Negara: Amerika Serikat

  • Mengenal Pneumonia Ganda Penyakit yang Diidap Paus Fransiskus Sebelum Wafat – Halaman all

    Mengenal Pneumonia Ganda Penyakit yang Diidap Paus Fransiskus Sebelum Wafat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kabar duka datang dari Vatikan. Paus Fransiskus pemimpin pertama Gereja Katolik Roma yang berasal dari Amerika Latin yang wafat dalam usia 88 tahun. Kabar ini disampaikan oleh Vatikan melalui pernyataan video pada Senin (21/4/2025).

    Paus Fransiskus yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio, baru-baru ini sempat berjuang melawan pneumonia ganda yang serius sebelum akhirnya berpulang. Dilansir dari Very Well Health, pneumonia ganda secara teknis bukanlah istilah medis resmi.

    Pneumonia ganda, atau pneumonia bilateral adalah cara untuk menggambarkan infeksi pada kedua paru-paru.  Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur yang menyebabkan kantung udara di dalam paru-paru terisi cairan atau nanah.

    Kebanyakan orang yang terserang pneumonia kemungkinan besar telah terpapar bakteri pneumokokus atau virus flu . “Ketika seseorang terserang pneumonia, penyakit ini dapat menyerang mulai dari sebagian kecil dari satu paru-paru hingga sebagian besar dari kedua paru-paru,” tulis Very Well Health.

    Ketika pneumonia menyerang kedua paru-paru, penyakit ini jauh lebih parah daripada pneumonia yang hanya menyerang satu paru-paru. Saat terkena pneumonia di satu paru-paru, paru-paru yang sehat dapat mengatasinya sementara paru-paru yang terkena pneumonia pulih.

    Namun, ketika terkena pneumonia bilateral, maka pasien tidak memiliki kemewahan untuk memiliki satu paru-paru yang baik untuk menggantikannya.  

    Hal ini membuat pasien berada dalam kondisi yang lebih rapuh. Gejala pneumonia ganda tidak jauh berbeda dengan pneumonia biasa. Diantaranya, batuk produktif, demam, bibir atau kuku berwarna biru atau ungu, kebingungan (lebih sering terjadi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun), pernapasan cepat, atau kesulitan bernapas.

    Gejala lain yang dirasakan adalah kelelahan ekstrem, peningkatan denyut nadi, nyeri dada yang tajam dan menusuk saat bernapas atau batuk.

    “Jika mengalami kesulitan bernapas, nyeri dada, batuk terus-menerus, atau demam di atas 102°F yang tidak mudah dikendalikan, sebaiknya hubungi dokter perawatan primer untuk membuat janji temu,” tegasnya.

    Selain itu ada beberapa gejala yang menunjukkan infeksi lebih parah dengan potensi menyebabkan kondisi kronis yang lebih serius seperti gagal ginjal, keracunan darah hingga mungkin kematian.

    Pneumonia biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga hal yaitu bakteri, virus dan jamur.  

    Pneumonia juga dapat terjadi jika makanan, cairan, atau benda lain selain udara masuk ke paru-paru. Kondisi ini dikenal sebagai pneumonia aspirasi.

    Beberapa orang memiliki risiko lebih tinggi terkena pneumonia karena usia atau kondisi kesehatan yang mendasarinya.

    Beberapa faktor risiko untuk pneumonia ganda meliputi:

    1. Berusia kurang dari 2 tahun.
    2. Berusia lebih dari 65 tahun.
    3. Kekurangan gizi.
    4. Merokok dan mereka yang terpapar asap rokok secara berlebihan.
    5. Mengidap penyakit kronis seperti diabetes , anemia sel sabit dan penyakit jantung.
    6. Mengidap penyakit paru-paru seperti PPOK , fibrosis kistik , atau asma.
    7. Mereka yang mengalami kesulitan menelan karena stroke atau kondisi neurologis lainnya.
    8. Orang yang baru saja terserang flu atau pilek
    9. Mereka yang berjuang melawan. penyalahgunaan narkoba atau alkohol.

  • Dari Trump Tower Moskow hingga Logam Tanah Jarang, Saat Ukraina Cuma Jadi Alat Tawar Rusia ke AS – Halaman all

    Dari Trump Tower Moskow hingga Logam Tanah Jarang, Saat Ukraina Cuma Jadi Alat Tawar Rusia ke AS – Halaman all

    Dari Trump Tower Moskow hingga Logam Tanah Jarang, Saat Ukraina Jadi Alat Tawar Rusia ke AS

    TRIBUNNEWS.COM – Ukraina adalah alat tawar berharga bagi Rusia dalam negosiasi besar dengan Amerika Serikat (AS).

    Begitu kira-kira kesimpulan dari ulasan yang dilansir media independent Rusia, TMT, Senin (21/4/2025) mengenai wacana gencatan senjata yang digaungkan AS dalam perang Rusia-Ukraina.

    Ada misi besar Rusia dalam negosiasi ini, bukan sekadar berhentinya perang.

    Moskow ingin menciptakan equilibrium (keseimbang) baru dunia di mana isi dan dominasinya tak melulu soal AS, Barat, dan sekutu mereka.

    Sebagai garis bawah, hipotesis ulasan ini bersandar kalau Rusia, sebagai pihak yang melakukan invasi (Moskow lebih suka memilih diksi Operasi Militer Khusus), adalah pihak yang cenderung dominan dalam perang.

    Sementara Ukraina, yang terbukti sudah keliling ‘memohon’ bantuan dari negara-negara Barat, adalah pihak yang terpojok.

