Negara: Amerika Serikat

  • Termasuk Partai Zionis, Menkeu Israel Bahas Perpindahan Warga Gaza: Sejarah Akhiri Konflik – Halaman all

    Termasuk Partai Zionis, Menkeu Israel Bahas Perpindahan Warga Gaza: Sejarah Akhiri Konflik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kaukus Knesset Tanah Israel yang dipimpin oleh MK Yuli Edelstein (Likud), Simcha Rothman (Partai Zionis Religius) dan Limor Son-Harmelech (Otzma Yehudit) menyelenggarakan konferensi pada Minggu (9/3/2025).

    Konferensi itu berjudul “Timur Tengah Baru: Rencana Emigrasi Sukarela dari Gaza”, seperti diberitakan JPost.

    Selain para pemimpin kaukus, pembicara pada konferensi tersebut termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Misi Nasional Orit Struk.

    Kemudian Ketua Knesset MK Amir Ohana, sejumlah MK tambahan dari koalisi, dan serangkaian perwakilan organisasi masyarakat sipil.

    Termasuk dari organisasi pemukiman Nachala, Forum Kohelet, Bithonistim, dan lainnya.

    Pembicara lainnya adalah sarjana budaya Arab dari Bar-Ilan, Prof. Motti Kedar.

    Smotrich berjanji dalam sambutannya, masalah penganggaran tidak akan menghalangi pembentukan “Direktorat Emigrasi” baru di Kementerian Pertahanan.

    Ia menuduh semua warga Gaza menyimpan “kebencian mendasar” terhadap Israel.

    Ia juga menggambarkan langkah emigrasi alias perpindahan warga Gaza selanjutnya.

    Menurutnya, emigrasi warga Gaza sebagai langkah bersejarah yang pada akhirnya dapat mengakhiri konflik Israel-Palestina.

    Barat Dukung Arab

    Menteri luar negeri Prancis, Jerman, Italia, dan Inggris mengatakan pada Sabtu (8/3/2025), mereka mendukung rencana para negara Arab untuk rekonstruksi Gaza yang akan menelan biaya US$53 miliar (S$70 miliar).

    Kemudian menghindari pengusiran warga Palestina dari daerah kantong itu.

    “Rencana tersebut menunjukkan jalur realistis menuju rekonstruksi Gaza dan menjanjikan — jika dilaksanakan — perbaikan cepat dan berkelanjutan terhadap kondisi kehidupan yang menyedihkan bagi warga Palestina yang tinggal di Gaza,” kata para menteri dalam pernyataan bersama, dikutip dari AsiaOne.

    Rencana tersebut, yang disusun oleh Mesir dan diadopsi oleh para pemimpin Arab pada hari Selasa, telah ditolak oleh Israel dan oleh Presiden AS Donald Trump, yang telah menyampaikan visinya sendiri untuk mengubah Jalur Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Usulan Mesir membayangkan pembentukan sebuah komite administratif yang terdiri dari teknokrat Palestina yang independen dan profesional yang diberi tugas untuk memerintah Gaza setelah berakhirnya perang di Gaza antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas.

    Komite tersebut akan bertanggung jawab atas pengawasan bantuan kemanusiaan dan pengelolaan urusan Jalur Gaza untuk periode sementara di bawah pengawasan Otoritas Palestina.

    Pernyataan yang dikeluarkan oleh keempat negara Eropa pada hari Sabtu, mengatakan mereka “berkomitmen untuk bekerja dengan inisiatif Arab,” dan mereka menghargai “sinyal penting” yang telah dikirim oleh negara-negara Arab dengan mengembangkannya.

    Pernyataan tersebut menyatakan Hamas “tidak boleh memerintah Gaza dan tidak boleh menjadi ancaman bagi Israel lagi” dan keempat negara “mendukung peran utama Otoritas Palestina dan pelaksanaan agenda reformasinya.”

    Gencatan Senjata

    Hamas dilaporkan telah menyetujui usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama selama dua bulan dengan Israel, serta pembebasan sandera Israel.

    Laporan tersebut disampaikan oleh media Arab Saudi, Al Hadath, pada Sabtu malam, 8 Maret 2025, yang menyebutkan bahwa menunjukkan fleksibilitas dalam perundingan yang berlangsung di Kairo, Mesir.

    Sumber Al Hadath mengungkapkan, perkembangan pembicaraan ini mendorong Israel untuk mengirimkan delegasinya ke Kairo pada hari Senin.

    Namun, hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Hamas mengenai laporan tersebut.

    Media Saudi lainnya, Al Arabiya, juga melaporkan Hamas dan Israel telah menyepakati gencatan sementara selama bulan Ramadhan, meskipun kedua belah pihak membantah informasi tersebut.

    Pada hari yang sama, Israel mengumumkan pengiriman delegasi ke Doha, Qatar, pada Senin untuk membahas pembebasan sandera di Gaza.

    Menurut Yedioth Ahronoth, pengiriman delegasi ini dilakukan setelah adanya undangan dari Mesir dan Qatar sebagai mediator.

    Delegasi Israel terdiri dari pejabat senior Dinas Keamanan Israel (Shin Bet), penasihat politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, serta perwakilan dari Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan Mossad.

    Sebelumnya, Amerika Serikat (AS)  menawarkan perpanjangan gencatan senjata selama dua bulan dan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza, dengan syarat Hamas membebaskan beberapa sandera Israel yang masih hidup.

    Di antara sandera tersebut adalah Edan Alexander, yang memiliki kewarganegaraan ganda AS dan Israel.

    Tawaran ini disampaikan dalam pertemuan antara utusan Presiden AS, Adam Boehler, dan pejabat senior Hamas, termasuk Khalil Al Hayya.

