Negara: Amerika Serikat

  • Perang Dagang Jadi Bumerang, Trump 5 Kali ‘Jilat Ludah Sendiri’

    Perang Dagang Jadi Bumerang, Trump 5 Kali ‘Jilat Ludah Sendiri’

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang dagang lewat penetapan tarif resiprokal yang dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memasuki babak baru. Trump kerap melakukan penundaan terhadap tarif-tarif yang dirilisnya, bak ‘menjilat ludah’ sendiri.

    Berikut momen-momen di mana Trump mulai melunak terhadap tarif yang ditetapkannya, seperti dihimpun CNBC Indonesia, Rabu (23/4/2025).

    Penundaan Tarif untuk Meksiko-Kanada

    Trump sempat menunda perang dagang dengan Kanada dan Meksiko. Kenaikan tarif 25% ke kedua negara tersebut, kecuali energi Kanada 10%, batal berlaku pada 4 Februari 2025 lalu.

    Mengutip AFP, penundaan terjadi setelah panggilan telepon antara Trump dan para pemimpin negara. Pertama Trump melakukan komunikasi dengan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum lalu disusul dengan Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau.

    Kenaikkan tarif ke Meksiko ditunda setelah negeri itu berjanji mengirimkan 10.000 tentara ke perbatasan untuk menghentikan penyebaran fentanil. Ini merujuk narkoba mematikan di AS, yang telah memakan korban jiwa hingga 70.000 orang overdosis di jalan-jalan Paman Sam.

    Hal sama juga dilakukan ke Kanada selama 30 hari, dengan barter janji yang sama: Ottawa akan mengerahkan 10.000 petugas ke garis depan untuk mengamankan perbatasan, demi menghentikan narkotika fentanil dan menindak pencucian uang.

    “Sekarang akan ada perjanjian lebih lanjut untuk kesepakatan jangka panjang,” ujar Trump merujuk penundaan ke Meksiko pada saat itu.

    “Sebagai Presiden, adalah tanggung jawab saya untuk memastikan keselamatan SEMUA warga Amerika, dan itulah yang sedang saya lakukan,” tulis Trump di Truth Social sesaat setelah penundaan dengan Kanada diumumkan.

    “Saya sangat senang dengan hasil awal ini, dan tarif yang diumumkan pada hari Sabtu akan dihentikan sementara selama 30 hari untuk melihat apakah kesepakatan Ekonomi akhir dengan Kanada dapat disusun atau tidak. KEADILAN UNTUK SEMUA!”

    Trump secara resmi mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif balasan atau resiprokal selama 90 hari untuk semua negara terdampak pada 9 April 2025 lalu. Namun ini tidak berlaku untuk China, yang justru tarifnya dinaikkan menjadi 125%

    Saat itu, sebanyak 56 negara, termasuk Indonesia, telah mendapatkan penundaan pemberlakuan tarif resiprokal Trump.

    Trump menyatakan kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memberi ruang bagi puluhan negara yang ingin bernegosiasi dengan AS. Menurutnya, lebih dari 75 negara mitra dagang AS telah antre untuk menegosiasikan tarif.

    Gedung Putih menegaskan bahwa penundaan ini tidak mencakup seluruh tarif. Tarif umum sebesar 10% atas hampir seluruh barang impor ke AS masih tetap berlaku. Selain itu, tarif yang sudah lebih dahulu diterapkan terhadap mobil, baja, dan aluminium tidak akan diubah.

    Harapan Negosiasi AS dengan China

    Sejak awal, Trump telah mengejar China dengan tarif tertinggi dibandingkan negara-negara lain. Namun respons China tidak seperti yang diharapkan AS, di mana Beijing membalas kembali Washington dengan tarif tinggi.

    Alhasil Trump mengisyaratkan kemungkinan berakhirnya perang tarif antara AS dan China. Ia mengindikasikan tidak akan menaikkan tarif lebih lanjut setelah menampar China dengan tarif 245%. Sementara itu, China memberikan tarif balasan 145% ke AS.

    “Saya tidak ingin tarif naik karena pada titik tertentu Anda akan membuat orang tidak membeli,” kata Trump di Gedung Putih pada Kamis (17/4) waktu setempat, dikutip dari Reuters pada 19 April lalu.

    “Jadi, saya mungkin tidak ingin menaikkan harga lebih tinggi atau bahkan tidak ingin naik ke level terakhir. Saya mungkin ingin menurunkan harga ke level yang lebih rendah,” ia menambahkan.