    Terlebih saat AS saat ini dipimpin Donald Trump yang menggaungkan kebijakan ‘cuan’, ‘pelit.’ dan ‘kencangkan ikat pinggang’ demi frasa ‘Make America Great Again’.

    “Saat Moskow mempersiapkan kemungkinan negosiasi dengan Washington yang bertujuan mengakhiri invasi besar-besaran ke Ukraina, Moskow menginginkan hasil yang jauh lebih ambisius daripada sekadar gencatan senjata: penataan ulang lingkup pengaruh secara global,” kata ulasan tersebut.

    Dalam pandangan Kremlin, negosiasi semacam itu secara efektif berarti pengakuan AS atas dominasi Rusia di kawasan pasca-Soviet — termasuk Ukraina — dan, sampai batas tertentu, pengakuan atas pengaruhnya di Eropa.

    “Untuk mencapai tujuan tersebut, Kremlin kini tengah mencari insentif yang diyakininya dapat menarik — dan mempertahankan — perhatian Presiden AS Donald Trump, mulai dari kesepakatan tanah jarang dan pengaruh geopolitik di Iran dan Korea Utara hingga Trump Tower yang telah lama diimpikan Trump di Moskow,” kata ulasan tersebut menjelaskan tujuan besar Moskow dalam perundingan damai dengan Ukraina dengan AS sebagai penengah.

    Lima pejabat pemerintah Rusia saat ini, termasuk dua diplomat, tiga sumber yang dekat dengan Kremlin dan karyawan tiga perusahaan besar milik negara mengonfirmasi hal ini kepada TMT, semuanya berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas masalah tersebut.

    “Yang terpenting adalah mereka (Amerika) tidak mencampuri urusan kami dan tidak memberi tahu kami cara hidup,” kata seorang pejabat senior Rusia yang memahami logika negosiasi Kremlin.

    “Mereka tidak menghalangi kami melakukan apa yang sedang kami lakukan.”

    Beberapa pejabat di Moskow juga membayangkan gerakan simbolis pengakuan sebagai bagian dari kesepakatan potensial — seperti kunjungan Presiden Vladimir Putin ke Washington dan bertemu Trump di Gedung Putih.

    “Jika bos kami [Putin] sesekali datang ke Washington untuk bertemu dengan Trump — itu juga akan menyenangkan,” kata seorang pejabat pemerintah saat ini.

    Meski begitu, para pejabat mengakui bahwa era pertemuan puncak besar — ​​seperti yang terjadi selama Perang Dingin atau tahun-tahun awal pasca-Soviet — telah berakhir. 

    “Sulit untuk mengandalkan itu sekarang,” kata pejabat pemerintah itu.

    DONALD TRUMP PRIMA – Presiden AS Donald Trump saat menghadiri UFC 314 pada Sabtu (13/4/2025) malam di Miami di Kaseya Center. (Tangkap layar YouTube TNT Sports)

    Mencari Leverage

    Kremlin, yang menyadari keterbatasan posisi negosiasinya, telah menugaskan pejabat dan pakar untuk menganalisis dan mengidentifikasi semua kemungkinan insentif yang dapat menarik minat Trump dan menjaga agar pembicaraan tidak menyempit menjadi agenda terbatas, cuma soal perdamaian dengan Ukraina.

    Menyusul kemenangan pemilu Trump pada bulan November, Kremlin memerintahkan perusahaan-perusahaan besar untuk menyiapkan proposal terperinci untuk kerja sama ekonomi dengan Washington.

    “Pekerjaan berjalan lancar di pemerintahan, kementerian, dan perusahaan besar, termasuk di malam hari dan di akhir pekan: proposal sedang dipersiapkan di seluruh sektor ekonomi utama,” kata seorang pejabat pemerintah saat ini kepada TMT. 

    “Rosatom dan Rosneft menyampaikan inisiatif mereka, dan (produsen emas) Polyus mengirimkan informasi intelijen terbaru tentang endapan emas ke Kremlin. Rusal dan entitas lain ikut bergabung,” kata pejabat itu.

    Dia menambahkan bahwa wakil kepala administrasi kepresidenan Maxim Oreshkin dan utusan khusus Putin, Kirill Dmitriev, termasuk di antara mereka yang mengoordinasikan upaya ini.

    Karyawan di tiga perusahaan besar milik negara dan sumber yang dekat dengan Kremlin mengonfirmasi hal ini.

    Pendekatan baru ini mencerminkan runtuhnya model kaku hubungan AS-Rusia sebelumnya. 

    Selama Perang Dingin, negara-negara adikuasa mempraktikkan “keterkaitan”, di mana isu-isu yang tampaknya tidak berhubungan menjadi konsesi dalam kerangka negosiasi yang lebih besar. 

    “Anda memberi kami gandum — kami akan memberi Anda lebih sedikit radikal di Amerika Latin. Anda memberi saya aspirin, saya memberi Anda Valocordin,” kata seorang diplomat senior Rusia mencontohkan model keluwesan yang coba dibangun Moskow dengan Washington.

    “Jika Anda memiliki berbagai macam masalah di atas meja, lebih mudah untuk menemukan keseimbangan dan menyeimbangkan asimetri,” kata diplomat itu.

    Namun tidak seperti era Perang Dingin, Rusia kini memegang lebih sedikit kartu.

    Perjanjian pengendalian senjata strategis yang pernah menjadi dasar dialog — dari Perjanjian Rudal Anti-Balistik hingga New START — mulai terurai.

    Dengan berakhirnya New START pada Februari 2026, pembicaraan tentang perpanjangannya bahkan belum dimulai .

    “Dulu kami mengadakan pertemuan puncak, menandatangani perjanjian — pertama Pembicaraan Pembatasan Senjata Strategis (SALT), kemudian Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START). Seluruh ekosistem konsultasi dan mekanisme bersama dibangun di sekitar itu,” kenang seorang diplomat Rusia saat ini.