    Hamas sebelumnya menolak usulan perpanjangan gencatan senjata tahap pertama dari Israel. Hamas mengatakan usulan tersebut tidak dapat diterima.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menyatakan Israel harus bertanggung jawab karena tidak memulai negosiasi untuk tahap kedua gencatan senjata.

    Hamas lebih memilih untuk merundingkan tahap kedua gencatan senjata.

    Jika tahap kedua dapat terwujud, semua sandera akan dipulangkan dan pasukan Israel akan ditarik sepenuhnya dari Gaza.

    (Tribunnews.com/Chrysnha, Febri)

  • Israel Siapkan Rencana Perang Baru di Gaza: Tak Ada Cara Lenyapkan Hamas Kecuali Duduki Gaza – Halaman all

    Israel Siapkan Rencana Perang Baru di Gaza: Tak Ada Cara Lenyapkan Hamas Kecuali Duduki Gaza – Halaman all

    Israel Siapkan Rencana Perang Baru di Gaza: Tak Ada Cara Lenyapkan Hamas Kecuali Duduki Gaza

    TRIBUNNEWS.COM – Media berbasis di Amerika Serikat (AS), The Wall Street Journal melaporkan kalau Israel sedang mengembangkan rencana perang baru untuk menekan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).

    Laporan ini menyusul perkembangan situasi yang dilansir Lembaga Penyiaran Israel, KAN, yang mengutip sumber informasi, kalau tingkat politik di Israel telah mengeluarkan instruksi kepada pihak tentara (IDF) untuk segera bersiap menghadapi pertempuran di Gaza.

    The Wall Street Journal melaporkan, Israel telah memetakan arah untuk secara bertahap meningkatkan tekanan terhadap Hamas hingga pada titik melancarkan invasi lain ke Jalur Gaza.

    Mengutip sumber yang mengetahui rencana Israel tersebut, laporan mengatakan kalau militer Israel potensial akan menginvasi Gaza dengan kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang telah digunakannya selama ini dalam 15 bulan agresi yang berujung kegagalan.

    “Pengerahan pasukan besar-besaran ini bertujuan untuk menguasai wilayah tersebut dan menduduki Gaza di area tertentu sambil menargetkan elemen-elemen Hamas,” kata laporan tersebut dikutip Khaberni, Minggu (9/3/2025).

    Mantan Penasihat Keamanan Nasional Israel Yaakov Amidror mengatakan kepada surat kabar itu kalau Israel, “Akan membutuhkan setidaknya enam bulan hingga satu tahun untuk menundukkan Hamas,”.

    Amidror menambahkan kalau “tidak ada cara untuk melenyapkan Hamas tanpa menduduki Gaza.”

    Laporan surat kabar Amerika tersebut, mengutip mediator perundingan, mengatakan kalau Hamas bersikeras membuka perundingan tahap II alih-alih memperpanjang gencatan senjata tahap I seperti yang diminta Israel.

    Untuk memasuki negosiasi Tahap II, Hamas menyerukan Israel untuk membuka blokade akses bantuan kemanusiaan dan menarik mundur pasukan dari Gaza.

    Hamas juga menolak membahas perlucutan senjata. Sejauh ini, negosiasi gencatan senjata tahap berikutnya, masih menemui jalan buntu.

    SIAP MASUK GAZA – Foto file yang diambil dari Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan tank-tank pasukan Israel bersiap memasuki Gaza pada Oktober 2023 setelah Operasi Banjir Al-Aqsa terjadi. Israel bersiap memasuki Gaza lagi pada pertengahan Februari 2025 seiring mandeknya negosiasi gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Instruksi Bagi IDF, Bersiap Perang Lagi!

    Di sisi lain, Otoritas Penyiaran Israel, KAN, mengutip sumber yang mengetahui kalau tingkat politik di Israel telah menginstruksikan IDF  untuk segera bersiap menghadapi pertempuran di Gaza.

    Perintah untuk bersiap perang lagi bagi IDF ini merujuk pada terhentinya negosiasi mengenai kemajuan menuju fase kedua perjanjian gencatan senjata.

    KAN, mengutip pejabat Israel yang mengatakan kalau Hamas tidak berminat untuk memenuhi usulan yang diajukan Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang meminta perpanjangan gencatan senjata tahap I di Gaza.

    Israel justru mengklaim, pihaknya tidak berniat berunding untuk mengakhiri perang sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian tiga tahap gencatan senjata pada Januari 2025 silam.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam memamerkan senjata selama pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam)

    Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel telah menyetujui garis besar gencatan senjata yang diusulkan oleh Witkoff selama bulan suci Ramadhan dan hari raya Paskah Yahudi (12-20 April).

    Kantor tersebut mengatakan bahwa proposal tersebut menetapkan pembebasan separuh dari tahanan Israel di Gaza, baik hidup maupun mati, selama hari pertama gencatan senjata yang diusulkan, dan jika kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai, baru separuh sandera Israel lainnya di Gaza akan dibebaskan.

    Hamas menolak tegas usulan ini.

    KAN juga melaporkan kalau perwakilan Kantor Netanyahu mengatakan, kembali bertempur di Gaza merupakan salah satu pilihan yang tersedia, tetapi pejabat keamanan Israel memperingatkan selama konsultasi tertutup bahwa kembali perang di Gaza meningkatkan risiko melukai atau bahkan membunuh para sandera Israel yang ada di tangan Hamas saat ini.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Kamis (20/2/2025), memperlihatkan anggota Brigade Al-Qassam membawa salah satu peti mati dari empat jenazah sandera Israel; Kfir Bibas (9 bulan), Ariel Bibas (4), ibu mereka bernama Shiri Bibas (32) dan Oded Lifshitz (83), dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Kamis. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    “Laporan KAN juga menyatakan, Israel menyadari bahwa keputusan untuk menghentikan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza telah mulai mempengaruhi Jalur Gaza, dan Israel yakin bahwa sejumlah tahanan dapat dibebaskan jika tekanan terus berlanjut,” kata laporan Khaberni mengutip lansiran tersebut.