    Trump membuka ruang negosiasi bagi puluhan negara sebelum menerapkan tarif yang lebih tinggi. Namun, setelah merespons tarif Trump dengan memberlakukan tarif 145%, Beijing mengatakan tidak akan lagi menanggapi permainan angka tarif Trump. Hal ini merupakan sinyal bahwa tarif dari China ke AS tidak akan naik lebih tinggi lagi.

    Trump mengatakan China telah berkomunikasi sejak pengenaan tarif dan mengungkap optimisme bahwa mereka dapat mencapai kesepakatan.

    Sementara kedua pihak masih berunding, beberapa sumber mengatakan kepada Reuters bahwa tanda-tanda kesepakatan hingga kini belum terlihat.

    Trump berulang kali menolak untuk membeberkan suasana negosiasi dengan China yang secara langsung melibatkan Presiden Xi Jinping.

    Penundaan Kenaikan Tarif untuk Barang Elektronik

    Beberapa waktu lalu, Trump juga menunda kebijakan tarif baru pada beberapa barang elektronik konsumen.

    Panduan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS menyebut, Trump mengecualikan smartphone dan komputer serta perangkat dan komponen lain seperti semikonduktor dari tarif resiprokal barunya.

    Namun, Trump dan Menteri Perdagangan Howard Lutnick pada saat itu menyatakan bahwa pengecualian tersebut tidak bersifat permanen, sehingga menimbulkan lebih besar ketidakpastian.

    Trump mengatakan dalam sebuah postingan di Truth Social bahwa produk-produk ini masih tunduk pada Tarif Fentanil 20% yang ada, dan mereka hanya pindah ke ’ember’ Tarif yang berbeda.

    Trump: Tarif China Tidak Akan Setinggi Itu

    Perlu diketahui sejak Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari, AS telah mengenakan tarif tambahan sebesar 145% pada banyak produk dari China. Ini termasuk bea yang awalnya dikenakan atas dugaan peran China dalam rantai pasokan fentanil dan kemudian atas praktik yang dianggap tidak adil oleh Paman Sam.

    Trump kerap mengatakan bahwa China dan banyak negara telah berbuat tak pantas ke AS. Namun Selasa kemarin, bak “menjilat ludah sendiri”, Trump mengakui bahwa tarif 145% adalah level yang sangat tinggi dan ia pun memberi kode hal ini akan “turun secara substansial”.

    “Mereka tidak akan mendekati angka itu,” kata Trump. “(Namun) tidak akan menjadi nol.”

    Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt juga mengatakan kepada wartawan bahwa ada kemungkinan pembicaraan dengan China. Menurutnya ada potensi kesepakatan perdagangan.

    “Presiden dan pemerintahan sedang menyiapkan panggung untuk sebuah kesepakatan,” tambahnya, dengan mencatat bahwa “bola bergerak ke arah yang benar”.

    Ia mengatakan “perasaannya adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat ingin melihat kesepakatan perdagangan terjadi”.

    Beijing telah menanggapi serangan terbaru Washington dengan tarif balasan sebesar 125% untuk barang-barang AS di mana Xi Jinping pun berulang kali memberi kode bahwa perang dagang tak akan menguntungkan siapapun. Awal pekan ini, China pun memberi kode ke negara yang bernego dengan AS terakit tarif untuk tidak merugikan China.

    (tfa)

  • Sistem Demokrasi Amerika Serikat Di Bawah Tekanan – Halaman all

    Sistem Demokrasi Amerika Serikat Di Bawah Tekanan – Halaman all

    Presiden ASDonald Trump baru kembali menjabat selama tiga bulan. Selama itu, Amerika Serikat mengalami gejolak besar yang mengguncang fondasi demokrasinya.

    Brookings Institute yang berbasis di Washington telah mengidentifikasi “retakan berbahaya dalam pilar-pilar demokrasi AS.” Serangan terhadap pilar-pilar ini terjadi pada beberapa tingkatan.

    Aturan hukum dan kepatuhan terhadap perintah pengadilan merupakan salah satu landasan demokrasi Barat – tetapi inilah yang semakin sering dipertaruhkan di Amerika Serikat.

    Pertama, pemerintahan Trump telah mengabaikan beberapa putusan pengadilan dan melakukan deportasi yang bertentangan dengan perintah pengadilan.

    Kasus Kilmar Abrego Garcia, yang secara keliru dideportasi ke penjara keamanan maksimum CECOT yang terkenal di El Salvador, menjadi sorotan luas. Mahkamah Agung AS telah memerintahkan pemerintah untuk mengupayakan agar Garcia segera dipulangkan ke AS. “Sejauh ini belum ada tindakan,” kritik Hakim Federal Paula Xinis dalam sebuah sidang.