    “Ini meluncurkan mekanisme kerja sama antara Moskow dan Washington di berbagai bidang.”

    Saat ini, bangun rancang seperti itu sudah tidak ada lagi, dan pengendalian senjata hanya menarik minat Trump dalam konteks persaingannya dengan China.

    Akibatnya, Moskow dan Washington semakin melihat satu sama lain sebagai pesaing, bukan mitra. 

    “Kami bersaing di pasar hidrokarbon di Eropa, pasar makanan, dan penjualan senjata. Dan konfrontasi ini hanya akan semakin memanas,” kata seorang pejabat pemerintah Rusia.

    Kolase foto Vladimir Putin dan Donald Trump (TASS, Instagram Donald Trump)

    Ukraina Sebagai Alat Tawar-menawar

    Dengan sedikit daya ungkit yang tersisa, Moskow melihat perang di Ukraina sebagai alat tawar-menawar yang paling ampuh.

    Para pejabat Rusia pun berharap untuk memanfaatkan keinginan Trump untuk mengamankan gencatan senjata.

    “Kita perlu memeras Trump sebanyak mungkin, sambil menggantungkan kemungkinan gencatan senjata seperti wortel di hadapannya,” kata salah seorang peserta diskusi.

    Namun, tidak banyak ilusi tentang rapuhnya peluang ini.

    “Jendelanya mungkin tertutup rapat. Trump bisa kehilangan minat atau, lebih buruk lagi, menyimpan dendam,” para diplomat dan pejabat yang berbicara kepada TMT, sepakat.

    Namun, banyak pihak di Kementerian Luar Negeri Rusia dan pemerintahan pusat negara tersebut di Kremlin memiliki pandangan berbeda. 

    “Kami berada di jalur yang benar. Prioritasnya adalah mengkalibrasi ulang hubungan dengan Amerika Serikat — tugas yang sama sekali tidak sederhana — sambil menjaga dialog tentang Ukraina tetap berjalan,” kata seorang diplomat Rusia.

    “Dari sana, situasi di lapangan akan menentukan langkah selanjutnya. Pada akhirnya, semuanya tentang waktu, kesabaran, dan tetap pada jalur.”

    Secara formal, Kremlin telah mengisyaratkan kesediaan untuk membuat konsesi.

    Pada bulan Maret, Putin setuju untuk mematuhi moratorium yang diusulkan Trump atas serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina.

    Namun, Rusia melanjutkan serangannya segera setelah moratorium berakhir pada tanggal 18 Maret.

    “Dalam situasi seperti ini, berbicara tentang gencatan senjata pada tahap ini sama sekali tidak realistis,” kata Vasily Nebenzya, perwakilan tetap Rusia untuk PBB, pada awal April.

    Para pejabat melihat dua skenario utama. Yang pertama adalah menyetujui gencatan senjata yang ditengahi Trump dengan imbalan konsesi seperti pembatasan pengiriman senjata AS ke Ukraina.

    “Meskipun ini tidak berarti senjata tidak akan masuk melalui Eropa,” seorang diplomat Rusia memperingatkan.

    Yang kedua: jika perundingan gagal, salahkan Kiev. 

    “Jika Rusia menolak gencatan senjata, kita harus siap menghadapi front Barat yang bersatu lagi — dan dalam konfigurasi yang bahkan kurang menguntungkan bagi kita,” pejabat lainnya memperingatkan.

    Mengatur Umpan

    Banyak ide telah dilontarkan sebagai kemungkinan insentif untuk menarik Trump ke dalam kesepakatan, mulai dari memediasi negosiasi AS-Tiongkok hingga misi bersama ke Mars.

    Namun, Kremlin hanya memiliki sedikit kartu truf yang nyata dalam perundingan ini.

    Proposal ekonomi Rusia terlihat lemah. Bahkan di tahun-tahun terbaiknya, perdagangan AS-Rusia hampir tidak mencapai $45 miliar.

    Pada tahun 2024, perdagangan anjlok menjadi hanya $3,5 miliar, level terendah sejak 1992.

    Saat ini, Moskow hanya dapat menawarkan beberapa komoditas yang masih dibutuhkan AS: titanium untuk pembuatan pesawat terbang, uranium untuk energi nuklir, dan minyak mentah berat untuk kilang minyak di sepanjang Gulf Coast.

    Namun, seperti yang dikatakan seorang pejabat, komoditas ini “tidak akan menyelamatkan neraca perdagangan Amerika — dan karenanya tidak ada nilainya bagi Trump.”

    Rusia merupakan pemasok utama logam tanah jarang seperti skandium, itrium, dan lantanum, yang penting untuk sistem elektronik dan pertahanan. Namun, hal ini juga dianggap tidak cukup untuk membuka konsesi politik besar.

    Proyek regional kedua negara yang bisa dijajaki bersama, juga terbatas. 

    Washington ingin Rusia menghentikan pengiriman senjatanya ke Korea Utara dan mematuhi sanksi PBB — tetapi Moskow, yang telah berinvestasi dalam aliansi yang berkembang dengan Pyongyang, tidak berniat untuk menghentikan kerja samanya.

    Iran juga telah diusulkan sebagai saluran yang mungkin untuk keterlibatan, mengingat peran Rusia dalam mengelola bahan bakar nuklir bekas Teheran dan dukungannya terhadap program nuklir damainya.

    “Ada keyakinan bahwa Trump memiliki rasa hormat tertentu terhadap Putin. Dan bahwa perkataan Putin dapat memengaruhi keputusan Amerika [mengenai Iran],” kata seorang pejabat pemerintah Rusia. 