    Pada awal Maret, fase pertama perjanjian gencatan senjata di Gaza, yang berlangsung selama 42 hari, berakhir, sementara Israel menolak melanjutkan pembicaran fase kedua gencatan senjata, yang mencakup penghentian perang.

    Netanyahu, yang didukung oleh Amerika Serikat, ingin memperpanjang tahap pertama perjanjian, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, untuk membebaskan sebanyak mungkin tahanan Israel tanpa menawarkan imbalan apa pun atau menyelesaikan hak militer dan kemanusiaan yang diberlakukan dalam perjanjian selama periode sebelumnya.

    “Dengan berakhirnya fase pertama perjanjian gencatan senjata, Israel sekali lagi menutup semua penyeberangan menuju Gaza untuk mencegah masuknya bantuan kemanusiaan, dalam sebuah langkah yang bertujuan menggunakan kelaparan sebagai alat tekanan pada Hamas untuk memaksanya menerima perintahnya (Israel),” kata laporan Khaberni. 

    Israel juga mengancam tindakan eskalasi lainnya, yang mengarah pada dimulainya kembali perang genosida di Gaza.

     

    (oln/wsj/kan/khbrn/*)

     
     

  • Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi di Gaza, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu – Halaman all

    Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi di Gaza, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu – Halaman all

    Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu

    TRIBUNNEWS.COM – Niatan Kepala Staf baru Militer Israel (IDF), Eyal Zamir yang mengindikasikan melanjutkan pertempuran di Gaza dan front lainnya, disambut realitas yang tidak mendukung hal tersebut.

    Baru-baru ini, Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Kemenhan) Israel mengungkapkan kalau jumlah yang terluka dan cacat di jajaran tentara Israel telah meningkat menjadi 78 ribu, sebagai akibat dari perang belakangan ini di berbagai lini.

    Dikutip dari Khaberni, laporan kementerian tersebut menunjukkan kalau sebagian besar dari mereka adalah prajurit dari divisi cadangan (reserve division).

    Divisi cadangan kemiliteran Israel merupakan tulang punggung karena dikerahkan ke berbagai wilayah pertempuran dengan merekrut mereka dari unsur sipil.

    Dari jumlah tersebut, kata laporan itu, lebih dari 50 persen dari mereka berusia di bawah tiga puluh tahun.

    “Laporan menunjukkan kalau 62 persen dari mereka menderita cedera psikologis, dan 10 persen dari yang terluka berada dalam kondisi sedang hingga kritis. Laporan juga mencatat bahwa saat ini ada 194 tentara di rumah sakit Israel,” tulis laporan Khaberni, mengutip pernyataan kementerian Israel tersebut.

    Dalam konteks terkait, surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, Minggu (9/3/2025) melaporkan kalau ada kekhawatiran dari para petinggi militer di Staf Umum Angkatan Darat Israel mengenai “kekurangan tenaga kerja yang parah”,”.

    “Kekhawatiran akan krisis personel ini muncul di tengah perkiraan kalau ada “tekanan berat pada tentara reguler yang tidak akan kembali ke rumah mereka dalam beberapa tahun mendatang.”

    Terlebih, Kepala IDF saat ini sudah menyatakan, kalau tahun 2025 akan menjadi ‘Tahun Perang’

    Menurut Divisi Operasional IDF, diperkirakan bahwa “Israel akan mengalami kekurangan tenaga kerja selama bertahun-tahun, yang belum pernah disaksikannya sejak masa sabuk keamanan di Lebanon selatan, yang berlanjut segera setelahnya hingga tahun-tahun intifada kedua.”

    PIMPIN IDF – Mayor Jenderal (Purn) Eyal Zamir mengambil alih sebagai panglima baru tentara Israel pada hari Rabu (5/3/2025). Dia menggantikan Herzi Halevi , yang memimpin militer selama perang genosida di Jalur Gaza. (Anews/Tangkap Layar)

    Eyal Zamir Nyatakan 2025 Sebagai Tahun Perang

    Niatan Kepala Staf baru IDF, Eyal Zamir, untuk melanjutkan perang, baik di Gaza, maupun di front lainnya, terindikasi dari sejumlah gerak cepat yang dia lakukan setelah menjabat.

    Eyal Zamir dilaporkan langsung merombak struktur kepemimpinan IDF beberapa jam setelah menduduki jabatannya, menggantikan Herzi Halevi yang mengundurkan diri.

    Anadolu, mengutip media Israel, Jumat (7/3/2025) melaporkan kalau Eyal Zamir memutuskan untuk menunjuk Mayor Jenderal Yaniv Asor sebagai komandan Komando Selatan, dan Itzik Cohen sebagai kepala Divisi Operasi dan mempromosikannya ke pangkat Mayor Jenderal.

    “Kepala Staf baru IDF juga menyetujui perubahan struktural di militer Israel, dengan menganggap tahun 2025 sebagai “tahun perang, dengan fokus pada Gaza dan Iran,” menurut media Israel dikutip Anadolu.

    Sebelumnya pada Rabu malam, Eyal Zamir secara resmi menduduki jabatannya, menggantikan Halevi, yang mengundurkan diri pada Januari, dan mengumumkan tanggung jawabnya atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

    Upacara pelantikan Zamir berlangsung di markas besar Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, di hadapan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan sejumlah pejabat, dipimpin oleh Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dan Herzi Halevi.

    “Setelah resmi mengemban tugasnya, Zamir mengadakan pertemuan pertamanya dengan Forum Staf Umum IDF , di mana ia menyampaikan arahan dan keputusan utama,” menurut laporan Channel 14 Israel.