    Hakim seperti James Boasberg, yang menentang pemerintahan Trump dan menangguhkan rencana deportasinya, dicemooh di depan umum sebagai “radikal sayap kiri yang gila.” Trump mengancam mereka dengan proses pemakzulan dan mempertimbangkan gagasan mengganti Boasberg dengan hakim yang lebih menguntungkannya.

    Pada saat yang sama, Trump menggunakan Departemen Kehakiman untuk menindak para pengkritiknya. Pada minggu-minggu pertama menjabat, ia telah memecat atau memindahkan sejumlah karyawan yang terlibat dalam penyelidikan terhadapnya.

    Trump juga mengampuni hampir semua 1.600 orang yang dihukum karena menyerbu Capitol pada 6 Januari 2021. Ia mengisi Kementerian Kehakiman dengan Pam Bondi, seorang pendukung partai yang sangat loyal kepadanya.

    Pembatasan terhadap kebebasan pers

    Pemberitaan kritis telah lama menjadi duri dalam daging Donald Trump. “Mereka korup dan ilegal,” katanya mengecam lembaga penyiaran besar AS seperti CNN dan MSNBC dalam pidatonya di Departemen Kehakiman pada pertengahan Maret.

    Ia menuduh mereka membuat laporan negatif tentang dirinya “97,6 persen sepanjang waktu” dan menjadi “lengan politik Partai Demokrat.” Selama kampanye pemilu, Trump telah mengancam akan mencabut izin penyiaran yang tidak diinginkan.

    Trump telah sepenuhnya menghentikan pendanaan untuk media internasional AS Voice of America (VoA) dan Radio Liberty – terancam ditutup.

    Pemerintahan Trump juga mencabut akreditasi kantor berita AP untuk ruang pers Gedung Putih karena menolak menyebut Teluk Meksiko sebagai “Teluk Amerika,” seperti yang diminta Trump. Sekali lagi, pengadilan telah menyatakan hal ini tidak dapat diterima – dan sekali lagi, pemerintah AS mengabaikannya. Wartawan AP tetap tidak diizinkan masuk ke Gedung Putih. Sekarang, selain AP, kantor berita Bloomberg dan Reuters tidak lagi memiliki jaminan tempat pada konferensi pers di Gedung Putih.

    Restrukturisasi aparatur negara

    Ketika Trump menyatakan dalam pidato kongresnya bahwa “hari-hari birokrat yang tidak pernah dipilih berkuasa” telah berakhir, ia disambut dengan tawa mengejek dari Partai Demokrat. Lagi pula, justru Elon Musk, penasihat presiden yang tidak pernah disahkan secara demokratis, yang sejak Januari memangkas seluruh aparatur negara agar sesuai dengan garis Trump.

    “Mereka tidak masuk ke lembaga dan departemen yang melakukan hal-hal yang mereka sukai. Mereka masuk ke lembaga publik yang tidak mereka setujui,” kritik Douglas Holtz-Eakin, mantan direktur Congressional Budget Office, pada bulan Februari.

    PHK massal juga terjadi di bidang pajak, lingkungan hidup, kesehatan, Pentagon dan kementerian lainnya. Regulasi lingkungan dikurangi, dan pengeluaran sosial dan kesehatan dipotong secara drastis. Badan bantuan pembangunan USAID dan lembaga-lembaga lain juga ikut dibekukan.

    Para petugas Trump juga diduga menggunakan kecerdasan buatan untuk memata-matai pejabat pemerintah. Setidaknya satu lembaga federal dikatakan telah memantau komunikasi internal dengan cara ini – diduga dengan tujuan menyaring dan memecat pegawai yang membuat pernyataan yang dianggap merugikan Trump. Beberapa pengeritik menyebut kebijakan itu sebagai “pembersihan politik” terhadap aparatur negara.

    Artikel ini pertama kali terbit di DW bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh: Hendra Pasuhuk

    Editor: Agus Setiawan

  • QRIS Disenggol AS, Hippindo: Itu Pilihan Konsumen!

    QRIS Disenggol AS, Hippindo: Itu Pilihan Konsumen!

    Jakarta Beritasatu.com – Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah menanggapi keluhan Amerika Serikat (AS) terkait layanan keuangan Indonesia, yakni gerbang pembayaran nasional (GPN) dan quick response code Indonesian standard (QRIS), yang dinilai menghambat perdagangan luar negeri AS

    Keluhan tersebut menyebutkan bahwa kebijakan Bank Indonesia (BI) soal QRIS dianggap sebagai bentuk proteksionisme yang dapat menutup akses pelaku usaha global, termasuk dari AS. Namun, Budihardjo membantah tudingan itu dan menegaskan bahwa sistem pembayaran di Indonesia tetap terbuka untuk berbagai metode internasional.