    Tetapi bahkan diplomat Rusia mengakui kalau peran Moskow dalam perundingan AS-Iran paling banter hanya marjinal.

    “Teheran selalu ingin berbicara langsung dengan Amerika dan juga takut ‘dikhianati’ oleh kami dalam sebuah tawar-menawar besar,” kata seorang diplomat Rusia.

    Usulan yang lebih realistis melibatkan koordinasi energi dan gerakan simbolis.

    Salah satu usulan: misi kemanusiaan di Gaza dengan memanfaatkan infrastruktur buatan Rusia di Suriah.

    Usulan lain akan melibatkan kerja sama informal di pasar minyak yang melibatkan AS, Rusia, dan Arab Saudi.

    “Di sini, tiga negarawan besar bisa tampil di panggung: pemimpin AS, Rusia, dan Arab Saudi,” kata seorang diplomat Rusia.

    Lalu ada ide Trump Tower di Moskow.

    Para pejabat bertukar pikiran untuk membangun Trump Tower setinggi 150 lantai di Kota Moskow, distrik bisnis ibu kota.

    Proyek tersebut dapat segera diluncurkan, dan Trump sendiri dapat berpartisipasi dalam peletakan batu pertama.

    “Kecepatan, dampak, dan daya tarik: itulah hal-hal yang secara intuitif dihargai Trump,” kata seorang sumber yang dekat dengan Kremlin. Terlebih lagi mengingat tim Trump dan pejabat Rusia telah membahas proyek ini sebelumnya, tambahnya.

    Afrika, yang selama ini tidak terlalu penting dalam kebijakan luar negeri AS, dianggap tidak mungkin menarik perhatian Trump.

    Misi gabungan ke Mars juga tidak dianggap realistis.

    Dalam semua proposal ini, Kremlin berpedoman pada satu aksioma: inisiatif harus disesuaikan secara pribadi dengan Trump, dapat dicapai dalam satu masa jabatan, dan menawarkan daya tarik media yang kuat.

    “Tanpa itu, adalah naif untuk mengharapkan kemajuan apa pun,” kata seorang pejabat senior Rusia.

     

    (oln/tmt/*)

  • Susah Cari Kerja Kantoran, Profesi Lama Mulai Dilirik Lagi

    Susah Cari Kerja Kantoran, Profesi Lama Mulai Dilirik Lagi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perkembangan Artificial Intelligence (AI) mengancam para pekerja kantoran. Banyak orang akhirnya mencari solusi dari tantangan tersebut.

    Salah satunya adalah melirik pekerjaan lama. Hal ini terjadi dalam banyak sekolah di Amerika Serikat (AS) yang mulai mengajarkan keahlian pertukangan hingga pengelasan.

    Namun pengajaran tersebut tidak memanfaatkan keahlian jaman dulu. Melainkan memanfaatkan perkembangan zaman dengan menggunakan mesin berteknologi tinggi.

    Salah satu yang sudah menerapkannya adalah SMA Middleton. Sekolah di negara bagian Wisconsin itu bahkan mengucurkan US$90 juta agar bisa memperbarui laboratorium manufakturnya.

    Kini, laboratorium di SMA Middleton memiliki lengan robot yang dapat dikendalikan dengan komputer. Cara kerjanya bisa disaksikan melalui jendela kaca besar.

    Untuk menarik minat siswa, guru bahasa Inggris yang menjadi instruktur pengelasan, Quincy Millerjohn memberikan informasi soal gaji pekerja di pabrik gaji dan baja. Dia mengatakan upah mereka dibayar sekitar US$41 ribu hingga US$52 ribu per jam atau sekitar Rp 670 ribu hingga RP 849 ribu.

    Hasilnya para siswa tertarik mengikuti kelas tersebut. Tercatat 2.300 siswa mengambil kelas tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

    Kelas itu menyediakan pelajaran yang pernah tersedia di sekolahan AS pada 1990-2000an seperti konstruksi, manufaktur, dan pertukangan kayu.

    Konsultan pendidikan pemerintah bagian Wisconsin, John Mihm mengatakan ketertarikan pada keahlian pertukangan terjadi karena adanya kecemasan kehadiran AI yang bisa menggantikan pekerja kantoran.

    “Ada pergeseran paradigma. [Pekerjaan tangan] kini adalah pekerjaan dengan keahlian tinggi dan gaji tinggi sehingga menarik buat banyak orang, karena mereka langsung melakukan segalanya sendiri,” kata Mihm.

    (dem/dem)

  • Industri Tekstil Lirik Jepang hingga Jerman jadi Pasar Ekspor Alternatif

    Industri Tekstil Lirik Jepang hingga Jerman jadi Pasar Ekspor Alternatif

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mulai mencari potensi pasar ekspor baru seiring dengan rencana pengenaan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) sebesar 32% atas produk asal Indonesia. Negara-negara seperti Jepang, Jerman hingga Arab menjadi pasar potensial. 

    Wakil Ketua API David Leonardi mengatakan, pelaku usaha industri tekstil melihat peluang ekspor ke negara-negara potensial di luar AS yang trennya menunjukkan peningkatan secara konsisten. 

    “Beberapa negara yang kini menjadi tujuan ekspor potensial antara lain Uni Emirat Arab dan negara-negara Timur Tengah karena pertumbuhan sektor ritel dan permintaan produk tekstil yang semakin tinggi,” ujar David kepada Bisnis, Senin (21/4/2025). 

    Tak hanya itu, Jerman dan negara-negara Eropa Timur lainnya juga mencari alternatif pemasok produk tekstil dan garmen selain dari China dan India. Dia pun melihat pasar ini prospektif bagi Indonesia. 