    LARAS TANK MERKAVA – Foto tangkap layar Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan pasukan Israel (IDF) menjejerkan posisi laras meriam tank Merkava dalam agresi militer di Gaza. Pasukan Israel dijegal krisis keuangan saat mereka berniat melanjutkan perang di Gaza karena potensi berakhirnya gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Bentuk Dua Brigade Baru IDF

    Menurut sumber yang sama, Zamir mengumumkan penunjukan Mayor Jenderal (Cadangan) Sami Turgeman sebagai kepala tim yang akan dibentuk untuk memeriksa investigasi atas peristiwa 7 Oktober, mengambil pelajaran darinya, dan menyerahkan laporan langsung kepadanya.

    Eyal Zamir, dilaporkan memerintahkan pembentukan brigade tank baru IDF, di samping pembentukan brigade infanteri baru.

    “Zamir memutuskan untuk membubarkan “Divisi Strategi dan Iran” yang dibentuk pada tahun 2020. Dia lalu memutuskan membentuk brigade tank tambahan, mempelajari pembentukan brigade infanteri tambahan, dan menyusun kembali unit pengintaian lapis baja yang sudah dibongkar,” menurut laporan media Israel tersebut.

    Dalam pertemuan tersebut, Eyal Zamir mengatakan kalau 2025 akan menjadi “tahun perang. Dengan fokus pada Gaza dan Iran serta mempertahankan dan memperdalam pencapaian di bidang lain,” menurut Channel 14.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar)

    Depak Daniel Hagari

    Eyal Zamir, juga memutuskan untuk memberhentikan tugas juru bicara IDF, Daniel Hagari, dalam beberapa minggu mendatang, menurut apa yang dilaporkan oleh Channel 14 Israel.

    Koresponden saluran tersebut melaporkan kalau, “Zamir telah membuat keputusan untuk menggantikan Hagari, dan diharapkan seorang perwira tempur dari pasukan darat akan ditunjuk untuk posisi ini dalam waktu dekat.” 

    Pada bulan Maret 2024, sejumlah pejabat senior dalam perangkat propaganda dan media IDF mengundurkan diri, dipimpin oleh Kolonel Shlomit Miller-Butbul, yang dianggap sebagai orang kedua dalam komando di Departemen Juru Bicara IDF setelah Daniel Hagari.

    Selain itu ada juga pengunduran diri Moran Katz, kepala departemen komunikasi di Unit Juru Bicara IDF, dan Letnan Richard Hecht, juru bicara IDF untuk urusan media luar negeri.

    Sebelum menduduki jabatan juru bicara “angkatan darat”, Hagari adalah komandan unit “Shayetet 13”, menjabat sebagai asisten mantan Kepala Staf Gadi Eisenkot, dan juga merupakan bagian dari tim inti Menteri Benny Gantz.

    Perlu dicatat kalau media Israel sebelumnya telah meliput keterkejutan yang dialami IDF setelah serangkaian pengunduran diri besar-besaran para petingginya.

    Herzi Halevi, Kepala Staf, adalah orang pertama yang mengundurkan diri, diikuti oleh sejumlah pemimpin militer, termasuk kepala Divisi Operasi di IDF, Oded Basiuk, yang mengundurkan diri setelah gagal mengusir serangan 7 Oktober 2023.

    Siap Kembali Perang ke Gaza

    Eyal Zamir, juga mengatakan bahwa tentara Israel harus memutuskan pertempuran melawan Hamas.

    Dia mengindikasikan, IDF segera mengerahkan kembali pasukan ke Gaza guna kembali berperang dengan tujuaan utama pembebasan sandera Israel di tangan Hamas.

    “Kami sedang bersiap untuk kembali bertempur dan masalah penculikan menjadi prioritas utama kami,” tambahnya.

    Situs Israel, Walla melaporkan kalau Zamir merencanakan manuver skala besar di Jalur Gaza dan meningkatkan tekanan militer terhadap Hamas.

    PANGLIMA PERANG BARU – Kepala Staf baru Militer Israel (IDF), Eyal Zamir. Pergantian panglima perang ini dilaporkan akan mengubah sifat pertempuran di Gaza, sebuah sinyal yang mengindikasikan Israel tak mau meneruskan negosiasi gencatan senjata dengan Hamas di Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Pajang Foto Sandera Israel di Markas IDF

    Kepala Staf baru IDF juga menanggapi soal sandera Israel yang masih berada di tangan Hamas di Gaza dengan mengatakan bahwa, “Kepulangan mereka merupakan kewajiban moral”.

    Dia juga mengatakan kalau “tentara Israel akan berupaya untuk membawa mereka semua kembali.”

    Ia mengatakan, foto-foto para tahanan tersebut akan dipajang di kantor Kepala Staf hingga mereka kembali.

    Selama kariernya, Zamir memegang posisi militer terkemuka, termasuk Wakil Kepala Staf, Panglima Wilayah Selatan, dan jabatan terakhirnya adalah Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan.

    Zamir diketahui dekat dengan Netanyahu dan Katz, dan juga dipandang sebagai sosok yang memiliki hubungan kuat dengan mantan Menteri Pertahanan Yoav Galant.

    Pengangkatannya ke jabatan terjadi pada momen kritis kelanjutan gencatan senjata.

    Israel mengatakan pihaknya sedang bersiap untuk melanjutkan perang di Gaza meskipun ada perjanjian gencatan senjata sejak 19 Januari.

    Minggu tengah malam lalu, 28 Februari 2025, tahap pertama perjanjian gencatan senjata di Gaza, yang berlangsung selama 42 hari, secara resmi berakhir tanpa persetujuan Israel untuk memasuki tahap kedua dan mengakhiri perang.

    Forum Jenderal Israel: Negara Zionis Bisa Pecah

    Niatan Israel untuk melanjutkan perang di Gaza juga ditentang “Panglima Keamanan Israel”, sebuah forum jenderal yang berisi sejumlah besar mantan perwira senior tentara pendudukan Israel (IDF).

