Negara: Palestina

  • Niat Israel Mau Kuasai Gaza Bisa Rusak Hubungan dengan AS

    Niat Israel Mau Kuasai Gaza Bisa Rusak Hubungan dengan AS

    Jakarta, CNN Indonesia

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan akan mengubah Jalur Gaza sebagai zona demiliterisasi jika agresi berakhir pada masa mendatang.

    Menurut laporan Al Jazeera pada Rabu (6/12), berdasarkan rencana itu nantinya tentara Israel akan ditempatkan untuk mengawasi wilayah tersebut. 

    Demiliterisasi ini juga memungkinkan Israel menguasai Gaza melalui pengawasan militer Israel Defense Force (IDF).

    Namun, rencana itu berpotensi menempatkan Israel pada konflik diplomatik dengan berbagai negara. Tak hanya konflik dengan negara tetangga, demiliterisasi juga kemungkinan dapat merusak hubungan dengan Amerika Serikat.

    Kemungkinan itu berkaitan dengan pernyataan Amerika Serikat yang mengatakan bahwa tidak akan ada wilayah yang hilang di Gaza setelah agresi. AS hingga kini juga menyatakan tidak ingin Israel terlibat dalam pendudukan apa pun atas wilayah Gaza.

    Peringatan itu sempat diungkapkan Presiden Amerika Serikat Joe Biden kepada Netanyahu. Ia mengingatkan PM Israel itu bahwa menduduki Gaza adalah sebuah “kesalahan besar.”

    Biden juga mengatakan solusi yang paling tepat agar perang antara Israel dan Palestina bisa berakhir adalah dengan solusi dua negara atau two state solution.

    “Saya mengatakan kepada Israel bahwa adalah sebuah kesalahan besar bagi mereka jika berpikir mereka akan menduduki dan mempertahankan Gaza. Saya rasa itu tidak akan berhasil,” kata Joe Biden pada Rabu (15/11) waktu AS, seperti dikutip Reuters.

    “Saya menegaskan kepada Israel, kepada Bibi [Benjamin Netanyahu] dan kabinet perangnya. Saya rasa jawabannya adalah solusi dua negara,” imbuhnya.

    Sementara itu, korban tewas akibat agresi Israel ke Palestina sejak 7 Oktober lalu kini sudah menembus 16.159 ribu jiwa per Selasa (5/12).

    Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan sebanyak 15.899 orang tewas akibat agresi Israel di wilayah itu. Sementara itu, sebanyak 42 ribu warga Palestina lainnya terluka akibat gempuran Israel ini.

    Gempuran Israel ke Gaza sejauh ini juga masih berlanjut sejak gencatan senjata berakhir pada Jumat (1/12) lalu. Gencatan senjata itu hanya bertahan selama seminggu setelah diperpanjang sebanyak dua kali.

    Selama gencatan senjata, sebanyak 80 sandera Hamas di Gaza dibebaskan. Sebagai imbalan, 240 tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel juga dilepaskan.

    (frl/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • WHO Ungkap Gaza Kian Suram: Tiap 10 Menit, Satu Anak Tewas

    WHO Ungkap Gaza Kian Suram: Tiap 10 Menit, Satu Anak Tewas

    Jakarta, CNN Indonesia

    Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Palestina Richard Peeperkorn mengatakan rata-rata satu anak tewas setiap 10 menit di Gaza.

    “Rata-rata satu anak terbunuh setiap 10 menit di Gaza. Saya pikir kita sudah dekat dengan saat paling gelap dalam kemanusiaan,” kata Peeperkorn saat konferensi pers di Jenewa, Selasa (5/12), dikutip Anadolu Agency.

    Dia kemudian berujar, “Kita perlu gencatan senjata yang berkelanjutan.”

    Peeperkorn juga menjabarkan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit Gaza berkurang drastis, dari 3.500 menjadi 1.500 unit.

    Kondisi semacam itu, lanjut dia, tak bisa dibiarkan di tengah lonjakan pasien yang terus bertambah setiap hari.

    Pasukan Israel melancarkan serangan fase kedua usai gencatan senjata dengan Hamas tak diperpanjang.

    Israel dan Hamas sempat sepakat gencatan senjata pada 24 November dan diperpanjang dua kali hingga berakhir 30 November.

    Di serangan fase kedua ini, Israel menggempur habis-habisan Gaza terutama di wilayah selatan yang padat penduduk.