    Di sisi lain, Jepang dan Korea Selatan juga memiliki peluang untuk peningkatan ekspor pasalnya kedua pasar tersebut memiliki preferensi terhadap produk tekstil berkualitas tinggi dari negara berkembang.

    “Australia dan Kanada yang juga menunjukkan ketertarikan terhadap produk dengan nilai tambah seperti produk ramah lingkungan atau fashion modest,” tuturnya. 

    David menuturkan bahwa industri saat ini mulai lebih berhati-hati dalam menjaga neraca dagang dengan AS agar tetap seimbang dan tidak menimbulkan ketergantungan yang berisiko. 

    “Saat ini, dengan ketidakpastian kebijakan tarif, pelaku usaha mencoba menyeimbangkan ekspor ke AS dengan diversifikasi pasar,” imbuhnya. 

    Sebab, potensi surplus perdagangan dari sektor pakaian ke AS bisa mengalami penurunan jika tarif diberlakukan lebih tinggi atau jika akses pasar semakin terbatas. 

    Namun, David meyakini selama produk Indonesia tetap kompetitif dari sisi harga dan kualitas, peluang untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan surplus tetap ada, terutama untuk produk niche atau dengan desain khusus.

    Dalam rangka pengalihan pasar ekspor, pihaknya melihat Indonesia perlu memperbaiki beberapa aspek untuk memperluas pasar ekspor, seperti peningkatan kualitas dan inovasi produk, termasuk desain, bahan ramah lingkungan, dan diversifikasi produk jadi.

    Kemudian, penguatan branding dan promosi agar produk tekstil Indonesia lebih dikenal di pasar global dan peningkatan efisiensi logistik dan infrastruktur, untuk menurunkan biaya distribusi dan meningkatkan daya saing.

    “Pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas [FTA] dengan negara-negara non-AS, seperti RCEP, Uni Eropa, atau Afrika,” tambahnya. 

    Lebih lanjut, API mendorong penguatan kemitraan dagang dan promosi melalui pameran internasional, penyesuaian produk dengan kebutuhan dan preferensi pasar lokal dari negara tujuan baru dan mendukung pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk go global dengan pelatihan dan fasilitasi ekspor.

  • CEO Apple Sukses Bujuk Trump Demi iPhone Tak Naik Harga

    CEO Apple Sukses Bujuk Trump Demi iPhone Tak Naik Harga

    Jakarta

    Ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenakan tarif 145% pada barang yang diimpor dari China, Apple jelas kelabakan. Maka sang CEO yaitu Tim Cook langsung berusaha merayu pemerintahan Trump agar Apple mendapat pengecualian.

    Jika tarif diterapkan, harga iPhone dipastikan meroket lantaran kebanyakan iPhone yang dijual di AS adalah buatan China. Menurut Washington Post, Cook langsung menelepon Menteri Perdagangan Howard Lutnick minggu lalu, menjelaskan bagaimana tarif akan menyebabkan harga iPhone naik.

    Dikutip detikINET dari Apple Insider, dia berbicara dengan pejabat senior Gedung Putih itu dan menjamin takkan mengatakan hal negatif apa pun di publik tentang kebijakan Trump yang akan membuat Trump marah. Sebelumnya untuk pelantikan Trump, Cook juga secara pribadi menyumbangkan USD 1 juta.

    Upaya Cook membuahkan hasil dan akhir pekan lalu, pemerintahan Trump membebaskan iPhone, Mac, iPad, dan barang elektronik lain dari tarif yang diberlakukan pada barang asal China. Namun, pengecualian ini bisa jadi hanya sementara, karena sehari setelah pengumuman, Trump mengatakan nantinya tak ada pengecualian tarif.

    Saat masa pemerintahan Trump yang pertama, Cook mampu mencegah tarif berdampak pada perangkat Apple dengan meyakinkan Trump bahwa biaya tersebut akan memberi Samsung keunggulan atas Apple. Kali ini, Trump mengklaim bahwa ia tidak akan mau ditekan oleh perusahaan untuk menurunkan tarif.

    Namun Trump belum lama ini sempat mengatakan bahwa ia membantu Tim Cook baru-baru ini, sebuah tanda bahwa Cook memiliki hubungan baik dengan Trump yang dapat mencegah Apple terkena dampak keras tarif di masa mendatang.

    Trump bersikeras bahwa Apple dapat memproduksi iPhone dan produk lainnya di Amerika Serikat, tapi ada hambatan signifikan seperti biaya pembangunan pabrik, kurangnya pekerja terampil, dan biaya untuk membayar pekerja AS. Apple telah menjanjikan investasi sebesar USD 500 miliar di negaranya itu.

    Saat ini, sebagian besar iPhone diproduksi oleh Foxconn di China. Adapun chip canggih yang jadi otaknya dibuat di Taiwan oleh produsen chip terbesar di dunia, TSMC. Pembuatannya juga membutuhkan unsur tanah jarang yang digunakan dalam aplikasi audio dan kamera.

    Sekitar 150 dari 187 pemasok utama Apple pada tahun 2024 memiliki pabrik di China. “Tidak ada rantai pasokan di dunia yang lebih penting bagi kami daripada China,” kata Tim Cook dalam sebuah wawancara tahun lalu.

    (fyk/fyk)

  • Prabowo Beri Pesan Duka untuk Paus Fransiskus: Dunia Kehilangan Panutan

    Prabowo Beri Pesan Duka untuk Paus Fransiskus: Dunia Kehilangan Panutan

    Bisnis.com, JAKARTA —Presiden Prabowo Subianto menyampaikan ucapan belasungkawa atas wafatnya Pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus, pada usia 88 tahun, Senin (21/4/2025) pukul 07.35 pagi waktu setempat.