    Mereka dilaporkan telah mengirimkan pesan keras terhadap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

    Sebagai informasi, “Panglima Keamanan Israel” dipimpin oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Matan Vilnai, mantan Wakil Kepala Staf IDF.

    Forum ini dilaporkan memiliki sebanyak lebih dari 550 mantan perwira senior militer Israel.

    Dilansir Khaberni, dalam pesan keras yang dikirim oleh Vilnai, forum tersebut memperingatkan agar pemerintah Israel tidak memulai kembali perang di Gaza.

    Forum itu juga mengatakan kalau melancarkan perang tanpa tujuan strategis yang jelas akan menyebabkan terbunuhnya sandera Israel, kondisi pendudukan berdarah di Jalur Gaza, dan menimbulkan isolasi regional bagi Israel.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Risiko Israel Kalau Nekat Kembali Berperang di Gaza, Negara Bisa Pecah

    Vilnai mengawali suratnya dengan peringatan keras, yang menyatakan bahwa “Memulai pertempuran lagi akan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF yang diculik, terus menipisnya kekuatan tentara Israel dengan mengorbankan banyaknya korban jiwa, dan akan menyebabkan situasi pendudukan berdarah dan berkepanjangan, yang akan menyebabkan hilangnya kesempatan regional yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Dalam surat tersebut, Vilnai menawarkan alternatif lain selain kembali mulai berperang di Gaza, yaitu berfokus pada aksi politik sambil mengambil keuntungan dari pencapaian tentara Israel, klaimnya.

    Surat itu mengatakan bahwa “Pemerintah Israelsaat  bekerja melawan keinginan rakyat Israel dan menyerah pada tuntutan kelompok minoritas ekstremis sambil mempromosikan agenda untuk mencaplok tanah di Tepi Barat, memermanenkan pendudukan di Gaza, dan memperdalam konfrontasi militer.”

    Surat itu juga memperingatkan, kalau “Kebijakan saat ini membawa Israel pada pendudukan berdarah di Jalur Gaza, memperburuk mimpi buruk keamanan di Tepi Barat, mengekspos dirinya ke arah isolasi regional, dan membuang-buang kesempatan untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi.”

    Dalam konteks ini, surat tersebut mempertanyakan hak pemerintah untuk meneruskan perang setelah 500 hari perang.

    “Pemerintah Israel (memang) memiliki kewenangan resmi, tetapi tidak memiliki kewenangan yang sah dan moral untuk mengeluarkan perintah kepada tentara Israel setelah 500 hari pertempuran yang melelahkan tanpa mencapai tujuan perang untuk melanjutkan pertempuran,” tulis surat tersebut.

    Menurut pejabat senior Israel tersebut, “Pemerintah Israel berkewajiban untuk menilai kembali situasi, menetapkan tujuan yang realistis, dan menghindari membahayakan tentara dan tahanan IDF dengan slogan-slogan kosong, seperti kemenangan mutlak atau melenyapkan Hamas.”

    Para mantan perwira dalam froum jenderal tersebut memberikan ringkasan perang Israel di Gaza dan Lebanon, dengan mengklaim bahwa “pendudukan tersebut mencapai prestasi operasional dan membawa perubahan kepentingan strategis, karena sebagian besar kerangka tempur Hamas dibongkar, Hizbullah dihancurkan, dan kelemahan Iran terungkap.”

    Namun pada saat yang sama, mereka melihat bahwa “Israel masih terlibat konflik di 8 front, yang paling berbahaya adalah front internal, yaitu perpecahan di dalam negara dan serangan terhadap lembaga keamanan sebagai ‘musuh rakyat yang dipimpin dan diarahkan dari atas.’”

    Menurut surat tersebut, pemerintah sengaja menghindari penanganan “The Day After” di Gaza, yang menimbulkan bahaya nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga bagi eskalasi menyeluruh di Tepi Barat.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    Tiga Tujuan Utama

    Surat tersebut juga menyerukan kepada pemerintah untuk menetapkan tiga tujuan utama dalam kebijakannya terkait situasi saat ini.

    “Yang pertama adalah pembebasan tahanan “sebagai syarat pertama untuk tindakan apa pun di masa mendatang,” dan menjelaskan bahwa “menetapkan tujuan yang saling bertentangan—menggulingkan Hamas dan membebaskan para sandera—telah menyebabkan terbunuhnya para sandera,” kata surat tersebut

    Sebagai balasannya, para perwira senior Israel di forum tersebut juga menyerukan diakhirinya pertempuran di berbagai arena “sebagai bagian dari proses politik yang memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman Iran.”

    Menurut surat tersebut, “Penyelesaian masalah dengan Hamas mungkin akan terjadi di masa mendatang, tetapi sekarang upaya harus difokuskan pada pembebasan para sandera bahkan jika hal itu mengorbankan penarikan pasukan Israel.”

    Mengenai tujuan kedua, yaitu mendirikan pemerintahan alternatif bagi Hamas di Gaza yang dipimpin oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Otoritas Palestina, para mantan pejabat itu menegaskan kalau “Hamas tidak dapat digulingkan tanpa pemerintahan alternatif, dan membahas pemindahan (pemindahan) dan ide-ide tidak praktis lainnya mengalihkan perhatian dari pokok bahasan utama. Setiap hari tambahan tanpa merumuskan alternatif bagi Hamas memberinya pencapaian lain.”

    “Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Otoritas Palestina melalui reformasi ke dalam payung keamanan regional,” imbuh mereka.

    Surat itu juga melihat kalau tujuan ketiga yang harus diperjuangkan Israel adalah merehabilitasi militer dan masyarakat Israel.