    “Kita masih pakai Visa dan juga MasterCard, itu di kasir berjejer. Ada yang kartu kredit apa saja, bebas. Kita tidak melarang dan minta harus hanya QRIS. Itu pilihan konsumen, kita enggak bisa larang, saya siapkan. Bisa kredit, debit, semuanya saya siapin, enggak ada diskriminasi,” ungkap Budharjo saat ditemui di Hotel Mulia, Rabu (23/4/2025).

    Menurutnya, QRIS justru hadir sebagai opsi tambahan yang mempermudah konsumen dalam bertransaksi, seiring perkembangan teknologi digital.

    “QRIS itu sangat mudah digunakan. Hampir semua orang punya ponsel yang bisa scan kode QR. Bahkan ke depan, pembayaran bisa dilakukan dengan face ID. Teknologi ini sangat mendukung kemajuan sistem keuangan digital,” tambahnya.

    Selain mempermudah konsumen, Budihardjo juga menyoroti manfaat QRIS bagi pelaku usaha. Sistem ini dinilai mampu meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi potensi kecurangan dalam transaksi tunai.

    “Prinsipnya, QRIS bisa membantu ritel untuk memudahkan dan mengamankan penjualan karena dengan cashless itu mengamankan stock opname. Risiko kehilangan barang akan berkurang. Kalau bayar cash itu kan kadang-kadang bisa tidak benar, tergantung manusianya, tetapi kalau pembayaran digital itu pasti aman,” jelasnya.

    Penggunaan QRIS dan GPN ini menjadi salah satu yang disorot pemerintah AS dalam upaya negosiasi perdagangan antara Indonesia dan AS yang saat ini tengah berjalan. 

  • Prabowo Belum Punya Strategi Hadapi Tarif Trump? Tunggu Menko Airlangga Menghadap

    Prabowo Belum Punya Strategi Hadapi Tarif Trump? Tunggu Menko Airlangga Menghadap

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Prabowo Subianto mengaku belum bisa menyampaikan strategi atau keputusan terkait kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang ditetapkan Presiden Donald Trump.

    Alasannya, Prabowo masih menunggu laporan langsung dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang sedang berada di Washington D.C. untuk memimpin negosiasi perdagangan dengan pemerintah AS.

    “Ini saya belum ketemu Pak Airlangga. Saya enggak tahu jam berapa dia datang. Saya nunggu laporan beliau,” ujar Presiden Prabowo saat menjawab pertanyaan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 22 April 2025.

    Misi Airlangga di AS

    Sejak pekan lalu, Menko Airlangga berada di Washington D.C. untuk memimpin tim negosiasi Pemerintah Indonesia terkait tarif resiprokal yang dikenakan AS.

    Delegasi RI yang dipimpin Airlangga melakukan pembahasan intensif dengan pihak AS selama 60 hari ke depan, terhitung sejak Minggu, 20 April 2025.

    Delegasi Indonesia terdiri dari beberapa tokoh penting, seperti:

    Mari Elka Pangestu (Anggota Dewan Ekonomi Nasional) Thomas Djiwandono (Wakil Menteri Keuangan)

    Sementara itu, delegasi AS dipimpin langsung oleh Kepala Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), Jamieson Greer.

    Apa Saja yang Dibahas?

    Beberapa isu penting dalam negosiasi tarif ini mencakup:

    Perizinan impor Perdagangan digital CDET (Customs Duties on Electronic Transmissions) Pemeriksaan sebelum pengiriman (pre-shipment inspection) Kewajiban surveyor Ketentuan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) untuk industri Implementasi tarif resiprokal Akses pasar antara kedua negara

    Indonesia merupakan salah satu dari beberapa negara yang saat ini sedang menjalin negosiasi tarif dengan AS. Negara lain yang juga ikut dalam proses ini adalah Vietnam, Jepang, dan Italia.

    Tawaran RI untuk AS

    Selain bertemu dengan pimpinan USTR, Airlangga juga melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick.

    Dalam pertemuan itu, Airlangga menyampaikan sejumlah tawaran dari Indonesia, termasuk komitmen pembelian produk energi dan pertanian asal AS.