    Ucapan duka disampaikan Prabowo melalui pernyataan resmi yang diunggah di akun media sosial resminya @prabowo, seraya menekankan pentingnya solidaritas kemanusiaan lintas negara dan agama.

    “Dengan rasa duka yang mendalam, saya menerima kabar mangkatnya Paus Fransiskus.

    Dunia kembali kehilangan sosok panutan yang memiliki komitmen besar terhadap perdamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan,”tulis Prabowo, Senin (21/4/2025).

    Orang nomor satu di Indonesia itu pun mengenang pertemuannya dengan Paus Fransiskus saat ketibaannya di Indonesia pada tahun lalu saat masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) RI.

    “Kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Jakarta tahun lalu telah memberikan kesan yang mendalam, tidak hanya di kalangan umat Katolik namun di hati seluruh rakyat Indonesia.

    Pesan kesederhanaan, pluralisme, keberpihakan kepada orang miskin dan kepedulian Sri Paus terhadap sesama akan selalu menjadi teladan bagi kita semua.

    Selamat jalan Sri Paus, pesanmu untuk menjaga Bhineka Tunggal Ika akan selalu membekas di hati,” pungkas Prabowo.

    Sekadar informasi, Paus Fransiskus, pemimpin Gereja Katolik pertama dari Amerika Latin, meninggal dunia pada Senin (21/4/2025). 

    Kabar duka cita atas wafatnya Paus Fransiskus tersebut disampaikan Vatikan dalam sebuah pernyataan video. 

    Paus asal Argentina yang memiliki nama asli Jorge Mario Bergoglio meninggal dunia di usia 88 tahun setelah berjuang dari serangan pneumonia ganda yang serius.

    “Saudara-saudari yang terkasih, dengan kesedihan yang mendalam saya harus mengumumkan wafatnya Bapa Suci Fransiskus,” kata Kardinal Kevin Farrell di saluran TV Vatikan dikutip dari Reuters, Senin (21/4/2025).

    Vatikan mengatakan Uskup Roma, Paus Fransiskus, telah kembali ke rumah Bapa pada Senin pagi pukul 07.35 waktu setempat. 

    Jorge Mario Bergoglio terpilih sebagai paus pada 13 Maret 2013. Pemilihan tersebut mengejutkan banyak pengamat Gereja yang telah melihat ulama Argentina, yang dikenal karena kepeduliannya terhadap orang miskin, sebagai orang luar.

    Dia berusaha untuk memproyeksikan kesederhanaan ke dalam peran agung dan tidak pernah memiliki apartemen kepausan yang penuh hiasan di Istana Apostolik yang digunakan oleh para pendahulunya, dengan mengatakan bahwa dia lebih suka tinggal di lingkungan masyarakat demi “kesehatan psikologisnya”.

    Seiring perkembangan kepemimpinannya, Fransiskus menghadapi kritik keras dari kaum konservatif, yang menuduhnya membuang tradisi gereja.

    Dia juga menarik kemarahan kaum progresif yang merasa bahwa dia seharusnya melakukan lebih banyak hal untuk membentuk kembali Gereja yang telah berusia 2.000 tahun tersebut.

    Di saat dia berjuang dengan perbedaan pendapat internal, Paus Fransiskus menjadi sorotan global, menarik banyak orang dalam banyak perjalanan luar negeri yang dijalani tanpa lelah untuk mempromosikan dialog antaragama dan perdamaian.

    Papa Fransiskus juga berpihak pada mereka yang terpinggirkan, seperti para migran dan kaum miskin di berbagai belahan dunia.

  • Umat Katolik Bisa Beri Penghormatan kepada Paus Fransiskus di Basilika

    Umat Katolik Bisa Beri Penghormatan kepada Paus Fransiskus di Basilika

    Bisnis.com, JAKARTA — Umat Katolik dari berbagai penjuru dunia akan diberikan kesempatan memberi penghormatan terakhir kepada mendiang Paus Fransiskus pada Rabu (23/4/2025) pagi di Basilika Santo Petrus, Vatikan.

    Berdasarkan keterangan resmi Kantor Pers Takhta Suci, jenazah Paus Fransiskus akan dipindahkan dari Casa Santa Marta ke Basilika untuk memberikan kesempatan kepada umat melakukan penghormatan.

    “Pemindahan jenazah Bapa Suci ke Basilika Vatikan, demi penghormatan penuh dari seluruh umat beriman, akan dilaksanakan pada Rabu pagi, 23 April 2025, sesuai dengan pengaturan yang akan ditentukan dan dikomunikasikan besok, setelah Kongregasi pertama para Kardinal,” kata Kepala Kantor Pers Takhta Suci, Matteo Bruni dikutip dari Vatikannews Senin (21/4/2025).

    Adapun upacara upacara pemindahan dan penempatan jenazah mendiang Paus Fransiskus ke dalam peti akan dilaksanakan malam ini pukul 20.00 waktu Roma, Italia.

    Kardinal Kevin Farrell, Camerlengo Gereja Roma Suci, akan memimpin upacara di Kapel Casa Santa Marta Vatikan.

    Meninggal pada Senin Paskah

    Paus Fransiskus meninggal dalam usia 88 tahun pada Senin pagi atau tepat sehari setelah tampil dalam kebaktian Minggu Paskah.

    Kabar duka cita itu langsung tersebar ke seluruh penjuru dunia. Sehari sebelum berpulang, Paus Fransiskus sempat memberikan pesan Urbi et Orbi dalam perayaan ekaristi Minggu Paskah di lapangan Santo Basilika, Vatikan.