    Hal ini  mengingat bahwa “terkikisnya ketahanan sosial adalah ancaman eksistensial terbesar, dan bahwa kebijakan pemerintah saat ini membahayakan Israel lebih dari ancaman eksternal apa pun.”

    Surat itu juga menyoroti implikasi regional dari kelanjutan perang, dengan mengatakan, “Dukungan pemerintah Israel terhadap gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza sebenarnya membahayakan perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, Perjanjian Abraham, dan kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi, serangkaian aset strategis kelas satu.”

    Surat dari mantan perwira senior Israel menekankan bahwa “kebijakan yang bertanggung jawab memerlukan kerja sama dengan rezim moderat, bukan tindakan yang akan merugikan mereka.”

    Surat tersebut diakhiri dengan seruan tegas kepada pemerintah: “Berdasarkan pencapaian IDF yang mengesankan di berbagai bidang, pelajaran harus dipelajari dan pasukan keamanan diperkuat, tetapi batas-batas kekuatan juga harus dipahami, dan pada saat yang sama perlu untuk merumuskan strategi nasional yang akan memanfaatkan pencapaian IDF dalam aksi politik untuk mencapai tujuan nasional.”

    (oln/khbrn/anadolu/chn14/*)

     
     

     
     

  • Menkeu Israel Bocorkan Rencana Trump untuk Usir Warga Gaza Mulai Terbentuk, Singgung Kerja Sama – Halaman all

    Menkeu Israel Bocorkan Rencana Trump untuk Usir Warga Gaza Mulai Terbentuk, Singgung Kerja Sama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengatakan rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk merelokasi jutaan warga Gaza ke negara lain “mulai terbentuk.”

    Namun, Bezalel Smotrich mengakui bahwa itu akan menjadi usaha logistik yang sangat besar.

    Smotrich mengklaim persiapan sedang dilakukan untuk membentuk badan berskala besar guna mengawasi pemindahan tersebut.

    “Rencana ini mulai terbentuk, dengan tindakan berkelanjutan yang dikoordinasikan dengan pemerintah.”

    “Rencana ini melibatkan identifikasi negara-negara utama, pemahaman kepentingan mereka – baik dengan AS maupun dengan kita – dan pemupukan kerja sama,” kata Smotrich dalam sebuah acara di parlemen, Minggu (9/3/2025), dilansir Al Arabiya.

    Smotrich – yang telah berulang kali menyerukan Israel untuk mengusir warga Palestina keluar dari Gaza dan membangun kembali wilayah tersebut – menyebut tugas tersebut “rumit” secara logistik, menurut media Israel.

    Selain merelokasi Gaza, Smotrich – yang tinggal di pemukiman di Tepi Barat yang diduduki – juga mendorong Israel untuk memperluas pemukimannya di Tepi Barat.

    Tahun lalu, ia mengatakan akan mendatangkan “sejuta” pemukim baru ke wilayah yang diduduki.

    Trump Sebut Warga Palestina Tak Punya Hak untuk Kembali

    Sebelumnya, Donald Trump mengatakan dua juta warga Palestina yang akan dimukimkan kembali di negara-negara tetangga berdasarkan rencananya untuk mengambil alih dan membangun kembali Jalur Gaza, tidak akan memiliki hak untuk kembali.

    “Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” katanya kepada Fox News.

    “Saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen untuk mereka,” jelasnya.

    Klip wawancara tersebut dirilis sehari setelah Trump mengatakan dia “berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza”, meskipun ada kecaman global terhadap rencana yang dia luncurkan.

    Otoritas Palestina dan kelompok Hamas, yang perangnya selama 16 bulan dengan Israel telah menyebabkan kehancuran yang meluas di Gaza, menegaskan kembali bahwa tanah Palestina “tidak untuk dijual”.

    Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji usulan Trump sebagai “revolusioner dan kreatif”.

    Sementara itu, PBB telah memperingatkan bahwa pemindahan paksa warga sipil dari wilayah yang diduduki dilarang keras berdasarkan hukum internasional dan “sama saja dengan pembersihan etnis”.

    Kini, sebagian besar penduduk Gaza telah mengungsi berkali-kali, hampir 70 persen bangunan diperkirakan rusak atau hancur, sistem perawatan kesehatan, air, sanitasi, dan kebersihan telah runtuh.

    Selain itu, terjadi kekurangan makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan tempat tinggal.

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, Israel mengatakan akan mengirim delegasi ke ibu kota Qatar, Doha, pada hari Senin untuk mencoba dan memajukan gencatan senjata Gaza dan pembicaraan pertukaran tawanan.

    Hamas mengatakan ada “indikator positif” untuk dimulainya perundingan mengenai fase kedua gencatan senjata.

    Enam toko roti di Khan Younis, Gaza, menghentikan operasinya di tengah kekurangan bahan bakar sementara Israel terus memblokade semua bantuan yang masuk ke Jalur Gaza.

    Hamas menyerukan diakhirinya blokade Israel terhadap Gaza serta negosiasi segera mengenai fase kedua kesepakatan gencatan senjata setelah Netanyahu mengatakan ia akan mengirim delegasi ke pembicaraan gencatan senjata di Doha.

    JALUR GAZA – Foto yang diambil dari kantor berita Wafa tanggal 7 Maret 2025 memperlihatkan situasi di Beit Lahia, Gaza. Israel merampungkan persiapan untuk memindahkan warga Gaza. (Wafa)

    Axios melaporkan bahwa utusan Trump, Steve Witkoff, akan terbang ke Doha pada Selasa malam untuk mencoba dan “menengahi kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas”.

    Seorang polisi senior Palestina di Gaza terluka setelah amunisi yang ditinggalkan oleh militer Israel meledak di Jabalia.

    Pasukan Israel melanjutkan serangan di seluruh Tepi Barat yang diduduki, menangkap dua tahanan yang dibebaskan di Hebron dan menyebarkan peluru tajam dan granat kejut di desa Burqa.

