Negara: Amerika Serikat

  • Tolak Serahkan Senjata, Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Sekaligus Demi Akhiri Perang Israel – Halaman all

    Tolak Serahkan Senjata, Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Sekaligus Demi Akhiri Perang Israel – Halaman all

    Hamas Tawarkan Pembebasan Semua Sandera Israel Sekaligus Demi Akhiri Perang di Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Hamas dilaporkan mengusulkan pembebasan semua tawanan yang masih berada di Jalur Gaza sekaligus sebagai ganti gencatan senjata abadi dan penarikan penuh tentara Israel dari wilayah kantong yang terkepung itu.

    Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (19/2/2025), juru bicara Hamas, Hazem Qassem menguraikan visi kelompok tersebut untuk tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata yang mencakup pertukaran yang diusulkan.

    “Kami siap untuk tahap kedua, di mana para tahanan akan dipertukarkan sekaligus, dengan kriteria tercapainya kesepakatan yang mengarah pada gencatan senjata permanen dan penarikan penuh dari Jalur Gaza,” kata Qassem.

    Kelompok itu juga menolak seruan Israel agar melucuti senjata dan pergi ke luar dari Jalur Gaza.

    “Syarat pendudukan untuk mengusir Hamas dari Jalur Gaza adalah perang psikologis yang tidak masuk akal, dan penarikan atau pelucutan senjata perlawanan dari Gaza tidak dapat diterima,” imbuh Qassem.

    Qassem juga menanggapi keputusan kelompok tersebut untuk menambah jumlah tawanan yang akan dibebaskan selama pertukaran tawanan berikutnya pada hari Sabtu dari tiga menjadi enam.

    BERBARIS – Tangkap layar Khaberni yang menunjukkan petempur Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, berbaris di lokasi pembebasan 3 sandera Israel, di Khan Yunis, Sabtu (15/2/2025). Hamas memberi hadiah ke sandera Israel pada prosesi pembebasan tersebut. (khaberni/tangkap layar)

    Keputusan tersebut diumumkan oleh pemimpin Hamas Khalil al-Hayya sehari sebelumnya dalam upaya yang tampaknya dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan tahap kedua kesepakatan tersebut.

    “Penggandaan jumlah tahanan yang akan dibebaskan dilakukan sebagai respons atas permintaan mediator dan untuk membuktikan keseriusan kami dalam melaksanakan semua ketentuan perjanjian,” kata Qassem dalam pernyataan hari Rabu.

    Usulan tersebut muncul setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menentang pembebasan bertahap setiap minggu terhadap tawanan yang diambil dari Israel, dan setelah keluarga dari mereka yang tersisa di Gaza menyerukan agar mereka semua dibebaskan bersama-sama.

    TENTARA ISRAEL – Foto ini diambil pada Senin (17/2/2025) dari publikasi resmi website IDF (idf.il), memperlihatkan tentara Israel dari unit Erez bergabung dengan resimen ke-769 di Lebanon pada 5 Januari 2025. Pada 17 Februari 2025, IDF mengklaim mereka berhasil membunuh Muhammad Shahin, senior Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, di Lebanon selatan. (IDF)

    Israel Tidak Mampu Mengalahkan Hamas

    Percepatan penerapan kesepakatan itu tampaknya juga dilakukan sebagai imbalan atas diizinkannya Israel memasukkan rumah mobil dan peralatan konstruksi ke Jalur Gaza yang hancur.

    Pasukan Israel terus menutup titik-titik penyeberangan perbatasan penting selama genosida, mencegah masuknya pasokan dasar serta bahan-bahan rekonstruksi.

    Minggu lalu, Hamas mengancam akan menunda pembebasan, dengan alasan penolakan Israel untuk mengizinkan masuknya rumah mobil dan peralatan berat, di antara pelanggaran perjanjian lainnya, termasuk serangan terhadap warga Palestina.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.291 kematian dalam perang Israel di Gaza,  sementara 111.722 orang terluka. Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas  menjadi sedikitnya 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan kini diduga tewas.

    Pemandangan Gaza dari helikopter Black Hawk AU Yordania setelah 15 bulan agresi Israel. (HO/Diego Ibarra Sánchez untuk NPR)

    Membangun kembali Gaza dapat menelan biaya $53,2 miliar, menurut laporan yang dirilis oleh Bank Dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa pada hari Selasa, termasuk sekitar $15,2 miliar untuk perumahan.

    Marwan Bishara, analis politik senior Al Jazeera, mengatakan “masalah yang lebih besar” bukanlah fase pertama, tetapi fase kedua atau ketiga dari kesepakatan gencatan senjata.

    Ia mengatakan Hamas dan Israel telah mencoba mengambil posisi ‘tawar’ yang tinggi, dengan pertukaran tawanan dan tahanan.

    “Masalah bagi Israel adalah meskipun berada di posisi yang lebih unggul, mereka tidak mampu mengalahkan Hamas,” katanya.

    “Namun, di sinilah Israel mendikte prosesnya – kapan dan ke mana bantuan akan masuk. Dan selama unit-unit perumahan alternatif itu tidak masuk, hal itu akan membuat keadaan menjadi cukup sulit bagi Palestina.”

    Gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada 19 Januari, setelah lebih dari 460 hari perang.

    Sejak saat itu, Israel telah melanggar perjanjian tersebut beberapa kali, dengan para pemimpinnya membahas kemungkinan kembalinya pertempuran habis-habisan di Gaza dan para menteri sayap kanan di kabinet Netanyahu bahkan mendorong pendudukan militer di daerah kantong tersebut.

    Sejak kesepakatan itu, total 1.135 warga Palestina telah dibebaskan dari penjara Israel. Israel dijadwalkan membebaskan 502 warga Palestina lagi minggu ini. Setelah penyerahan minggu lalu, jumlah tawanan yang dibebaskan oleh Hamas dan Jihad Islam Palestina telah mencapai 25 sejak 19 Januari.

    (oln/Al Jazeera/*)

     

  • Semua Jaksa Federal Era Biden Dipecat Trump

    Semua Jaksa Federal Era Biden Dipecat Trump

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memerintahkan pemecatan massal terhadap semua jaksa federal AS yang dicalonkan oleh presiden sebelumnya, Joe Biden. Trump menuduh Departemen Kehakiman AS telah dipolitisasi oleh pemerintahan sebelumnya.

    “Selama empat tahun terakhir, Departemen Kehakiman telah dipolitisasi dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya,” sebut Trump dalam pernyataannya via media sosial Truth Social, seperti dilansir AFP, Rabu (19/2/2025).