    Wilayah selatan merupakan tempat mengungsi warga Gaza utara yang diusir Israel pada November lalu. Kini, daerah itu menjadi arena perang.

    Sejak agresi dimulai pada 7 Oktober, Israel menyerang warga dan objek sipil seperti rumah sakit hingga kamp pengungsian.

    Imbas gempuran itu, lebih dari 16.000 jiwa meninggal. Dari jumlah ini, 60 persen di antaranya perempuan dan anak-anak.

    (isa/dna)

  • Hizbullah Serang Radar Israel, Pasukan Zionis Gempur Balik Pakai Drone

    Hizbullah Serang Radar Israel, Pasukan Zionis Gempur Balik Pakai Drone

    Jakarta, CNN Indonesia

    Milisi di Lebanon selatan menyerang situs radar Israel utara pada Rabu (6/12).

    Israel kemudian membalas serangan itu dengan menargetkan pangkalan Hizbullah di Lebanon selatan, demikian dikutip Al Jazeera.

    Menurut laporan Haaretz, militer Israel mendeteksi sejumlah serangan dari wilayah Lebanon menuju pos militer di dekat Desar Arab Al Aramshe, Galilea Barat.

    Israel mengklaim telah membalas sumber serangan. Mereka juga menyerang target Hizbullah menggunakan tank, pesawat terbang, dan tembakan artileri.

    Situasi di perbatasan Israel dan Lebanon memanas usai pasukan Zionis dan Hizbullah saling serang sejak 7 Oktober.

    Hizbullah mengklaim serangan kelompok ini untuk membantu “saudara” mereka di Gaza. Mereka akan berhenti menyerang jika Israel menghentikan agresinya di Palestina.

    Imbas saling gempur kedua pihak itu, lebih dari 110 orang di Lebanon tewas. Mayoritas korban ini adalah anggota Hizbullah dan puluhan warga sipil.

    Sementara itu, dari pihak Israel enam tentara dan tiga warga sipil dilaporkan tewas.

    Salah satu serangan Israel juga menewaskan tentara Lebanon.

    “Posisi militer di Adaisseh dibombardir oleh musuh Israel menyebabkan satu tentara tewas dan tiga lain terluka” demikian pernyataan militer Lebanon.

    Israel lantas meminta maaf dan menyebut bahwa target mereka bukanlah tentara Lebanon.

    (isa/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • Tentara Israel di Gaza Keracunan Makanan, Demam sampai Diare Parah

    Tentara Israel di Gaza Keracunan Makanan, Demam sampai Diare Parah

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tentara Israel dikabarkan mengalami sakit pencernaan massal akibat keracunan makanan. Sakit massal itu juga dialami pasukan Israel yang ditempatkan di Jalur Gaza selama agresi berlangsung.

    Menurut laporan surat kabar Yedioth Ahronoth, dikutip dari Middle East Monitor pada Selasa (5/12), ‘wabah’ diare itu berawal dari banyaknya donasi makanan dari berbagai restoran kepada tentara Israel.

    Namun, penyimpanan dan pengiriman makanan yang tidak higienis menyebabkan makanan terkontaminasi bakteri. Hal itu lantas menyebabkan maraknya penyakit pencernaan, diare akut, hingga demam tinggi di kalangan tentara.

    “Diare telah menyebar di kalangan tentara di selatan [Israel], kemudian menyebar di antara tentara yang sedang bertugas di Gaza,” ujar Kepala Unit Penyakit Menular RS Assuta Ashdod University Dr. Tal Brosh.

    “Kami mendiagnosis infeksi bakteri Shigella yang memicu disentri, penyakit sangat berbahaya yang menyebar di kalangan tentara di Gaza,” lanjutnya.

    Broch menjelaskan merebaknya diare dan demam itu berdampak pada kondisi tentara Israel. Pasalnya, infeksi bakteri itu terus menyebar hingga menyebabkan banyak tentara mengalami penurunan kondisi kesehatan. 

    Anggota militer Israel yang terkena diare dan demam hingga suhu tubuhnya meningkat bahkan dianggap tidak cukup bugar untuk bertugas.

    Broch juga mengingatkan penyakit pencernaan itu memiliki risiko kematian jika tidak mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.

