses hukum. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menjaga wibawa negara atas penghinaan terhadap negara dengan mempermainkan hukum yang dilakukan melalui praktik kolusi oknum penguasa-pengusaha untuk mengambil keuntungan dalam memanfaatkan sumber daya alam secara tidak sah.

“Praktik ini telah nyata mengorbankan kepentingan rakyat, terutama nelayan yang menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumber daya alam di laut Tangerang,” ujarnya.

KNTI juga mendesak agar kasus ini sekaligus menjadi momentum Pemerintah untuk memeriksa kasus-kasus serupa di banyak wilayah di Indonesia. Kasus pemagaran laut di Tangerang merupakan potret kecil dari banyak modus perampasan ruang laut (ocean grabbing) yang berdampak negatif kepada nelayan kecil.

Hal tersebut dapat berupa kegiatan reklamasi Pantai, penambangan pasir, atau pengkavlingan wilayah laut untuk kepentingan bisnis komersil tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan.

“Praktik semacam ini dalam banyak kasus menyebabkan nelayan tersingkir dari wilayah tangkapnya dan kesulitan untuk mencari ikan,” katanya.