    “Indonesia juga berencana untuk memberi produk agrikultur, antara lain gandum, kacang kedelai, susu kacang kedelai, dan Indonesia juga akan meningkatkan pembelian barang-barang modal dari Amerika,” ujar Airlangga dalam jumpa pers di Washington D.C., Jumat, 18 April 2025.

    Ia juga menegaskan bahwa Indonesia siap membeli LPG, gasoline, dan minyak mentah dari AS sebagai bagian dari penyeimbangan hubungan dagang kedua negara. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Trump Beri Tawaran Final kepada Ukraina untuk Damai dengan Rusia, Apa?

    Trump Beri Tawaran Final kepada Ukraina untuk Damai dengan Rusia, Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut telah mengajukan “tawaran final” kepada Ukraina untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun.

    Dilansir Axios, Rabu (23/4/2025), dokumen satu halaman yang disusun setelah pertemuan selama empat jam antara utusan Trump, Steve Witkoff, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin awal bulan ini, telah disampaikan kepada pejabat Ukraina di Paris pekan lalu.

    Dalam proposal tersebut, AS dikabarkan bersedia memberikan pengakuan “de jure” atas Krimea sebagai bagian dari Rusia dan secara tidak resmi mengakui kontrol Moskow atas Republik Rakyat Luhansk dan Donetsk, serta wilayah Kherson dan Zaporizhia.

    Selain itu, rencana tersebut mencakup pencabutan sanksi pasca-2014 terhadap Moskow dan peningkatan kerja sama ekonomi bilateral. Washington juga akan secara resmi menentang upaya Ukraina untuk bergabung dengan NATO.

    Sebagai imbalannya, Ukraina akan menerima “jaminan keamanan yang kuat” dari koalisi negara-negara Uni Eropa dan negara lain yang sejalan. Proposal ini tidak memerinci bagaimana operasi “penjaga perdamaian” akan berfungsi.

    Adapun Rusia telah menolak pengerahan pasukan NATO atau pasukan dari anggota blok tersebut di Ukraina dengan alasan apapun.

    Kerangka kerja ini juga menjanjikan akses tanpa hambatan bagi Kyiv ke Sungai Dnepr dan kemungkinan kompensasi untuk upaya rekonstruksi, meskipun tidak disebutkan dari mana pendanaan tersebut akan berasal. Rencana tersebut juga menyebutkan kesepakatan mineral antara AS dan Ukraina yang diharapkan Trump akan ditandatangani pada hari Kamis.

    Komponen lain dari proposal ini, menurut Axios, melibatkan penetapan area di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporozhye sebagai wilayah netral di bawah administrasi AS.

    Reaksi Ukraina dan Rusia

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah berulang kali menolak untuk menyerahkan wilayah mana pun kepada Rusia dan terus mendesak AS serta sekutu lainnya untuk memberikan dukungan militer yang berkelanjutan.

    Di sisi lain, Moskow telah menyatakan bahwa status Krimea-yang bergabung dengan Rusia pada 2014 setelah referendum yang diadakan setelah kudeta yang didukung Barat di Kyiv-dan empat wilayah Ukraina lainnya yang memilih untuk bergabung dengan Rusia pada 2022, tidak dapat dinegosiasikan.

    Pejabat Rusia bersikeras bahwa setiap perjanjian damai harus menangani “akar penyebab” konflik. Putin juga mengatakan bahwa gencatan senjata yang layak akan membutuhkan negara-negara Barat untuk menghentikan pengiriman senjata ke Ukraina.

    Putin telah menyatakan dukungannya secara prinsip terhadap proposal gencatan senjata 30 hari yang diajukan oleh AS, namun menekankan bahwa rincian lebih lanjut perlu dibahas dan bahwa setiap gencatan senjata harus membuka jalan menuju perdamaian yang langgeng.

    “Kami setuju dengan proposal untuk menghentikan pertempuran, tetapi kami berasumsi bahwa gencatan senjata harus mengarah pada perdamaian yang langgeng dan menghilangkan akar penyebab krisis,” kata Putin.

    Washington dilaporkan mengharapkan Kyiv untuk merespons proposal tersebut selama pertemuan multinasional di London pada Rabu.

    Baik Witkoff maupun Menteri Luar Negeri Marco Rubio akan melewatkan acara tersebut, dengan Jenderal Keith Kellogg, utusan Trump lainnya yang fokus pada Ukraina, memimpin delegasi AS. Witkoff diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Moskow untuk pertemuan lanjutan dengan Putin.

    Rubio memperingatkan pekan lalu bahwa AS dapat meninggalkan inisiatif perdamaian dan “beralih” ke isu lain jika negosiasi gagal. Trump mengatakan pada hari Senin bahwa ada “peluang bagus untuk menyelesaikan masalah” minggu ini.