    “Jika infeksi menyebar di antara 10 tentara di infanteri, dan mereka mengalami demam setelah suhu mencapai 40 derajat Celcius, dan ketika mereka mulai mengalami diare setiap 20 menit, maka mereka tidak lagi bugar untuk bertugas dan menempatkan diri pada risiko kematian,” ujarnya.

    Sampai saat ini agresi Israel di Palestina terus berlanjut. Korban tewas akibat agresi Israel ke Palestina sejak 7 Oktober lalu kini sudah menembus 16.159 ribu jiwa per Selasa (5/12).

    Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan sebanyak 15.899 orang tewas akibat agresi Israel di wilayah itu. Sementara itu, sebanyak 42 ribu warga Palestina lainnya terluka akibat gempuran Israel ini.

    Gempuran Israel ke Gaza juga masih berlanjut sejak gencatan senjata berakhir pada Jumat (1/12) lalu. Gencatan senjata itu hanya bertahan selama seminggu setelah diperpanjang sebanyak dua kali.

    (frl/dna)

  • Relawan WNI Beber Kengerian Serangan Israel di Gaza Selatan

    Relawan WNI Beber Kengerian Serangan Israel di Gaza Selatan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi relawan di Palestina membeberkan kengerian serangan-serangan terbaru Israel di Khan Younis, Gaza selatan.

    Relawan dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) bernama Fikri Rofiul Haq mengatakan ledakan terus-menerus terdengar di Kota Khan Younis.

    “Kami bisa mendengar serangan itu dengan sangat jelas di sekitar kami,” kata Fikri kepada Al Jazeera, Rabu (6/12).

    Dia lalu berujar, “Dekat atau jauh, mereka [pasukan Israel] selalu ada di sini.”

    Fikri lantas mengatakan dia dan warga di Khan Younis hanya bisa berdiam diri di tempat pengungsian.

    Dia dan dua relawan WNI lain mengungsi di sebuah gedung sekolah, karena tempat tinggal mereka sebelumnya dan Rumah Sakit Indonesia di utara Gaza hancur digempur Israel.

    Saat bom dijatuhkan, Fikri dan yang lain hanya bisa berdiam di kamar.

    “Hanya itu yang bisa kami lakukan,” ujar dia.

    “Saya takut, saya hanya manusia. Tapi, lama-kelamaan ketakutan itu hilang,” imbuh Fikri.

    Fikri juga menegaskan bahwa tidak ada terowongan bawah tanah di sekolah yang kini menjadi tempat pengungsian. Israel kerap menyerang fasilitas sipil dengan dalih terdapat terowongan Hamas.

    Pasukan Israel melancarkan serangan fase kedua ke Gaza usai gencatan senjata tak diperpanjang.

    Di serangan ini, Israel menggempur habis-habisan kamp pengungsian dan rumah sakit. Terbaru, mereka menggempur kamp pengungsi Jabalia selama 12 jam tanpa henti.

    Israel dan Hamas sempat gencatan senjata pada 24 November dan diperpanjang dua kali hingga berakhir pada 30 November.

    Kesepakatan gencatan senjata itu mencakup pertukaran sandera di Gaza dengan tahanan Palestina di penjara Israel, dan jeda pertempuran.

    Namun selama jeda kemanusiaan berlangsung, Israel masih terus menyerang Gaza dan Tepi Barat.

    Israel melancarkan agresi ke Palestina sejak 7 Oktober. Imbas serangan mereka, lebih dari 16.000 orang meninggal.

    (isa/dna)

  • 7.800 Warga Palestina Dikurung Tanpa Kejelasan Nasib di Penjara Israel

    7.800 Warga Palestina Dikurung Tanpa Kejelasan Nasib di Penjara Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Organisasi non-pemerintah Palestinian Prisoner Society menyebut saat ini ada sebanyak 7.800 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

    Para tahanan tersebut termasuk 33 perempuan, 166 anak-anak, dan 2.873 orang yang ditahan tanpa kejelasan hukum atau dituntut berdasarkan kebijakan penahanan administratif di Israel.

    Dilansir Middle East Monitor, sebelum konflik pecah jumlah tahanan Palestina di penjara-penjara Israel diperkirakan sekitar 5.250 orang. Dari jumlah itu, 1.319 di antaranya ditahan tanpa dakwaan atau diadili.

    “Pasukan Israel menahan 3.580 warga Palestina di Tepi Barat sejak 7 Oktober,” demikian pernyataan organisasi itu.