    “Oleh karena itu, saya telah menginstruksikan pemberhentian SEMUA jaksa AS ‘Era Biden’ yang tersisa,” tegas Trump.

    “Kita harus ‘membersihkan rumah’ SEGERA, dan memulihkan kepercayaan. Era Keemasan Amerika harus memiliki sistem peradilan yang adil — YANG DIMULAI HARI INI,” cetusnya.

    Presiden AS mengganti jaksa federal merupakan merupakan hal yang wajar dilakukan. Terlebih jika Jaksa tersebut dicalonkan oleh presiden pendahulunya.

    Terdapat sebanyak 93 jaksa federal AS, masing-masing satu untuk 94 distrik pengadilan federal di negara tersebut. Ada dua distrik yang berbagi satu jaksa federal.

    Para jaksa federal AS merupakan penegak hukum federal tertinggi di setiap distrik di AS. Setelah kemenangan Trump dalam pilpres, sejumlah jaksa federal AS yang dicalonkan oleh Biden telah mengundurkan diri untuk mengantisipasi penggantian.

    Trump Pecat Jaksa yang Tangani Kasusnya

    Potret Wajah Kesal Donald Trump di Sidang Kasus Penipuan (AP/Dave Sanders)

    Departemen Kehakiman AS, yang dituduh Trump telah mengadilinya secara tidak adil, telah menjadi target perombakan besar-besaran sejak dia menjabat untuk periode keduanya sebagai Presiden AS pada pertengahan Januari lalu. Sejumlah pejabat tinggi AS telah dipecat, diturunkan jabatan atau dipindahkan.

    Di antara mereka yang dipecat adalah para anggota kantor penasihat khusus AS, Jack Smith, yang mengajukan dua kasus pidana terhadap Trump, yang sekarang sudah digugurkan.

    Salah satu jaksa federal di Distrik Selatan New York, yang ditunjuk Trump, mengundurkan diri pekan lalu setelah diminta oleh Departemen Kehakiman AS untuk menggugurkan dakwaan korupsi terhadap Wali Kota New York Eric Adams.

    Halaman 2 dari 2

    (aik/aik)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Fakta Baru Perundingan AS-Rusia: Trump Sindir Zelensky-Perang Usai?

    Fakta Baru Perundingan AS-Rusia: Trump Sindir Zelensky-Perang Usai?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Delegasi Amerika Serikat (AS) dan Rusia mengadakan pertemuan di Riyadh, Arab Saudi, Selasa (18/2/2025). Pertemuan ini dilakukan saat hubungan antara Washington dan Moskow memanas lantaran serangan Rusia ke wilayah tetangganya, Ukraina, di mana AS mendukung Kyiv dalam perang tersebut.

    Dalam pertemuan tersebut, Rusia dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Sergei Lavrov dan Penasihat Utama Kebijakan Luar Negeri, Yuri Ushakov. Di sisi lain, AS diwakili Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz.

    Kemudian, Saudi sebagai tuan rumah diwakili Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud. Turut mendampingi Pangeran Faisal adalah Penasihat Keamanan Nasional Saudi, Mosaad bin Mohammad Al Aiban.

    Pertemuan itu pun menghasilkan sejumlah kesepakatan. Meski begitu, belum ada tanda-tanda konkret bahwa dialog keduanya akan segera menghasilkan penghentian penuh perang di Ukraina.

    Berikut sejumlah hasil dan dinamika yang terjadi pasca pertemuan keduanya dikutip Associated Press dan Al Jazeera:

    1. Membangun kembali hubungan diplomatik yang rusak

    Hal pertama dalam daftar pencapaian kedua negara adalah kesepakatan untuk mengakhiri hubungan diplomatik yang telah memburuk. Lavrov mengatakan setelah pembicaraan hari Selasa bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mempercepat penunjukan duta besar baru.

    “Diplomat senior dari kedua negara akan segera bertemu untuk membahas hal-hal spesifik terkait dengan penghapusan hambatan buatan terhadap pekerjaan kedutaan besar AS dan Rusia serta misi lainnya,” ujarnya.

    Pemusnahan personel kedutaan besar AS dan Rusia dimulai jauh sebelum pasukan Rusia memasuki Ukraina pada tahun 2022, dimulai setelah Rusia mencaplok Krimea pada tahun 2014. Hal itu dianggap ilegal oleh sebagian besar dunia selama pemerintahan Obama, yang memerintahkan beberapa kantor Rusia di AS untuk ditutup.

    Hal ini semakin memanas setelah peristiwa peracunan mata-mata Rusia yang diasingkan dan putrinya di Inggris pada tahun 2018, yang oleh otoritas Inggris disalahkan pada Rusia. Ini mengakibatkan pengusiran massal diplomat dan penutupan sejumlah konsulat di kedua negara dan Eropa.

    Ketika ditanya oleh The Associated Press apakah AS kini menganggap kasus-kasus tersebut telah selesai, Rubio menolak untuk menjawab tetapi mengatakan bahwa mustahil untuk mendapatkan perjanjian damai Ukraina tanpa keterlibatan diplomatik.

    “Saya tidak akan bernegosiasi atau membahas setiap elemen gangguan yang ada atau telah ada dalam hubungan diplomatik kita, mengenai mekanismenya,” katanya.

    “Mengakhiri konflik tidak dapat terjadi kecuali kita memiliki setidaknya beberapa kenormalan dalam cara misi diplomatik kita beroperasi di Moskow dan di Washington, D.C.”

    2. Negosiasi untuk mengakhiri konflik di Ukraina

    Kedua pihak sepakat untuk membentuk kelompok kerja tingkat tinggi guna mulai menjajaki penyelesaian konflik melalui negosiasi. Belum jelas kapan kedua tim ini akan bertemu pertama kali, tetapi keduanya mengatakan akan segera bertemu.

    Mengenai konsesi yang mungkin perlu dibuat oleh semua pihak, penasihat keamanan nasional Trump, Mike Waltz, yang berpartisipasi dalam pembicaraan hari Selasa, mengatakan masalah wilayah dan jaminan keamanan akan menjadi salah satu pokok bahasan yang dibahas.

    Rubio mengatakan tim tingkat tinggi, termasuk para ahli yang mengetahui detail teknis, akan mulai bekerja sama dengan pihak Rusia mengenai “parameter seperti apa akhir dari konflik ini.”

    Mengenai isu utama misi penjaga perdamaian prospektif untuk memantau potensi gencatan senjata di Ukraina, diplomat tinggi Rusia mengatakan Moskow tidak akan menerima pasukan dari anggota NATO, mengulangi pernyataannya bahwa upaya Ukraina untuk bergabung dengan aliansi militer Barat menimbulkan masalah keamanan besar.