    “Kristus, harapanku, telah bangkit. Cinta telah menang atas kebencian, cahaya atas kegelapan, dan kebenaran atas kepalsuan. Pengampunan telah menang atas balas dendam. Kejahatan belum lenyap dari sejarah; kejahatan akan tetap ada sampai akhir, tetapi kejahatan tidak lagi berkuasa; kejahatan tidak lagi berkuasa atas mereka yang menerima rahmat hari ini,” pesan Paus pada Minggu Paskah.

    Paus asal benua Amerika Selatan pertama dalam sejarah gereja Katolik itu dikenal memiliki kepedulian terhadap kaum miskin dan bersikap tegas dalam menolak perang.

    Dalam sejumlah pesan perdamaian yang pernah disampaikan, Paus Fransiskus berbicara tentang Tanah Suci, yang terluka oleh konflik dan menjadi rumah bagi “ledakan kekerasan yang tak berkesudahan”.

    Dia menyampaikan kedekatannya, khususnya dengan masyarakat Gaza dan komunitas Kristen di wilayah tersebut, tempat konflik yang disebutnya cukup mengerikan dan terus menyebabkan kematian, kehancuran serta menciptakan situasi kemanusiaan yang dramatis dan menyedihkan.

    “Saya mohon sekali lagi,” katanya, “untuk segera dilakukan gencatan senjata di Jalur Gaza, pembebasan para sandera dan akses terhadap bantuan kemanusiaan.”

    Kata-katanya sekali lagi menyerukan kepada masyarakat internasional untuk bertindak dan memberikan bantuan kepada orang-orang yang kelaparan yang mendambakan masa depan yang damai.

    Doa Paus juga ditujukan kepada komunitas Kristen di Lebanon dan Suriah, yang saat ini sedang mengalami transisi yang sulit dalam sejarahnya serta mendesak seluruh Gereja untuk senantiasa mendoakan umat Kristen di kawasan Timur Tengah.

    Kemudian doa Paus juga diberikan untuk Yaman yang mengalami salah satu krisis kemanusiaan paling serius dan berkepanjangan di dunia karena perang. Paus Fransiskus mengundang semua pihak yang terlibat untuk menemukan solusi melalui dialog yang konstruktif.

  • Produsen Sepatu Butuh Stimulus Tembus Pasar Ekspor Potensial Selain AS

    Produsen Sepatu Butuh Stimulus Tembus Pasar Ekspor Potensial Selain AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) membutuhkan dukungan pemerintah untuk mempermudah ekspor produk alas kaki ke pasar potensial di Uni Eropa. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi dampak pengenaan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).  

    Direktur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan, pengusaha alas kaki yang berorienstasi ekspor saat ini sangat mendukung penyelesaian perjanjian dagang yaitu Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). 

    “IEU-CEPA sebagai FTA [free trade agreement] yang didorong teman-teman asosiasi saat pertemuan Kemenko untuk dapat segera dirampungkan agar Eropa menjadi akses alternatif pasar bagi Indonesia,” kata Billie kepada Bisnis, dikutip Senin (21/4/2025). 

    Selain itu, pihaknya tetap berharap selama pengenaan tarif tinggi bea masuk ke AS ditunda 90 hari, pihaknya mendukung pemerintah untuk melakukan negosiasi sebagai jalan yang dipilih agar tarif yang dikenakan terhadap barang asal Indonesia tidak tinggi.

    Untuk diketahui, pada 2 April 2025, pemerintah AS memutuskan untuk menerapkan tarif resiprokal sebesar 32% atas produk asal Indonesia. Tarif tersebut akan menjadi tarif tambahan dari tarif dasar 10% sehingaa menjadi 42%. 

    Sebelumnya, Aprisindo juga tengah berupaya mencari pasar ekspor yang potensial lainnya selain Eropa, seperti Timur Tengah, Asia, dan lainnya. Pengusaha juga akan memanfaatkan peluang dari perjanjian perdagangan bebas yang telah dimiliki Indonesia dengan berbagai negara. 

    Hingga saat ini, AS merupakan pangsa pasar ekspor utama bagi industri alas kaki nasional. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor alas kaki (HS 64) ke AS pada kuartal I/2025 memberikan pangsa sebesar 34,16% sebanyak 33.370 ton. 

    Selanjutnya, ekspor alas kaki ke Belanda mengambil andil 8,40% atau sebanyak 8.180 ton, disusul ke Belgia sebanyak 6.950 ton atau berkontribusi 7,14%, kemudian ke Jepang 5.750 ton atau 5,90% dan ke China sebanyak 5.470 ton atau 5,61%.  

    Adapun, nilai ekspor alas kaki ke AS pada Januari-Maret 2025 naik 16,62% menjadi US$657,90 juta dari periode yang sama tahun lalu seniai US$564,13 juta. 

  • BI Respons Sikap AS Tegur Pembayaran QRIS di Indonesia, Akan Ada Kerja Sama?

    BI Respons Sikap AS Tegur Pembayaran QRIS di Indonesia, Akan Ada Kerja Sama?

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengkritik kebijakan sistem pembayaran digital di Indonesia, khususnya penggunaan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Bank Indonesia (BI) akhirnya buka suara.

    Kritik ini mulanya muncul saat kedua negara sedang melakukan negosiasi soal tarif dagang timbal balik.

    AS menilai kebijakan tersebut membatasi gerak perusahaan asing di Indonesia, terutama di sektor keuangan dan sistem pembayaran.

    Menanggapi hal ini, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, mengatakan bahwa negosiasi dengan pihak AS masih berlangsung.