    Sementara itu, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa komentar dari Barat terhadap proposal perdamaian Putin sebagian besar “tidak konstruktif.”

    “Sejumlah besar (komentar). Reaksi resmi, pernyataan resmi. Bersifat tidak konstruktif,” tegasnya.

    Peskov juga menekankan bahwa tidak ada kesiapan atau keterbukaan untuk inisiatif damai dari pihak Barat. “Tidak ada kesiapan atau keterbukaan untuk inisiatif damai dari pihak Barat kolektif,” katanya.

    (luc/luc)

  • Ini Penyebab LG Hengkang dari Proyek Baterai RI Rp130 Triliun

    Ini Penyebab LG Hengkang dari Proyek Baterai RI Rp130 Triliun

    Jakarta: Keputusan LG Energy Solution untuk mundur dari proyek rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV) senilai 11 triliun won atau setara Rp130,7 triliun di Indonesia cukup mengejutkan.
     
    Pasalnya, proyek ini digadang-gadang sebagai tonggak penting pengembangan ekosistem EV Tanah Air. Namun, langkah tersebut diambil bukan tanpa alasan. 
    Melansir Antara, Rabu, 23 April 2025, menurut seorang pejabat dari LG Energy Solution, kondisi pasar dan lingkungan investasi global yang berubah, terutama akibat melambatnya permintaan kendaraan listrik secara global atau yang dikenal sebagai “jurang EV”, menjadi faktor utama di balik keputusan tersebut.
     
    “Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek tersebut,” ujar pejabat LG Energy Solution. 

    Meski mundur dari megaproyek ini, LG memastikan tetap berkomitmen pada bisnis lain di Indonesia, termasuk pabrik baterai Hyundai LG Indonesia Green Power yang merupakan joint venture dengan Hyundai Motor Group.
     

    Pemerintah pastikan keputusan LG tak hambat pembangunan rantai pasok baterai EV 
    Meski LG mundur, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa hal ini tidak akan menghambat percepatan pembangunan rantai pasok baterai EV nasional.
     
    “Keputusan dari LG tidak mengurangi percepatan kami mendorong pembangunan rantai pasok yang menguntungkan ekosistem di Indonesia,” tegas Erick di Jakarta.
     
    Ia menyebut kolaborasi dengan perusahaan global lain seperti Volkswagen, CBL Tiongkok, dan Ford Motor masih berjalan. Bahkan, lahan yang tadinya disiapkan untuk proyek LG kini akan ditawarkan kembali kepada mitra potensial dari negara lain seperti Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Jepang, hingga Amerika Serikat.
     
    “Kita terbuka, yang penting percepatan daripada momentum,” pungkas Erick.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Trump Beri Sinyal Akhiri Perang Dagang, Bakal Pangkas Tarif Impor untuk China – Halaman all

    Trump Beri Sinyal Akhiri Perang Dagang, Bakal Pangkas Tarif Impor untuk China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, memberikan sinyal pemangkasan tarif secara drastis terhadap seluruh produk impor asal China.

    Sinyal itu diungkap Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Rabu (23/4/2025).

    Kendati tarif tinggi atas barang-barang dari China akan turun secara substansial, tetapi Trump menegaskan penurunan tarif tersebut tidak akan menjadi nol persen.

    “Tarifnya akan turun secara signifikan, tapi tidak akan menjadi nol,” kata Trump di Washington, dikutip dari The Guardian.

    “Kami akan bersikap sangat baik, mereka juga akan bersikap sangat baik, dan kita lihat nanti apa yang terjadi,” lanjutnya.

    Trump menyadari penerapan tarif impor sebesar 145 persen terhadap China sangat besar. Oleh karenanya ia mengatakan nantinya tarif impor terhadap China tidak akan sebesar 145 persen.

    Trump juga berniat menarik China untuk menjalin kerja sama.

    Trump menilai kerja sama dengan China akan membuat atmosfer perdagangan menjadi lebih ideal.

    “145 persen itu sangat tinggi dan tidak akan setinggi itu. Tidak akan mendekati angka itu. Itu akan turun secara signifikan. Tapi tidak akan nol,” kata Trump.

    Pernyataan Trump tersebut merupakan respons atas komentar sebelumnya pada hari Selasa oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, yang mengatakan bahwa tarif tinggi secara efektif telah menghentikan perdagangan antar kedua negara.

    Bessent mengatakan penurunan tarif terhadap China bukanlah untuk memutuskan hubungan yang keras atau pemisahan total antara Amerika Serikat dan China.