    “Kami menjelaskan bahwa pengerahan pasukan dari negara-negara anggota NATO, bahkan jika mereka ditempatkan di bawah bendera Uni Eropa atau bendera nasional, tidak akan mengubah apa pun dan tentu saja tidak dapat diterima oleh kami,” kata Lavrov.

    3. Pengecualian Ukraina dan Eropa dari perundingan

    Baik Ukraina maupun negara-negara Eropa tidak diundang ke perundingan hari Selasa di Riyadh. Namun pejabat AS mengatakan tidak ada niat untuk mengecualikan mereka dari perundingan perdamaian jika perundingan itu dimulai dengan sungguh-sungguh.

    “Tidak ada yang dikesampingkan di sini,” kata Rubio. “Jelas, akan ada keterlibatan dan konsultasi dengan Ukraina, dengan mitra kami di Eropa dan negara-negara lain. Namun pada akhirnya, pihak Rusia akan sangat diperlukan dalam upaya ini.”

    4. Zelensky kesal

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky jelas kesal karena tidak diikutsertakan dalam pertemuan tersebut. Ia bahkan menunda rencana untuk mengunjungi Arab Saudi pada hari Rabu untuk menghindari keterkaitan perjalanannya dengan perundingan AS-Rusia pada hari Selasa.

    Berbicara dari Ankara sebelumnya, Zelensky telah mengisyaratkan alasannya. Ia mengatakan bahwa ia tidak ingin memberikan “kesan yang salah”. Namun, pejabat Ukraina lain yang tidak disebutkan namanya, berbicara kepada kantor berita AFP bahwa Kyiv menuduh pemerintahan Presiden AS Donald Trump “memuaskan keinginan Putin” dengan mengadakan pertemuan tersebut tanpa pemimpin Eropa atau Ukraina.

    “Sejak awal, seluruh negosiasi ini tampaknya sangat berpihak pada Rusia. Bahkan, muncul pertanyaan apakah negosiasi ini harus disebut sebagai negosiasi atau dalam beberapa hal, serangkaian kapitulasi Amerika,” kata Nigel Gould-Davies, peneliti senior untuk Eurasia dan Rusia di Institut Internasional untuk Studi Strategis di London dan mantan duta besar Inggris untuk Belarus.

    5. Kemungkinan pencabutan sanksi AS terhadap Rusia

    Ketika ditanya apakah AS dapat mencabut sanksi terhadap Moskow yang dijatuhkan selama masa jabatan Biden, Rubio menyatakan bahwa “untuk mengakhiri konflik apa pun, harus ada konsesi yang dibuat oleh semua pihak” dan “kami tidak akan menentukan sebelumnya apa saja konsesi tersebut.”

    Ketika ditanya apakah AS dapat secara resmi menghapus Lavrov dari daftar sanksinya, Rubio mengatakan bahwa “kami belum sampai pada tingkat pembicaraan itu.”

    6. Potensi kerja sama AS-Rusia

    Kirill Dmitriev, kepala Dana Investasi Langsung Rusia yang bergabung dengan delegasi Rusia di Riyadh, mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia dan AS harus mengembangkan usaha patungan di bidang energi.

    “Kami membutuhkan proyek bersama, termasuk di Arktik dan wilayah lainnya,” katanya.

    Jika kedua belah pihak berhasil merundingkan akhir konflik Ukraina, Rubio mengatakan, hal itu dapat membuka “peluang luar biasa” untuk bermitra dengan Rusia “dalam berbagai isu yang diharapkan akan baik bagi dunia dan juga meningkatkan hubungan kita dalam jangka panjang.”

    7. Tetangga AS teriak

    Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly mengatakan Ukraina membutuhkan jaminan keamanan yang ‘kuat’ sebagai bagian dari kesepakatan apa pun untuk mengakhiri perang. Pasalnya, ia menyoroti langkah Rusia yang telah memotong batasan-batasan tertentu untuk menciptakan stabilitas kawasan.

    “Posisi Kanada adalah Ukraina harus ikut serta,” kata Joly dalam bahasa Prancis selama pengarahan virtual dengan wartawan.

    “Kami tahu betul bahwa Presiden (Rusia) Putin tidak memiliki batasan dan bahwa setelah Ukraina, serangan itu pasti dapat dilakukan terhadap wilayah NATO,” katanya.

    Ia menambahkan bahwa penting bagi Kanada, AS, dan Eropa untuk menawarkan jaminan keamanan kepada Ukraina.

    “Kami tidak ingin berada dalam situasi di mana pada dasarnya ada gencatan senjata, ada perdamaian yang tidak bertahan lama, dan pasukan Rusia meninggalkan wilayah Ukraina, mengatur ulang diri mereka, dan kembali menyerang Ukraina. Kami akan menemukan diri kami dalam situasi yang bahkan lebih berbahaya daripada saat ini,” tambah Joly.

    8. Trump sindir Zelensky

    Trump tidak menunjukkan kesabaran terhadap keberatan Ukraina karena dikecualikan dari perundingan di Arab Saudi. Ia berulang kali mengatakan bahwa para pemimpin Ukraina seharusnya tidak pernah membiarkan konflik dimulai, yang mengindikasikan bahwa Kyiv seharusnya bersedia memberikan konsesi kepada Rusia sebelum mengirim pasukan ke Ukraina pada tahun 2022.

    “Hari ini saya mendengar, ‘Oh, baiklah, kami tidak diundang.’ Ya, Anda sudah berada di sana selama tiga tahun. Anda seharusnya mengakhirinya tiga tahun lalu,” kata Trump kepada wartawan di kediamannya di Florida. “Anda seharusnya tidak pernah memulainya. Anda bisa membuat kesepakatan.”

    (pgr/pgr)

  • Tagar Indonesia Gelap Viral di Media Sosial, Luhut Binsar Pandjaitan: yang Gelap Kau Bukan Indonesia

    Tagar Indonesia Gelap Viral di Media Sosial, Luhut Binsar Pandjaitan: yang Gelap Kau Bukan Indonesia

    TRIBUNJATIM.COM – Tagar Indonesia Gelap ramai digunakan di media sosial.

    Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan pun buka suara.

    Ia menepis anggapan masyarakat yang beredar di media sosial melalui tagar Indonesia Gelap (#IndonesiaGelap).