    Dalam kesepakatan gencatan senjata antara pasukan Israel dengan kelompok Hamas pada 24 November lalu, kedua pihak sepakat untuk membebaskan tahanan Palestina di penjara Israel sebagai imbalan atas pembebasan sandera dari Gaza.

    Selama 7 hari gencatan senjata, sebanyak 240 tahanan Palestina dibebaskan dari penjara Israel. Sementara Hamas melepaskan 105 sandera di Gaza.

    Ini berarti masih ada ribuan warga Palestina lainnya yang ditahan di penjara Israel.

    Dalam sebuah pernyataannya beberapa waktu lalu, Kepala Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan Palestina Qadura Fares menyebut ribuan orang itu ditangkap dengan dalih “penahanan administratif”.

    Artinya ribuan orang itu dipenjara tanpa mengetahui tahu tuduhan maupun proses hukum yang mereka hadapi.

    Menurut laporan Al Jazeera, saat ini ada 19 penjara di Israel dan satu di Tepi Barat, untuk menahan warga Palestina.

    “Ini melanggar hukum dan kejam. Konsekuensinya bagi orang yang dipenjara dan orang-orang yang mereka cintai, sering kali tidak bisa bertemu dengan mereka selama berbulan-bulan dam kadang bahkan bertahun-tahun,” demikian laporan Amnesty International.

    (dna/dna)

    [Gambas:Video CNN]

  • VIDEO: Palestina Akan Sambut Natal Diliputi Duka Gegara Agresi Israel

    VIDEO: Palestina Akan Sambut Natal Diliputi Duka Gegara Agresi Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Natal tidak akan dirayakan di Palestina selama Israel terus membombardir Gaza.

    Hal ini disampaikan oleh Munther Isaac, seorang Pastor di Gereja Evangelical Lutheran di Tepi Barat Bethlehem.

    Munther juga mengganti tempat tidur kayu patung bayi Yesus menjadi puing-puing bangunan, hal ini bentuk solidaritas umat Kristiani terhadap masyarakat Palestina.

    Korban tewas di Palestina telah lebih dari 15.900 orang sejak agresi Israel pada 7 Oktober.

    Sebanyak 70 persen dari korban merupakan anak-anak dan perempuan.

  • Kenapa Israel Tetap Serbu Tepi Barat di Tengah Agresi ke Gaza?

    Kenapa Israel Tetap Serbu Tepi Barat di Tengah Agresi ke Gaza?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Sejak serangan balasan diluncurkan Israel pada 7 Oktober lalu, mata dunia tertuju pada kehancuran dan penderitaan yang dialami oleh Gaza.

    Namun, sisi lain dari wilayah Palestina sebenarnya juga mengalami penderitaan serupa akibat konflik dengan Israel yang terus memanas.

    Pasukan Israel dilaporkan kini menangkap 60 warga Palestina dalam penggerebekan yang terjadi di Tepi Barat pada Minggu (3/12) malam, dikutip dari Al Jazeera.

    Di Kota Jenin, Tepi Barat, pasukan penembak runduk Israel terlihat memantau di atas gedung, 50 kendaraan lapis baja berpatroli, dan pesawat pengintai beterbangan di atas wilayah tersebut.

    Pejabat kesehatan Palestina mengatakan bahwa Israel membunuh lima warga Tepi Barat atas pendudukan beberapa hari lalu.

    Kenapa Israel serbu Tepi Barat di tengah agresi ke Gaza dengan dalih menumpas Hamas?

    Tepi Barat merupakan sebidang tanah di tepi barat Sungai Yordan dan di sebelah timur Israel yang menjadi tempat tinggal bagi lebih dari tiga juta warga Palestina.

    Sejak terjadinya Perang Enam Hari pada Juni 1967, Israel telah merencanakan dan mendanai pos-pos terdepan Yahudi di Tepi Barat, dikutip dari Vox.

    Para pemukim percaya bahwa mereka memiliki hak atas wilayah tersebut, walaupun sebagian besar komunitas internasional menganggap pemukiman itu ilegal.

    Kekuasaan yang dimiliki Otoritas Palestina (PA) tidak mencegah Israel untuk ikut campur dalam urusan Tepi Barat.

    Populasi-populasi ini sebagian besar dipisahkan dan dikontrol oleh infrastruktur keamanan Israel yang kompleks, termasuk pos pemeriksaan militer, patroli bersenjata, penghalang pemisah, dan kartu identitas serta pelat nomor dengan kode warna.

