TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Damaskus, Maher Marwan, mengatakan rezim yang saat ini berkuasa di Suriah tidak punya masalah dengan Israel.
Marwan berbicara atas nama Ahmed Hussein al-Sharaa atau Abu Mohammad al-Julani, pemimipin Hayat Tahrir al-Sham di Suriah.
Dalam wawancaranya dengan media AS NPR, Marwan menyebut pemerintah Suriah saat ini ingin memfasilitasi hubungan baik antara Israel dan Suriah.
Setelah rezim Bashar al-Assad ditumbangkan HTS, Israel mulai membombardir fasilitas militer Suriah. Bahkan, Israel menduduki sebagian Dataran Tinggi Golan sehingga memicu kekhawatiran akan adanya pencaplokan wilayah.
“Israel mungkin merasa takut. Jadi, Israel sedikit bergerak maju, sedikit mengebom, dll.,” kata Marwan.
“Kami tidak takut kepada Israel, masalah kami bukan dengan Israel.”
Dia mengklaim rezim Suriah saat ini tak ingin ikut campur dalam perkara yang akan mengancam keamanan Israel atau keamanan negara lain.
Tank militer Suriah yang disita oleh militer Israel (IDF) di Suriah Selatan, 11 Desember 2024. (IDF/Timesof Israel)
Di samping itu, dia meminta Amerika Serikat (AS) untuk memfasilitasi hubungan yang lebih baik antara Israel dan Suriah.
“Ada orang-orang yang ingin hidup berdampingan. Mereka ingin perdamaian. Mereka tidak ingin bersengketa,” ujar Marwan.
Sementara itu, sudah ada laporan dari media Israel yang menyebut AS telah mendesak Israel untuk menghubungi HTS. Seorang pejabat AS juga mengatakan AS telah menyampaikan pesan dari HTS.
“Kami ingin perdamaian, dan kami tak bisa jadi musuh Israel atau musuh siapa saja,” kata Marwan.
Di sisi lain, Israel juga memberikan sinyal ingin membangun hubungan dengan rezim baru Suriah.
Akan tetapi, awal Desember ini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan ancaman keras.
“Jika rezim ini mengizinkan Iran untuk membangun diri kembali di Suriah, atau mengizinkan pengiriman senjata Iran atau senjata lain apa pun kepada Hizbullah, atau menyerang kita, kita akan membalasnya dengan keras dan meminta bayaran mahal atas itu,” kata Netanyahu dikutip dari The Times of Israel.
Dia mengatakan siapa pun yang mengikuti jejak Assad bakal bernasib seperti dia.
Julani tolak berkonflik dengan Israel
Adapun Julani yang saat ini menjadi pemimpin de facto di Suriah mengaku berkomitmen mematuhi perjanjian tahun 1974.
“Kami bersiap mengembalikan para pemantu dari PBB (pasukan perdamaian PBB di zona demiliterisasi),” kata Julani.
“Kami tak menginginkan konflik apa pun dengan Israel atau siapa pun dan kami tidak akan membiarkan Suriah menjadi tempat melancarkan serangan. Rakyat Suriah perlu istirahat dan serangan perlu diakhiri dan Israel harus menarik diri ke posisi sebelumnya,” kata Julani kepada The Times of London beberapa waktu lalu.
Dia mengklaim Israel berhak menargetkan pasukan yang didukung Iran sebelum pemerintahan Assad tumbang. Namun, Israel tak punya alasan yang sah untuk tetap beroperasi di Suriah.
Hingga saat ini Suriah dan Israel tidak punya hubungan diplomatik dan secara formal masih bertikai.
Pada tahun 1974 ditandatangani perjanjian antara Suriah dan Israel berupa zona demiliterisasi di perbatasan Suriah-Israel.
Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Abu Mohammad al-Julani (Daily News Egypt)
Julani mengkritik serangan besar Israel ke Suriah beberapa waktu lalu dan tindakan pasukan Israel (IDF) menduduki sebagian wilayah Suriah.
IDF mengklaim tujuannya beroperasi di Suriah ialah hanya untuk memastikan keamanan Israel.
Julani mengatakan dalih Israel menduduki Suriah itu suatu alasan yang lemah dan tidak bisa digunakan sebagai pembenaran.
“Israel sudah jelas melewati batas di Suriah, itu merupakan ancaman eskalasi tak berdasar di kawasan ini,” kata Julani saat diwawancarai Syria TV.
“Kondisi suriah yang letih karena perang, setelah konflik dan perang bertahun-tahun, tidak mengizinkan adanya konfrontasi baru. Prioritas saat ini adalah pembangunan kembali dan stabilitas, tidak ditarik ke dalam sengketa yang bisa memunculkan kehancuran lebih lanjut.”
Di samping itu, dia mengatakan solusi diplomatik adalah satu-satunya cara untuk memastikan keamanan dan stabilitas. Menurutnya, “petualangan politik yang tanpa perhitungan” tidak dihendaki.
(Tribunnews/Febri)