    “Itu lagi proses ya,” kata Destry di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Senin, 21 April 2025.

    Kendati tak menjelaskan proses yang dimaksud, Destry menegaskan bahwa Bank Indonesia saat ini juga memiliki tugas untuk meningkatkan sistem pembayaran nasional.

    Salah satunya dilakukan lewat pengembangan QRIS, yang juga memberi manfaat bagi para pekerja migran Indonesia (PMI).

    Ia menjelaskan bahwa QRIS kini sudah bisa digunakan di beberapa negara tujuan PMI seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Saat ini, Indonesia juga tengah menjajaki kerja sama QRIS dengan Korea Selatan, India, dan Arab Saudi.

    “Intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya, kerja sama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa nggak? Dan sekarang pun, sampai sekarang, kartu kredit, Visa, Mastercard masih juga yang dominan. Jadi itu nggak ada masalah,” tutur Destry.

    AS Tegur QRIS dan Aturan GPN

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan sebelumnya, pemerintah telah berdiskusi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai masukan dari AS soal QRIS dan GPN.

    “Juga termasuk di dalamnya sektor keuangan. Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” ujar Airlangga dalam konferensi pers yang disiarkan lewat kanal YouTube Perekonomian RI, Sabtu, 19 April 2025.

    Namun, Airlangga belum menjelaskan secara rinci langkah-langkah apa yang akan diambil pemerintah bersama BI dan OJK untuk menanggapi kritik tersebut.

    Selain soal sistem pembayaran, AS juga menyoroti kebijakan lain seperti perizinan impor yang menggunakan sistem OSS (Online Single Submission), insentif pajak dan bea cukai, serta pengaturan kuota impor.

    “Pembahasan ini guna mendiskusikan opsi-opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat yang kita berharap bahwa situasi daripada perdagangan yang kita kembangkan bersifat adil dan berimbang,” tutup Airlangga. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Melihat Solusi dan Peluang Kerja Sama QRIS dengan AS

    Melihat Solusi dan Peluang Kerja Sama QRIS dengan AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengusulkan solusi dan melihat peluang yang dapat dimanfaatkan dari keresahan Amerika Serikat akan implementasi QRIS. 

    Bagi Amerika Serikat (AS)—selaku rumah bagi raksasa fintech seperti PayPal, Stripe, dan Visa—kebijakan Indonesia dianggap menghambat ekspansi bisnis mereka. Namun, Indonesia harus memprioritaskan kepentingan 277 juta warganya. 

    Protes AS mirip dengan reaksi mereka terhadap kebijakan data lokal (data localization) di Uni Eropa melalui GDPR. 

    “Jika Indonesia menyerah pada tekanan ini, bisa jadi ini menjadi preseden buruk di mana kebijakan publik ditentukan oleh lobi korporasi, bukan kepentingan rakyat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (21/4/2025). 

    Achmad menjelaskan bahwa liberalisasi sistem pembayaran tanpa penyaringan bisa mematikan startup fintech lokal yang belum siap bersaing dengan perusahaan multinasional. 

    Sebagai contoh di Afrika, dominasi M-Pesa (sejenis mobile banking) justru mempersempit ruang bagi pengembang lokal untuk menciptakan solusi yang lebih kontekstual, meski sukses meningkatkan inklusi keuangan.

    Selain itu, tuntutan AS agar Bank Indonesia (BI) “lebih transparan” dalam penyusunan kebijakan perlu dikritisi. Padahal, setiap negara berdaulat dan berhak merumuskan regulasi sesuai kebutuhan nasionalnya tanpa intervensi asing.

    Untuk itu, hal pertama yang dapat dilakukan oleh BI dan pemerintah dalam negosiasai soal QRIS dengan AS, yakni pertama, BI dapat membuka ruang konsultasi terbatas dengan perusahaan asing tanpa mengorbankan prinsip kebijakan. 

    Misalnya, mengizinkan partisipasi asing dalam pengembangan teknologi QRIS dengan syarat transfer pengetahuan dan penggunaan server lokal.

    Kedua, pemerintah perlu memperkuat diplomasi ekonomi untuk menjelaskan bahwa QRIS bukan hambatan, tetapi peluang kolaborasi. 

    Standar QRIS bisa dipromosikan sebagai model bagi negara berkembang lain, sehingga perusahaan AS yang ingin ekspansi ke Asia Tenggara harus beradaptasi dengannya.

    Ketiga, Indonesia dapat mengadopsi pendekatan “interoperabilitas bertahap”. 

    Misalnya, memastikan QRIS kompatibel dengan sistem pembayaran regional seperti SGQR (Singapura) atau PromptPay (Thailand) terlebih dahulu, sebelum melangkah ke integrasi global. 

    “Langkah ini akan mengurangi kekhawatiran AS sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia di kancah internasional,” tuturnya. 

    Adapun, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti enggan memberikan penjelasan terkait keluhan AS akan QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). 

    Dirinya hanya menekankan bahwa pada dasarnya, implementasi QRIS antarnegara tergantung kesiapan masing-masing negara. Destry pun tidak menutup peluang kerja sama Indonesia melalui QRIS dengan AS. 

    “Tapi intinya, QRIS ataupun fast payment lainnya kerja sama kita dengan negara lain itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?” ujarnya saat ditemui di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Senin (21/4/2025). 

    Destry juga menegaskan bahwa sistem pembayaran asal AS, yakni Visa maupun Mastercard masih mendominasi pembayaran di Indonesia, meski Indonesia memiliki QRIS maupun GPN

    “Sekarang pun kartu kredit yang selalu diributin, Visa, Mastercard, masih dominan, jadi itu nggak ada masalah sebenarnya,” tuturnya.