    Kondisi ini membentuk dan mengatur kehidupan masyarakat Tepi Barat sehari-hari.

    Bersambung ke halaman berikutnya…

    Memanasnya perang dengan Israel membuat tingkat kekerasan di Tepi Barat terus meningkat drastis, bahkan menjadi yang terparah sejak Intifadah Kedua.

    Sebelum agresi total ke Gaza, 2023 sudah menjadi tahun paling mematikan bagi warga Palestina di Tepi Barat dalam lebih dari dua dekade, dengan tewasnya 250 warga Palestina akibat tembakan Israel, sebagian besar terjadi dalam operasi militer.

    “Saya terus khawatir mengenai pemukim ekstremis yang menyerang warga Palestina di Tepi Barat,” ungkap Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada akhir Oktober lalu.

    Ghassan Daghlas, pejabat Otoritas Palestina, mengatakan bahwa pemukim menghancurkan lebih dari 3.000 pohon Zaitun selama musim panen yang penting, dikutip dari Associated Press News.

    Pemukim juga mengganggu komunitas pengembala dengan memaksa 900 orang meninggal 15 dusun yang sudah lama menjadi tempat tinggal mereka.

    Kekerasan dan penyerangan Israel terhadap Tepi Barat diduga terkait dengan proyek pemukiman yang diciptakan oleh kelompok kiri-tengah Israel sejak 1948. Proyek tersebut bertujuan untuk menaklukan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Proyek pemukiman merupakan proyek terbesar dan termahal yang pernah dilakukan Israel.

    Pandangan lain terkait perluasan serangan pasukan Israel di Tepi Barat disampaikan oleh Jenderal Kenneth “Frank” McKenzie, mantan kepala Komando Pusat AS.

    McKenzie, mengatakan bahwa tujuan Israel adalah menumpas kelompok Hamas, sedangkan Tepi Barat tidak dikuasai oleh Hamas.

    Serangan Israel justru menargetkan sejumlah kelompok perlawanan yang beroperasi di Tepi Barat.

    “Menurut saya, salah satu konsep dasar pendekatan Israel terhadap perang di Gaza adalah mencegahnya meluas. Jadi saya pikir mereka tidak tertarik dengan gejolak lebih lanjut di Tepi Barat. Jadi saya pikir jika – ketika Israel beroperasi di sana, mereka benar-benar mengejar elemen-elemen yang mencoba menyerang mereka di Tepi Barat,” ungkap McKenzie, dikutip dari NPR.

    Sejalan dengan hal ini, IDF mengeluarkan pernyataan bahwa peningkatan signifikan serangan teroris di Tepi Barat. Oleh karena itu, IDF menjalankan operasi kontra terorisme setiap malam untuk menangkap para tersangka.

    Beberapa tersangka yang berhasil ditangkap merupakan bagian dari kelompok Hamas, dikutip dari CNN.

  • Diamuk Keluarga Sandera, Israel Bantah Mau Banjiri Terowongan Hamas

    Diamuk Keluarga Sandera, Israel Bantah Mau Banjiri Terowongan Hamas

    Jakarta, CNN Indonesia

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendapat protes dan kecaman dari keluarga sandera yang sudah bebas dan masih ditahan kelompok Hamas.

    Mereka ramai-ramai mengungkapkan kekhawatiran, terutama bagi yang keluarganya masih ditahan oleh Hamas. Salah satu warga mengaku suaminya masih ditahan Hamas dan menuding pasukan militer Israel akan menyerang terowongan.

    Ia juga mengaku khawatir dengan nasib suaminya jika Israel benar-benar membanjiri terowongan dengan air laut.

    “Anda mengebom rute terowongan persis di mana [para sandera] berada,” ujar warga tersebut, dilansir dari Al Jazeera.

    Kabar Israel berencana membanjiri terowongan bawah tanah itu mencuat pada Senin (4/12). Pasukan Israel diklaim tengah mengatur pompa air dari laut untuk diarahkan ke terowongan-terowongan Hamas.

    Namun, pasukan pertahanan Israel (IDF) membantah pihaknya memiliki rencana membanjiri terowongan dengan air. IDF mengklaim akan menghentikan operasi Hamas dengan berbagai cara lain.