    “Kalau ada yang bilang itu Indonesia gelap, yang gelap kau bukan Indonesia. Jadi kita jangan terus mengeklaim sana-sini,” ujarnya dalam acara The Economic Insights 2025 di Jakarta, Rabu (19/2/2025), dikutip dari Tribun Bogor.

    Menurut dia, kondisi Indonesia masih cukup baik meskipun dia mengakui sedang terjadi berbagai permasalahan.

    Namun, permasalahan ini banyak dialami oleh negara lain selain Indonesia.

    Salah satunya terkait isu kurangnya lapangan kerja.

    Luhut bilang, masalah tersebut juga dialami negara lain seperti Amerika Serikat (AS).

    “Ada orang bilang wah di sini lapangan kerja kurang, di mana yang lapangan kerja enggak kurang? Di Amerika juga bermasalah, di mana saja bermasalah,” ucapnya.

    Dia pun membeberkan pemerintah tidak tinggal diam ketika terjadi masalah kekurangan lapangan kerja.

    Pemerintah telah memberdayakan 300 orang generasi muda yang bekerja di Perum Peruri untuk mengelola GovTech.

    Selain itu, sebut Luhut, Indonesia justru beruntung karena memiliki pasar yang besar dengan jumlah penduduk yang mencapai 282 juta jiwa per Semester I 2024.

    INDONESIA GELAP – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menepis anggapan masyarakat yang beredar di media sosial melalui tagar Indonesia Gelap (#IndonesiaGelap). (Kompas.com)

    Diprediksi pada 2030 jumlah ini akan bertambah menjadi 300 juta jiwa.

    “Jadi kita harus lihat ini. Kita sebagai orang Indonesia harus bangga juga bahwa we are doing right gitu, we are doing so good so far,” tuturnya.

    Sebagai informasi, #IndonesiaGelap terus menggema di media sosial X sejak awal Februari kemarin dan menjadi sorotan utama warganet.

    Tagar ini mencerminkan kegelisahan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai bermasalah.

    Kemunculan #IndonesiaGelap bermula dari kritik warganet terhadap berbagai kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.

    Beberapa di antaranya adalah aturan baru terkait penjualan elpiji 3 kg yang menyebabkan kelangkaan gas, efisiensi anggaran yang berdampak pada gelombang PHK, hingga pemangkasan tunjangan bagi dosen dan tenaga pendidik.

    Situasi ini memicu gelombang protes, yang berpuncak pada aksi demonstrasi besar-besaran mahasiswa di berbagai daerah pada Senin, 17 Februari 2025.

    Sebelumnya, media sosial juga diramaikan dengan tagar Kabur Aja Dulu.

    Adapun tagar Kabur Aja Dulu ini dianggap sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan keadilan di dalam negeri.

    Kondisi tersebut diduga karena adanya sejumlah kebijakan pemerintah belakangan ini yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat.

    Tren tagar Kabur Aja Dulu sendiri dianggap sebagai bentuk keinginan masyarakat untuk meninggalkan Indonesia demi bekerja atau melanjutkan studi di luar negeri.

    Awalnya, tagar ini beredar masif di media sosial X dan banyak warganet menggunakan “#KaburAjaDulu” dalam cuitannya.

    Tagar tersebut disertai dengan ajakan untuk para anak muda untuk mengambil pendidikan, bekerja, hingga sekadar tinggal di luar negeri.

    Tren Kabur Aja Dulu kemudian dikaitkan dengan sistem pendidikan di Tanah Air yang memiliki biaya mahal, rendahnya ketersediaan lapangan kerja, dan upah per bulan yang rendah.

    Bahkan, menggunakan tagar tersebut warganet juga mengunggah informasi terkait kesempatan studi atau bekerja di luar negeri untuk “kabur” dari Indonesia.

    Banyak warganet berbagi informasi seputar lowongan kerja, beasiswa, les bahasa, serta pengalaman berkarier dan kisah hidup di luar negeri dengan menggunakan tagar Kabur Aja Dulu.

    Sejumlah ahli juga memberikan komentar terkait tren #KaburAjaDulu yang ramai di media sosial belakangan ini.

    Salah satunya dari Sosiolog UIN Walisongo Semarang, Nur Hasyim menyebut, tren Kabur Aja Dulu merupakan ekspresi kemarahan, keputusasaan, dan protes yang disampaikan publik melalui media sosial kepada pemerintah.

    Hasyim menilai, kebijakan yang diambil pemerintah belakangan tidak berpihak pada masyarakat.

    Termasuk kebijakan yang menginstruksikan efisiensi anggaran yang berdampak pada sejumlah sektor penting, seperti pendidikan, energi, hingga penanganan bencana dan krisis iklim.

    Hal ini kemudian membuat generasi muda kehilangan harapan untuk mencari penghidupan di Tanah Air, Indonesia.

    Sejalan dengan itu, Sosiolog di Universitas Gadjah Mada (UGM) Oki Rahadianto Sutopo mengatakan, kemunculan tagar KaburAjaDulu adalah bentuk refleksivitas atas kesenjangan global yang terjadi dewasa ini.

    Menurutnya, anak muda mulai sadar mengenai kesenjangan global, terutama terkait kualitas hidup di berbagai negara yang bisa diketahui berkat kemajuan teknologi.

    Kesenjangan global tersebut termasuk perbedaan jaminan kesehatan, kualitas pendidikan, kesempatan lapangan kerja, hingga kebebasan anak muda untuk berekspresi.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

  • Netanyahu Tunjuk Orang Kepercayaannya Pimpin Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    Netanyahu Tunjuk Orang Kepercayaannya Pimpin Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata dengan Hamas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pejabat Israel mengatakan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menunjuk orang kepercayaannya untuk memimpin negosiasi tahap kedua gencatan senjata dengan Hamas.

    Orang kepercayaan Benjamin Netanyahu itu merupakan Ron Dermer yang lahir di Amerika Serikat (AS).

    Ron Dermer adalah menteri kabinet yang secara luas dipandang sebagai penasihat terdekat Netanyahu.

    Ron Dermer pernah menjabat sebagai duta besar Israel untuk AS.

    Ia juga merupakan mantan aktivis Republik yang memiliki hubungan kuat dengan Presiden AS Donald Trump.

    Diberitakan Arab News, Israel dan Hamas belum menegosiasikan fase kedua gencatan senjata perang Gaza.

    Adapun fase pertama akan berakhir pada awal Maret 2025.