    Qatar menyerukan “upaya internasional yang lebih intensif” untuk membawa fasilitas nuklir Israel di bawah perlindungan badan atom PBB.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.453 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, dengan 111.860 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709, dengan mengatakan bahwa ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Demo Besar Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera – Halaman all

    Demo Besar Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ratusan warga Israel menggelar unjuk rasa besar-besaran di Tel Aviv pada Minggu, 9 Maret 2025.

    Aksi ini diadakan oleh keluarga dan teman-teman para tawanan yang ditahan oleh Hamas, menuntut pemerintah Israel untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata dan segera membebaskan sandera.

    Dalam demonstrasi tersebut, Zahiro Shahar Mor, keponakan tawanan Avraham Munder, mengungkapkan, “Kepentingan Netanyahu bukanlah kepentingan negara Israel atau rakyatnya.”

    Ia menambahkan bahwa sebagian besar masyarakat Israel menginginkan semua sandera yang tersisa segera dipulangkan dan bersedia membayar harga untuk itu.

    Sebelum unjuk rasa, para kerabat sandera juga memohon kepada Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang baru saja bertemu dengan delapan mantan tawanan pada Rabu, 5 Maret 2025.

    Pembicaraan Pembebasan Sandera

    Sementara itu, pertemuan antara para pemimpin Hamas dan negosiator sandera dari AS, Adam Boehler, berlangsung dalam beberapa hari terakhir.

    Fokus pembicaraan adalah untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel yang ditahan di Gaza.

    Taher al-Nono, penasihat politik pemimpin Hamas, mengonfirmasi pembicaraan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Washington, yang berlangsung di Doha.

    Al-Nono menyatakan, “Kami telah menanganinya secara positif dan fleksibel dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Palestina.” Ia menambahkan bahwa diskusi juga membahas implementasi perjanjian bertahap untuk mengakhiri perang Israel-Hamas.

    Utusan khusus Presiden Trump, Steve Witkoff, menyebutkan bahwa mendapatkan pembebasan Edan Alexander, seorang pria berusia 21 tahun dari New Jersey yang diyakini sebagai sandera Amerika terakhir yang masih hidup, adalah prioritas utama.

    Proses Negosiasi Gencatan Senjata

    Israel dan Hamas telah menunjukkan kesediaan untuk melanjutkan negosiasi gencatan senjata.

    Delegasi Hamas bertemu dengan mediator Mesir dan mengonfirmasi kesiapan mereka untuk merundingkan tahap kedua kesepakatan gencatan senjata.

    Israel juga berencana mengirim negosiator ke Doha pada Senin, 10 Maret 2025.

    Perjanjian gencatan senjata sebelumnya yang dimulai pada 19 Januari 2025 telah menghasilkan pembebasan 33 sandera, termasuk delapan yang telah meninggal, sebagai imbalan untuk sekitar 1.800 tahanan Palestina.

    Hingga saat ini, dari 251 orang yang diculik selama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, 58 orang masih ditahan di Gaza, sementara 34 di antaranya telah dinyatakan meninggal oleh militer Israel.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Eks Mata-Mata Taliban Jadi Bos Pajak, Ingin Hapus Pajak Penghasilan

    Eks Mata-Mata Taliban Jadi Bos Pajak, Ingin Hapus Pajak Penghasilan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bantuan Amerika Serikat kepada Taliban sudah berkurang drastis sejak tahun 2021. Dengan demikian, kini Taliban harus secara mandiri harus meningkatkan pendapatan negaranya.

    Mengutip laporan The New York Times, saat ini tak jarang mantan gerilyawan Taliban yang dulu aktif di medan perang kini harus bekerja sebagai birokrat.

    Seperti Direktur Direktorat Layanan Pembayar Pajak Taliban, Abdul Qahar Ghorbandi yang dulunya seorang agen rahasia Taliban di Kabul.

    Dari balik meja besar, Ghorbandi kini menggiring ratusan pembayar pajak Afghanistan. Dia memastikan mereka datang dengan dokumen pendapatan dan pergi dengan segenggam formulir pajak untuk diisi.

    Taliban telah berupaya meningkatkan pengumpulan pajak setelah kontraksi ekonomi parah yang terjadi setelah mereka mengambil alih kekuasaan pada tahun 2021. Rezim otoriter tersebut telah dilumpuhkan oleh sanksi, sebagian karena pembatasan keras terhadap perempuan dan anak perempuan.

    Bantuan AS, yang dikurangi drastis sejak tahun 2021, dapat dihilangkan sepenuhnya berdasarkan pemotongan anggaran Presiden Trump. Bantuan tersebut telah diberikan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi nonpemerintah yang bekerja di Afghanistan, bukan langsung kepada pemerintah Taliban.

    Ghorbandi mengatakan bahwa ia memiliki gelar master dalam ilmu komputer, memimpin sistem komputer administrasi pajak yang diubah dari bahasa Inggris ke bahasa Pashto dan Dari. Ia telah mempekerjakan para ahli TI untuk memodernisasi departemen tersebut.

    Ia juga telah mencoba menanamkan budaya transparansi. Karyawannya tidak diizinkan untuk memegang uang tunai. Pembayar pajak membawa formulir mereka ke bank yang dikelola pemerintah dan membayar pajak di sana.

    Ketika dia tidak berada di mejanya untuk menandatangani tumpukan dokumen yang dikirim oleh para ajudan yang bergegas masuk dan keluar, katanya, dia mengunjungi berbagai bagian di departemennya, bertanya kepada para pembayar pajak bagaimana dia bisa mempermudah prosesnya.

    Pengamat internasional mengatakan Taliban telah mengurangi korupsi pajak dan kronisme yang menurut warga Afghanistan merajalela di bawah pemerintahan yang berpihak pada AS, sambil menyederhanakan proses pengumpulan pajak.