    Namun untuk menyeimbangkan kembali perdagangan yang telah terjalin antara Amerika Serikat dan China.

    Mengingat beberapa pekan terakhir pasar saham dan obligasi AS terus bergejolak buntut perang tarif besar-besaran antara Trump dan Jinping.

    China Tolak Tunduk

    Pasca pernyataan tersebut dirilis, sejauh ini pemerintah Tiongkok belum menanggapi berita tersebut, justru mereka terus-menerus mengkritik tarif Trump.

    Di platform media sosial Tiongkok, Weibo, pernyataan Trump menjadi tren dengan berbagai tagar termasuk “Trump mengakui kekalahan”.

    Portal berita pemerintah, China Daily, bahkan menggambarkannya sebagai “lambang proteksionisme populis agenda MAGA”, dan mengganggu stabilitas perdagangan global.

    Sebagai informasi, aksi saling lempar tarif impor antara China dan AS bermula dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 34 persen. 

    Sebagai bentuk balasan Komite Tarif Dewan Negara China turut menerapkan tarif 34 persen atas produk-produk asal AS.

    Ketegangan yang semakin berlanjut akhirnya mendorong AS untuk menjatuhkan tarif 245 persen ke China.

    Dengan rincian mencakup tarif timbal balik terbaru sebesar 125 persen, tarif sebesar 20 persen untuk mengatasi krisis fentanyl.

    Serta tarif 7,5 persen dan 100 persen pada barang-barang tertentu untuk mengatasi praktik perdagangan yang tidak adil, sebagaimana dikutip dari Reuters.

    Kendati AS menjatuhkan tarif lebih tinggi ke China, namun dalam forum itu Lin menegaskan bahwa negaranya tak akan tunduk.

    “Tiongkok tidak akan peduli jika Amerika Serikat terus memainkan permainan angka tarif,” kata juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian.

    “China tidak ingin berperang dagang dengan AS, tetapi sama sekali tidak takut jika AS bersikeras memprovokasi,” imbuhnya.

    China Ancam Negara yang Negosiasi Tarif ke AS

    Lebih lanjut, pemerintah China di bawah pimpinan Xi Jinping mengancam akan menjatuhkan sanksi balasan kepada negara-negara yang melakukan negosiasi terhadap kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS).

    Tak dijelaskan secara rinci sanksi apa yang akan diterapkan Jinping kepada negara-negara yang melakukan negosiasi terhadap kenaikan tarif Trump.

    Namun Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa Tiongkok akan mengambil tindakan balasan dan timbal balik yang tegas.

    Ancaman ini dilontarkan Jinping setelah munculnya laporan bahwa AS berencana menggunakan negosiasi tarif untuk menekan puluhan negara agar memberlakukan hambatan baru pada perdagangan dengan China.

    “China dengan tegas menentang pihak manapun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China. Jika ini terjadi, China tidak akan pernah menerimanya dan akan dengan tegas mengambil tindakan balasan,” kata juru bicara Kementerian Perdagangan China, dikutip dari BBC International.

    Tak hanya melontarkan ancaman, China juga memperingatkan negara-negara agar tidak lembek menghadapi perang tarif Trump.

    Meski Tiongkok menghormati semua pihak yang menyelesaikan perbedaan ekonomi dan perdagangan dengan AS melalui konsultasi dengan kedudukan yang setara.

    Akan tetapi jika tarif Trump diterima begitu saja oleh negara-negara lain, hal itu bisa mendorong negara kuat seperti AS berlaku seenaknya, melanggar aturan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia).

    China melihat bahwa negosiasi bilateral tarif antara AS dan negara-negara lain merupakan strategi untuk memecah solidaritas internasional dalam menghadapi perang dagang.

    Terlebih sejumlah negara yang mencari kesepakatan dengan AS dengan mengorbankan kepentingannya bersama China.

    Alasan tersebut yang membuat China murka, memandang ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat keadilan dagang global.

    “Kedamaian tidak akan mendatangkan perdamaian, dan kompromi tidak akan mendatangkan rasa hormat,” tegas Kementerian Perdagangan China.