    Pemimpin Mesir Tegaskan Penolakannya Terhadap Rencana Trump

    Sementara itu, Pemimpin Mesir telah menegaskan kembali penentangannya terhadap pemindahan warga Palestina keluar dari Jalur Gaza, seperti yang disarankan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Pada Rabu (19/2/2025), Presiden Abdel Fattah el-Sissi meminta masyarakat internasional untuk mendukung rencana rekonstruksi yang akan memungkinkan warga Palestina untuk tetap tinggal di Tanah Air mereka.

    Ia mengatakan rekonstruksi Gaza harus dilaksanakan “tanpa pemindahan warga Palestina dari tanah yang mereka jajah.”

    Dilansir AP News, Mesir dan Yordania telah menolak saran Trump agar mereka menerima pengungsi Palestina dalam jumlah besar.

    El-Sissi berbicara di Madrid dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez, yang juga mengecam usulan Trump, dengan mengatakan usulan tersebut akan “tidak bermoral dan bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” serta akan berdampak tidak stabil terhadap kawasan.

    Kedua pemimpin juga menyerukan dihidupkannya kembali proses perdamaian yang mengarah pada solusi dua negara untuk konflik tersebut.

    Dikutip dari Al Jazeera, setidaknya tiga warga Palestina tewas dan 11 lainnya terluka dalam serangan Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir, menurut Kementerian Kesehatan daerah kantong itu.

    Sebelumnya, Hamas mengusulkan pertukaran semua tawanan Israel dan tahanan Palestina sekaligus selama fase kedua kesepakatan gencatan senjata Gaza, dengan tujuan mencapai gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel.

    Kelompok Palestina tersebut juga mengonfirmasi  bahwa mereka akan membebaskan enam tawanan hidup lainnya, yang akan dibebaskan pada tahap pertama, pada hari Sabtu, sementara Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar mengatakan negosiasi untuk tahap kedua  kesepakatan tersebut “akan terjadi minggu ini”.

    Di Lebanon, tim penyelamat telah menemukan jasad 23 orang setelah pasukan Israel mundur sebagian dari desa-desa dan kota-kota di selatan karena batas waktu penarikan penuh telah berakhir.

    Tentara Israel menyerbu wilayah al-Issawiya dan Silwan di Yerusalem Timur yang diduduki, mendirikan pos pemeriksaan militer di Silwan dan mengenakan denda pada kendaraan.

    SITUASI GAZA – Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Rabu (19/2/2025) menunjukkan situasi di Gaza pada Rabu (19/2/2025) setelah gencatan senjata dimulai sejak 19 Januari 2025. (Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English)

    Pasukan Israel juga menangkap dua saudara lelaki Palestina dan seorang anak selama penggerebekan di kota Hebron dan kota Beit Ummar.

    Pasukan Israel menyerbu kota Nilin, sebelah barat Ramallah, dan menyerbu sejumlah rumah, termasuk rumah mantan tahanan.

    Buldoser tentara Israel menghancurkan bangunan Palestina di kota Hizma, timur laut Yerusalem Timur yang diduduki.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.297 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, sementara 111.733 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709 orang, dengan mengatakan ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • #KaburAjaDulu Pernah Kejadian di AS, Trump Biang Keroknya

    #KaburAjaDulu Pernah Kejadian di AS, Trump Biang Keroknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia akhir-akhir ini penuh dengan tagar #KaburAjaDulu. Hal ini merupakan bentuk ketidakpuasan masyarakat terhadap situasi pemerintahan saat ini, hingga membentuk kampanye untuk pergi dari Indonesia dan kabur ke luar negeri.

    Nyatanya, fenomena ini pernah dialami Amerika Serikat (AS) pada tahun 2017-2018. Hal ini terjadi saat Donald Trump mengemban amanah sebagai Presiden dalam periode pertamanya.

    Sejumlah ketidakpuasan dialami oleh warga AS, khususnya kelompok imigran, terkait dengan kebijakan imigrasi Trump yang keras dan ditakutkan berdampak buruk bagi perekonomian dalam negeri. Mereka kemudian berpikir untuk pindah ke Kanada, yang hanya terpisah dengan perbatasan darat dari Negeri Paman Sam.

    “Bagaimana jika Anda terbang ke Kanada? Lebih Banyak Migran Sekarang Menyelinap Melintasi Perbatasan AS-Kanada,” ujar seorang warga keturunan Amerika Latin bernama Jose Antonio Vargas kepada NBC News.

    “Bayangkan pesan yang akan Anda kirim jika Anda, dari semua orang, memutuskan untuk berkata, ‘Jika Anda tidak menginginkan saya di sini, saya akan pindah ke Kanada!’”

    Sejumlah imigran di AS pun menyebutkan Kanada sebagai tempat yang indah dan nyaman untuk ditinggali. Hal ini dikarenakan harga sewa properti yang lebih murah dibandingkan kota-kota besar di AS.

    “Saya memikirkan ide itu cukup lama hingga akhirnya mencari apartemen di Toronto, dan terkejut bahwa harga sewa di kota terbesar di Kanada itu tampak jauh lebih terjangkau daripada harga sewa yang saya bayarkan di Washington, D.C., New York City, San Francisco, dan Los Angeles,” tambahnya.

    Hal yang sama juga disuarakan oleh warga lokal AS yang benar-benar telah menjadi warga negara. Gagasan pindah ke Kanada sering dilontarkan sebagai lelucon tentang strategi keluar Amerika karena ketakutan mereka kebijakan Trump dapat mengakibatkan sejumlah dampak negatif langsung ke warga.

    “Saya merasa sangat yakin bahwa AS telah mengubah arah yang tidak akan pernah bisa diubah lagi,” kata Nykanen, warga AS yang pindah ke British Columbia, kepada Guardian. “Kami pindah bukan karena takut pada teroris, tetapi karena negara ini akan menjadi seperti apa.”

    Menurut catatan dari Imigrasi dan Kewarganegaraan Kanada, aplikasi dari warga AS untuk memperoleh kewarganegaraan Kanada telah meningkat tiga kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Namun, tidak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti alasannya, karena pemerintah Kanada dan AS tidak melacak motif imigrasi dan emigrasi.

    Sementara itu, selama tahun 2017 dan kuartal pertama tahun 2018, ada peningkatan sebanyak 1.055 warga AS yang diberikan izin tinggal di Kanada dibandingkan jumlah rata-rata selama pemerintahan Obama. Visa pelajar yang diberikan kepada warga negara AS meningkat sebesar 1,012 pada tahun 2017, dibandingkan dengan jumlah rata-rata selama delapan tahun sebelumnya.