    “IDF beroperasi untuk membongkar taktik Hamas melalui berbagai cara menggunakan alat-alat militer berteknologi,” demikian tulis IDF.

    Menurut laporan Wall Street Journal, dikutip dari Reuters, pembangunan sistem pompa air itu dikabarkan sudah dikerjakan sejak pertengahan November.

    Setidaknya ada lima pompa dengan saluran sepanjang 1,6 kilometer yang dibangun di sisi utara kamp pengungsi Al Shati.

    “Pompa itu mampu mengalirkan ribuan meter kubik air per jam dan bisa membanjiri terowongan dalam hitungan pekan,” tulis laporan Wall Street Journal seperti diberitakan Reuters.

    Namun, hingga kini belum ada kejelasan apakah pompa itu akan aktif sebelum sandera dilepaskan. Sebab, Hamas menyebut sandera mereka ditempatkan di terowongan tersebut.

    Gempuran Israel ke Gaza sejauh ini juga masih berlanjut sejak gencatan senjata berakhir pada Jumat (1/12) lalu. Korban tewas akibat agresi Israel ke Palestina sejak 7 Oktober lalu juga sudah menembus 16.159 ribu jiwa per Selasa (5/12).

    Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan sebanyak 15.899 orang tewas akibat agresi Israel di wilayah itu. Sementara itu, sebanyak 42 ribu warga Palestina lainnya terluka akibat gempuran Israel ini.

    (frl/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Tentara Israel Sembarangan Tembak Pria Difabel Palestina di Tepi Barat

    Tentara Israel Sembarangan Tembak Pria Difabel Palestina di Tepi Barat

    Jakarta, CNN Indonesia

    Tentara Israel menembak dan melukai, Tarek Abu Abed, seorang pria difabel warga Palestina di dekat Kota Hebron, Tepi Barat, Selasa (5/12).

    Insiden tersebut terekam dalam sebuah video dan beredar di media sosial.

    Dalam rekaman itu tampak tiga laki-laki berseragam militer berdiri di dekat laki-laki tengah berlutut, yang diidentifikasi sebagai Tarek.

    Di sebelah dia, tampak laki-laki kemeja merah, yang diidentifikasi sebagai teman Tarek.

    “Pria dalam video yang mengenakan pakaian merah datang untuk membelanya dan memberi tahu tentara Israel bahwa saudara laki-laki saya memiliki kebutuhan khusus,” kata saudara Tarek, Diaa Abu Abed, dikutip CNN.

    Diaa kemudian berujar, “Dia dikenal di kalangan masyarakat karena difabel. Para prajurit menolak mendengarkan.”

    Dalam video tampak tentara Israel mengerahkan senapan ke Tarek, dan terdengar teriakan.

    Tarek tampak berusaha berdiri saat beberapa warga melihatnya. Ia mendekati salah satu tentara dengan gelisah.

    Tentara lain mendekati Tarek dari belakang dan terdengar suara tembakan. Dia jatuh ke tanah dan menggeliat kesakitan saat dua tentara menodong dengan senjata.

    Tarek, menurut Diaa, mengalami pendarahan hebat dan menjalani operasi di kaki.

    Diaa bercerita bahwa saudaranya sedang dalam perjalanan pulang pada Selasa (5/12). Tarek lantas dihadang tiga tentara Israel dan meminta identitas.

    Tarek lalu memberi tahu mereka bahwa ia tak punya kartu identitas. Ia dan tentara Israel kemudian bertengkar hingga berujung penembakan.

    “Siapa pun yang bertemu Tarek bisa langsung tahu bahwa dia punya kebutuhan khusus. Otaknya bekerja seperti anak-anak,” kata Diaa.

    Pasukan pertahanan Israel (IDF) kemudian mengonfirmasi pasukan mereka memang terlibat dalam konfrontasi dengan seorang warga difabel. 

    “Berdasarkan informasi awal yang tersedia, tampaknya selama pemeriksaan yang dilakukan hari ini di dekat kota Hebron, seorang warga Palestina tertembak di kaki dan dievakuasi guna menerima perawatan medis,” demikian menurut IDF.

    Mereka juga menyatakan penyelidikan terkait insiden itu akan dilakukan.

    Selama agresi, Israel menyerang Gaza dan Tepi Barat. Tak jarang, mereka menyerang warga sipil.

    (isa/dna/bac)

    [Gambas:Video CNN]