    “Mendahulukan kepentingan pribadi yang bersifat sementara dan mengorbankan kepentingan pihak lain, sama saja dengan mencari kulit harimau (cari gara-gara),” lanjut pernyataan tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Kenaikkan harga emas katrol jumlah transaksi di Pegadaian Padang

    Kenaikkan harga emas katrol jumlah transaksi di Pegadaian Padang

    ANTARA – Harga emas yang kian melambung usai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kenaikan tarif bea masuk impor AS ke negara-negara mitra dagangnya pada 2 April 2025, justru berdampak positif terhadap transaksi emas. Sebagaimana yang terjadi di Pegadaian Cabang Tarandam, Kota Padang, Sumatera Barat, yang mencatatkan kenaikkan penjualan emas dibanding kuartal pertama 2025. (Melani Friati/Yovita Amalia/Roy Rosa Bachtiar)

  • Video: Perang Dagang Panas, Toyota & BMW Luncurkan Mobil di China

    Video: Perang Dagang Panas, Toyota & BMW Luncurkan Mobil di China

    Jakarta, CNBC Indonesia –Di tengah ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China, Toyota dan BMW memperkenalkan model kendaraan terbaru yang dirancang khusus untuk pasar China pada ajang Shanghai Auto Show 2025. Langkah ini mencerminkan strategi adaptasi produsen mobil global terhadap dinamika pasar dan kebijakan perdagangan yang berubah.

    Selengkapnya saksikan di Program Evening Up CNBC Indonesia, Rabu (23/04/2025).

  • AS Kirim Militer & Senjata Mematikan Dekat RI, China Warning Begini

    AS Kirim Militer & Senjata Mematikan Dekat RI, China Warning Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – China mengeluarkan peringatan saat pasukan Amerika Serikat (AS) dan Filipina memulai latihan militer gabungan selama tiga minggu mendatang. Latihan Balikatan tersebut akan berlangsung hingga 10 Mei mendatang.

    Melansir Newsweek pada Rabu (23/4/2025), latihan tersebut akan mencakup sistem rudal pembunuh kapal Amerika ke pulau-pulau strategis di Selat Luzon, yang dipandang sebagai titik kritis potensial yang memisahkan sekutu perjanjian pertahanan tersebut dari Taiwan yang diklaim China. Ini adalah pertama kalinya mereka menggunakan sistem tersebut.

    “Saat ini, masyarakat internasional tengah menghadapi dampak unilateralisme, proteksionisme, intimidasi, dan hegemoni,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun pada Senin, merujuk pada upaya Presiden AS Donald Trump untuk mengamankan persyaratan perdagangan yang lebih baik melalui serangan besar-besaran terhadap China dan sejumlah mitra lainnya.

    Latihan berskala besar dan “senjata strategis dan taktis yang dikerahkan” telah semakin “merusak stabilitas strategis regional” dan “prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut,” kata Guo.

    Nantinya, Sistem Interdiksi Kapal Ekspedisi Angkatan Laut/Marinir (NMESIS) akan ditampilkan dalam latihan simulasi daripada latihan tembak langsung, media lokal mengutip pernyataan Marinir AS. Namun, latihan ini akan meningkatkan interoperabilitas antara pasukan sekutu.

    Peluncur rudal sedang diangkut melalui udara ke “beberapa” pulau Batanes di Filipina yang menghadap Taiwan, menurut pernyataan dari Resimen Pesisir Marinir ke-3 AS, yang mulai mengoperasikan sistem tersebut akhir tahun lalu.

    China telah berulang kali memprotes sistem rudal Typhon atau Mid-Range Capability milik AS yang dikerahkan ke Filipina beberapa hari menjelang latihan Balikatan 2024.

    Typhon dapat dipersenjatai dengan Standard Missile-6 dan rudal jelajah Tomahawk, yang jangkauannya sejauh 1.000 mil dapat menjangkau sebagian besar pesisir timur China.

    Selain itu Guo juga menegaskan kembali klaim Beijing atas Taiwan dan memperingatkan: “mereka yang bermain api akan membakar diri mereka sendiri.”

    China telah berjanji untuk akhirnya bersatu dengan Taiwan, melalui kekuatan jika perlu, dan terus meningkatkan latihan militer di sekitar pulau itu, termasuk simulasi pendaratan di pantai.

    AS, pemasok senjata utama Taiwan, mempertahankan kebijakan “ambiguitas strategis” yang telah berlangsung selama puluhan tahun yang dirancang untuk membuat Beijing tidak yakin apakah Washington akan campur tangan dalam suatu konflik.

    Filipina adalah bagian dari Rantai Pulau Pertama, yang membentang ke selatan dari Jepang hingga Indonesia, yang dianggap Washington sebagai kunci untuk menahan angkatan laut China jika terjadi konflik, seperti invasi ke Taiwan, yang diklaim oleh Partai Komunis China yang berkuasa di Beijing, meskipun tidak pernah memerintah di sana.

    (tfa)