    Grafik jumlah aplikasi kewarganegaraan menunjukkan lonjakan yang pasti dalam beberapa tahun yang signifikan secara politik. Tercatat ada lonjakan imigrasi pada 2001, ketika Bush terpilih sebagai presiden, lalu pada 2003, ketika AS menginvasi Irak, serta 2007, selama kejatuhan dan resesi pasar perumahan AS.

    Bagaimanapun, banyak warga Amerika takut kehilangan hak-hak mereka. Kelompok minoritas yang khawatir akan keselamatan mereka mencari status pengungsi di Kanada.

    Sementara itu, pengacara imigrasi lainnya, Guidy Mamann, menyebutkan dipilihnya Kanada karena negara itu yang secara kultural dekat dengan AS. Kanada juga merupakan negara berbahasa Inggris, yang membuat warga AS pun dapat beradaptasi dengan cepat di Negeri Maple.

    “Cara kita berbisnis sekarang condong ke negara-negara berbahasa Inggris, karena bahasa lebih penting daripada sebelumnya, jadi negara-negara seperti Amerika Serikat harus bersiap untuk melihat peningkatan jumlah mereka, dengan mengorbankan negara-negara yang tidak memiliki penutur asli bahasa Inggris,” ungkapnya.

    (pgr/pgr)

  • Prabowo Jadikan Timor Leste Contoh Kabinet Gemuk, Pandji: Ibarat Orang Dewasa Belajar kepada Bayi

    Prabowo Jadikan Timor Leste Contoh Kabinet Gemuk, Pandji: Ibarat Orang Dewasa Belajar kepada Bayi

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Komika kondang, Pandji Pragiwaksono, mengkritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto. Terkait perkataan ndasmu.

    Perkataan ndasmu itu diungkapkan Prabowo sebelumnya menanggapi kritik soal kabinet yang dinilai gemuk oleh sejumlah kalangan.

    “Terus yang menarik adalah, beliau membandingkan Indonesia dengan Timor Leste. Dia bilang Timor Leste aja lebih kecil dari Kabupaten Bogor, menterinya 28. Timor Leste tuh lihat, negaranya lebih kecil dari Kabupaten Bogor,” tutur Pandji dikutip dari video yang diunggah akun X @CakHum, dikutip Rabu (19/2/2025).

    Pandji mengungkapkan, pernyataan Prabowo disampaikan seolah argumentasinya benar. Padahal, kata dia, Timor Leste adalah negara baru.

    “Seakan-akan itu argumen yang valid. Ya Pak ngapain bandingin dengan Timor Leste. Baru juga jadi negara kemarin Pak. Baru,” ungkapnya.

    Ia bahkan mengibaratkan Timor Leste dengan bayi. Sebagai bayi, menurutnya, Timor Leste masih belajar.

    “Ngapain kita membandingkan cara kita menjalankan kehidupan dengan bayi. Bayi belum tahu banyak. Bayi mah banyak salah. Banyak ngaconya, banyak kekurangannya. Namanya juga bayi. Ngapain kita belajar dari bayi,” terangnya.

    Pandji pun membandingkan dengan sejumlah negara lain. Seperti Amerika Serikat dan Rusia.

    “Amerika Serikat negaranya segede kita. 15 Pak menterinya. Rusia negaranya gede banget, 21 Pak menterinya. Bapak kemarin melantik 100 pejabat, di mana setengahnya adalah menteri, lalu wamen, lalu pejabat setingkat menteri,” jelasnya.

    “Pak, kok bisa sih membandingkan praktik bernegara dengan negara baru. Ibarat bayi itu Pak jalan aja masih jatuh-jatuh. Ngomong masih omon-omon,” tambahnya. (Arya/Fajar)

  • China Balas Dendam Blokir Amerika, Perang Makin Panas

    China Balas Dendam Blokir Amerika, Perang Makin Panas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) terus-menerus mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor dan penambahan tarif yang bisa melumpuhkan upaya China mendominasi pengembangan industri teknologi. Tak tinggal diam, China melancarkan aksi balas dendam dengan memblokir akses mineral kritis ke AS dan sekutu.

    Terbaru, perusahaan China juga menyetop ekspor alat yang digunakan dalam pengembangan baterai metal lithium untuk kendaraan listrik (EV). Hal ini merupakan implementasi dari rencana Beijing untuk mulai melakukan kontrol ekspor untuk baterai dan lithium.

    Jiangsu Jiuwu Hi-Tech mengatakan kepada konsumen pada bulan lalu bahwa perusahaan akan menyetop ekspor alat filtrasi yang disebut ‘sorbent’ mulai 1 Februari 2025, menurut sumber yang familiar dengan isu ini, dikutip dari Reuters, Rabu (19/2/2025).

    China adalah produsen sorbent terbesar di dunia. Alat itu penting untuk melakukan ekstraksi lithium. Meski demikian, skala pasarnya sulit dipastikan karena Beijing membatasi pembagian data, menurut analis.

    Keputusan Jiangsu menunjukkan ancaman Beijing yang diumumkan pada Januari lalu mulai ditegakkan, meski regulasinya belum sah dan baru berbentuk proposal.

    Jika disetujui, perusahaan memerlukan lisensi khusus dari pemerintah untuk melakukan penjualan ke luar negeri untuk beberapa teknologi baterai dan lithium.

    Salah satu eksekutif di perusahaan teknologi ekstraksi lithium lainnya yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengatakan Jiangsu dan Sunresin New Materials yang sama-sama merupakan produsen sorbent besar, saat ini sedang bernegosiasi dengan pemerintah terkait proposal tersebut.

    Jiangsu dan Sunresin tidak merespons pertanyaan yang diajukan Reuters.

    (fab/fab)

  • Zelensky Bantah Klaim Trump soal AS Beri Bantuan 500 Miliar Dolar, Beri Hitungan Versi Ukraina – Halaman all

    Zelensky Bantah Klaim Trump soal AS Beri Bantuan 500 Miliar Dolar, Beri Hitungan Versi Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, membantah klaim Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mengatakan AS telah memberikan bantuan 500 miliar dolar kepada Ukraina selama perang menghadapi Rusia.

    Pada awal bulan ini, Donald Trump mengklaim AS menghabiskan 500 miliar dolar untuk mengirim bantuan ke Ukraina dan berharap Ukraina membalasnya dengan mineral langka.

    Baru-baru ini, Donald Trump kembali mengungkit besarnya bantuan yang diberikan AS kepada Ukraina.

    Donald Trump mengatakan setidaknya 350 miliar dolar AS telah dikirim ke Ukraina.

    Zelensky menolak klaim tersebut dan menjelaskan bahwa bantuan dari AS berupa paket senjata dan bantuan kemanusiaan.

    “Angka-angka kami benar-benar berbeda. Bagi kami, semuanya sangat jelas. Perang itu menghabiskan biaya 320 miliar dolar. Sekitar 120 miliar dolar adalah milik kita, rakyat Ukraina, para pembayar pajak, serta 200 miliar dolar dari sekutu AS dan Eropa. Ini adalah paket senjata,” kata Zelensky dalam konferensi pers, Rabu (19/2/2025).

    “Secara total, AS memberi kami sekitar 67 miliar dolar dalam bentuk senjata dan 31,5 miliar dolar dalam bentuk bantuan (uang) langsung,” jelasnya.

    Zelensky mengakui ada juga program-program terpisah, termasuk bantuan kemanusiaan, yang membuat Ukraina bersyukur, tapi jumlah total bantuan tersebut tidak mencapai 500 miliar dolar.

    Menurutnya, mustahil bagi AS untuk menuntut pengembalian bantuan dalam bentuk mineral langka atau sumber daya apa pun.

    “Kami tentu berterima kasih atas semua program kemanusiaan ini, tetapi Anda tidak dapat menghitung 500 miliar diberikan kepada kami dan mengembalikan 500 miliar dalam bentuk mineral atau sesuatu yang lain. Ini bukan pembicaraan serius,” tegas Zelensky, seperti diberitakan Pravda.

    Namun, Zelensky meyakinkan AS, Ukraina dapat mempertimbangkan perjanjian mineral langka jika mendapat jaminan keamanan dari AS.

    “Kami butuh jaminan keamanan, Anda butuh ini (mineral langka), kami senang berbagi,” kata Zelensky.

    Saat ini, Zelensky tidak mengizinkan perjanjian sumber daya mineral ditandatangani dengan Amerika Serikat karena belum siap dan tidak melindungi kepentingan Ukraina.

    Ia berulang kali menekankan, Ukraina ingin mendapatkan jaminan keamanan dari AS, selain dari negara-negara Eropa.

    Permintaan jaminan keamanan ini muncul karena kekhawatiran Zelensky akan masa depan Ukraina jika Rusia dan Ukraina sepakat untuk mengakhiri perang, sementara AS mengisyaratkan Ukraina tidak dapat menjadi anggota NATO.

    Sebelumnya pada pekan lalu, Donald Trump mengusulkan agar AS menengahi negosiasi antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang yang berlangsung sejak tahun 2022.

    Namun, Ukraina tidak diundang pada pertemuan pertama yang dihadiri perwakilan Rusia dan AS di Arab Saudi pada Selasa (18/2/2025).

    Sementara itu, Zelensky menegaskan bahwa Ukraina tidak akan menganggap hasil apa pun dari perundingan yang tidak melibatkan partisipasinya.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • Lima Tahun Peringatan Serangan Rasis di Hanau – Halaman all

    Lima Tahun Peringatan Serangan Rasis di Hanau – Halaman all

    Pada 19 Februari 2020, seorang pria bersenjata yang termotivasi keyakinan rasis sayap kanannya melancarkan aksi pembunuhan di Hanau, sebuah kota di Jerman dekat Frankfurt.

    Ia menargetkan tempat-tempat yang terkait dengan komunitas imigran, menembak mati sembilan orang dan melukai tujuh lainnya. Setelah itu, ia mengarahkan senjatanya ke ibunya dan dirinya sendiri.

    Pelaku telah menonton video YouTube sesaat sebelum serangan, termasuk pidato Björn Höcke, salah satu tokoh paling terkemuka di partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) dan pemimpinnya di negara bagian Thuringen.

    Lima tahun kemudian, salah satu ibu korban mengatakan belum cukup banyak yang dilakukan untuk mencegah tragedi seperti itu terjadi lagi. Serpil Temiz Unvar kehilangan putranya yang berusia 23 tahun, Ferhat.

    “Peristiwa tragis ini bergema di masyarakat, tetapi gema ini sebagian besar disebabkan oleh upaya keluarga yang terdampak, yang telah berjuang tanpa lelah untuk membuat suara mereka didengar,” paparnya kepada DW.

    Ditambahkannya: “Upaya-upaya ini, bersama dengan solidaritas yang ditunjukkan oleh banyak pihak, telah berkontribusi pada upaya masyarakat untuk bersatu dalam kasus ini lebih dari pada peristiwa serupa di masa lalu. Namun, upaya-upaya individual ini, meskipun penting, tidak cukup untuk mewujudkan transformasi masyarakat yang mendasar.”

    Mengenang para korban

    Segera setelah pembantaian tersebut, Unvar mendirikan sebuah inisiatif pendidikan yang dinamai sesuai nama putranya untuk melawan rasisme dan memberdayakan kaum muda.

    Sejumlah proyek sosial dan politik lainnya telah didirikan di kota tersebut. Banyak yang diluncurkan atau didukung oleh keluarga dan teman-teman korban, bertekad untuk mengungkap kesalahan yang mungkin menyebabkan serangan tersebut dapat dicegah, untuk menjaga kenangan orang-orang yang mereka cintai tetap hidup, dan untuk menyoroti rasisme di masyarakat Jerman.

    Sebuah tugu peringatan juga akan didirikan pada tahun 2026 di sebuah persimpangan lalu lintas utama di Hanau yang akan berganti nama menjadi “Platz des 19. Februar” atau Lapangan 19 Februari, sebuah patung baja yang memuat nama sembilan korban: Gökhan Gültekin, Sedat Gürbüz, Said Nesar Hashemi, Mercedes Kierpacz, Hamza Kurtović, Vili Viorel Păun, Fatih Saraçoğlu, Ferhat Unvar, dan Kaloyan Velkov.

    Tugu ini akan berdiri di luar Gedung Demokrasi dan Keberagaman, yang juga dijadwalkan selesai pada tahun yang sama dan akan dirancang sebagai ruang untuk dialog, pendidikan, dan peringatan.

    Kelanjutan dan keterkaitan

    Tragedi Hanau bukanlah kejadian yang hanya terjadi sekali. Diperkirakan lebih dari 200 orang tewas dalam serangan sayap kanan di Jerman sejak Jerman bersatu kembali. Meskipun negara ini sering dipuji karena budaya mengenang Holokaus dan kejahatan era Nazi, banyak yang merasa kurang ada kemauan untuk menghadapi berbagai tindakan kekerasan rasis di era pascaperang.

    Furkan Yüksel, anggota Koalisi Wacana Publik Pluralistik (CPPD) dan seorang pendidik yang bekerja di bidang sejarah dan politik, termasuk di antara mereka yang mengkritik budaya mengenang Jerman. “Saya rasa citra Jerman tentang dirinya sebagai bangsa yang telah belajar dari pelajaran Perang Dunia Kedua dan berhasil meninggalkan masa lalunya agak menipu,” jabarnya kepada DW.

    Mirjam Zadoff, direktur Pusat Dokumentasi München untuk Sejarah Sosialisme Nasional, menekankan perlunya mengakui keterkaitan antara masa lalu dan masa kini Jerman.

    “Rasanya sangat penting untuk menunjukkan kesinambungan karena orang-orang dibunuh oleh ideologi yang sama, dan mereka bahkan terkadang berasal dari keluarga yang sama – seperti dalam kasus Mercedes Kierpacz, yang kakek buyutnya dibunuh di Auschwitz dan menjadi salah satu korban di Hanau.”

    Kierpacz, seorang ibu dua anak berusia 35 tahun – seperti dua korban Hanau lainnya – adalah anggota komunitas Roma dan Sinti, minoritas yang juga dianiaya di bawah Nazisme.

    Poster merah putih dengan gambar hati yang patah dan berbagai gambar sembilan korban dan slogan yang menyerukan agar mereka diingat, untuk keadilan dan penyelidikan atas kejahatan tersebut.

    “Gagasan tentang masyarakat homogen yang menganggap dirinya sebagai orang Jerman, sementara orang lain yang berbeda agama atau etnis tetap menjadi orang luar – itu merupakan kelanjutan dari kedua kediktatoran Jerman,” kata Zadoff kepada DW.

    Reformasi pemerintah ditinggalkan

    Ketika pemerintahan kiri-tengah Kanselir Jerman Olaf Scholz berkuasa pada tahun 2021, perjanjian koalisi menyatakan bahwa budaya mengenang negara itu akan diperluas untuk mencakup sejarah kolonial dan migran.

    Jerman baru secara resmi mengakui bahwa itu adalah negara imigran pada tahun 1999. Namun, pekerja migran mulai berdatangan dalam jumlah besar di tempat yang saat itu merupakan Jerman Barat pada tahun 1950-an dan di Jerman Timur pada tahun 1980-an, dan sejarah komunitas kulit hitam Jerman sudah ada sejak abad ke-19.

    Meskipun sudah ada dua museum yang menceritakan kisah emigrasi Jerman ke luar negeri di kota-kota utara Hamburg dan Bremerhaven, museum pertama negara itu tentang migrasi ke Jerman baru akan dibuka di Köln pada tahun 2029. Dinamakan DOMiD, museum ini tumbuh dari sebuah inisiatif yang diluncurkan oleh imigran Turki pada akhir tahun 1980-an.

    Proposal tahun lalu dari kantor komisioner budaya Claudia Roth untuk memperluas budaya peringatan Jerman akhirnya ditangguhkan di tengah kritik, khususnya dari para kepala situs peringatan Holokaus.

    Mereka khawatir tentang relativisasi Shoah, pembunuhan sistematis yang disponsori negara terhadap sekitar enam juta orang Yahudi, bersama dengan Sinti dan Roma, lawan politik, dan kelompok-kelompok lain.

    Ribuan orang membawa spanduk dengan wajah para korban dan plakat dengan nama mereka berkumpul untuk memperingati ulang tahun keempat Hanau dan berdemonstrasi melawan teror sayap kanan.

    Namun, beberapa lembaga publik sudah mulai berubah. Pusat Dokumentasi München untuk Sejarah Sosialisme Nasional mulai memasukkan pameran tentang kekerasan sayap kanan di Jerman kontemporer setelah serangan senjata tahun 2016 di München, yang menewaskan sembilan orang. Dan pada tahun 2024, pusat ini memamerkan instalasi karya Talya Feldman “Wir sind Hier” (Kami Ada di Sini).

    Berdasarkan proyek peta digitalnya yang sedang berjalan dengan nama yang sama, karya tersebut mengenang para korban teror sayap kanan dan kekerasan polisi selama 40 tahun terakhir, termasuk Hanau. Seniman asal Amerika Serikat tersebut menyebut proyeknya sebagai seruan untuk “mengingat secara aktif”.

    Rasisme struktural, pendidikan, wacana politik

    Yüksel ingin melihat pendekatan transnasional terhadap pengajaran sejarah di sekolah-sekolah Jerman dan pengakuan bahwa rasisme dan ekstremisme sayap kanan ada dalam semua konteks budaya.

    Ia juga menyerukan pelatihan antidiskriminasi untuk menjadi bagian wajib dari pelatihan guru di Jerman dan untuk lebih banyak kesadaran tentang rasisme struktural di bidang-bidang seperti pendidikan, lembaga penegakan hukum, dan kedokteran.

    Ia juga mengkritik wacana politik seputar migrasi di seluruh spektrum partai setelah perdebatan “remigrasi” AfD yang kontroversial, sebuah rencana yang dilaporkan untuk deportasi massal jutaan penduduk.

    “Kita perlu menciptakan kesadaran bahwa kekerasan sayap kanan bukan hanya fenomena yang melibatkan pelaku individu yang gila,” katanya. “Itu bukan hanya senjata terhunus yang menciptakan kekerasan.”

    Meskipun terjadi pembunuhan di Hanau pada tahun 2020, AfD, yang sebagian anggotanya telah diklasifikasikan sebagai ekstremis sayap kanan oleh dinas intelijen negara, memperoleh lebih dari 18% suara dalam pemilihan daerah tahun 2023 di Negara Bagian Hessen, tempat Hanau berada, dan menjadi partai terbesar kedua.

    Musim gugur lalu, lukisan dinding setinggi 27 meter yang menggambarkan wajah para korban Hanau di kota terbesar di negara bagian Hessen, Frankfurt, harus dipugar setelah diolesi cat bergambar swastika dan lambang SS.

    Yang lebih mengancam lagi, ayah pelaku telah berulang kali melecehkan Serpil Temiz Unvar lewat surat dan upaya menghubungi meskipun ada perintah penahanan.

    Oktober lalu, pengacara Unvar meminta hukuman penjara selama 18 bulan, tetapi hakim menyimpulkan bahwa meskipun Hans-Gerd R. “tanpa diragukan lagi rasis,” hukuman penjara tidaklah tepat. Ia mengatakan bahwa meskipun ia mungkin akan melanjutkan tindakannya, ini adalah “sesuatu yang harus ditoleransi oleh masyarakat.”