    Meskipun banyak warga Afghanistan yang memiliki koneksi baik pernah menghindari pembayaran pajak, Ghorbandi menekankan bahwa bahkan sebagai petugas pajak pemerintah, dia tidak dikecualikan. Dia mengatakan dia membayar 30.000 afghani sebulan, atau sekitar Rp 6,5 juta per bulan.

    Meskipun terbuka dan efisien, kantor pajak tetaplah kantor pajak, dan tidak semua pembayar pajak merasa puas.

    Selama perang, Taliban menjalankan sistem pajak yang menguntungkan yang memungut bea cukai, biaya truk, dan pajak daerah di wilayah yang mereka kuasai. Mereka juga meraup keuntungan jutaan dolar dengan mengenakan pajak 10 persen – “ushar” dalam Islam – kepada petani opium, meskipun sejak itu mereka telah melarang produksi opium.

    Pada tahun 2023, pemerintah Taliban mengumpulkan sekitar US$3 miliar dalam bentuk pajak, bea cukai, dan biaya, atau 15,5% dari produk domestik bruto.

    Berdasarkan laporan Bank Dunia, sumber terbesar bagi Taliban adalah bea cukai, pendapatan pertambangan, lisensi telekomunikasi, biaya bandara, dan biaya untuk kartu identitas nasional, paspor, dan visa. Pendapatan tersebut, untuk paruh pertama tahun lalu, meningkat 27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

    Setengah dari pendapatan pemerintah dihabiskan untuk keamanan dan militer tahun lalu, dan hanya 26% untuk program sosial. Menurut pengamat internasional, sebagian besar untuk pendidikan bagi anak laki-laki.

    Ghorbandi dan Haqmal, juru bicara Kementerian Keuangan, mengatakan ke depan tujuan utamanya adalah untuk menghapus semua pajak penghasilan.

    “Ini adalah perintah langsung dari pemimpin tertinggi kami,” kata Haqmal. “Ia berkata: ‘Saya butuh Afghanistan yang bebas pajak.’” Haqmal merujuk pada Sheikh Haibatullah Akhundzada, emir dan kepala negara Taliban.

    Perintah langsung lain dari Sheikh Haibatullah adalah pencabutan hak-hak perempuan dan pembatasan yang lebih luas terhadap kebebasan sipil bagi semua warga Afghanistan. Perempuan dilarang bepergian dalam jarak yang jauh tanpa kerabat laki-laki dan diwajibkan untuk menutupi seluruh tubuh dan wajah mereka di depan umum. Suara perempuan di luar rumahnya juga dilarang.

    (fsd/fsd)

  • Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Bom Gaza Utara – Halaman all

    Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Bom Gaza Utara – Halaman all

    Petinggi Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, Israel Bombardir Gaza Utara

    TRIBUNNEWS.COM – Delegasi Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, yang dipimpin kepala dewan kepemimpinan gerakan itu, Mohammed Darwish, dilaporkan bertemu dengan Kepala Intelijen Umum Mesir, Mayor Jenderal Hassan Rashad, di Kairo pada Minggu (9/3/2025).

    Pertemuan dilaporkan untuk membahas implementasi gencatan senjata tahap II dan perjanjian pertukaran sandera dan tahanan antara Hamas dan Israel.

    Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Hamas, pertemuan membahas berbagai fase implementasi perjanjian di fase kedua. 

    Delegasi Hamas tersebut menekankan wajibnya Israel mematuhi semua persyaratannya dan menyerukan transisi segera ke fase kedua negosiasi gencatan senjata.

    Transisi ini mensyaratkan Israel untuk membuka penyeberangan perbatasan dan membuka akses masuk bantuan kemanusiaan secara tak terbatas ke Gaza.

    “Delegasi Hamas juga menegaskan kembali persetujuan Hamas untuk membentuk komite dukungan masyarakat yang terdiri dari tokoh-tokoh nasional independen untuk mengelola Gaza sementara sampai rekonsiliasi Palestina tercapai dan pemilihan umum diadakan di semua tingkatan,” kata laporan RNTV, Minggu.

    Hamas mengucapkan terima kasih kepada Mesir atas upaya mediasi yang sedang berlangsung, khususnya dalam melawan upaya pengusiran warga Palestina dari Gaza, seperti yang diserukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan disetujui Israel.

    Hamas juga menyatakan menerima dan mengakui hasil KTT Arab yang membahas rencana rekonstruksi Gaza.

    “Gerakan ini menegaskan kembali komitmennya terhadap hak-hak dasar rakyat Palestina,” kata laporan.

    SAYAP MILITER HAMAS – Personel Brigade Al Qassam, Sayap Militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, dalam sebuah parade militer di Jalur Gaza beberapa waktu lalu. Hamas membantah menyetujui usulan AS untuk memperpanjang gencatan senjata dan menyerukan Israel untuk melanjutkan negosiasi Tahap II gencatan senjata di mana pasukan Israel harus menarik diri dari Gaza dan membuka akses masuk bantuan kemanusiaan.

    Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata

    Sementara itu, pejabat senior Hamas, Mahmoud Mardawi membantah laporan yang mengklaim bahwa gerakan itu telah menyetujui gencatan senjata sementara di Gaza.

    Dalam sebuah pernyataan pers, ia menekankan komitmen Hamas terhadap perjanjian yang ada dan kebutuhan untuk melanjutkan dengan tahap kedua negosiasi di bawah kondisi yang disepakati.

    “Hamas menolak laporan yang beredar sebagai palsu dan tidak mencerminkan proses negosiasi yang sebenarnya,” kata laporan RNTV mengutip pernyataan Mardawi.

    Dalam perkembangan terkait, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana untuk mengirim delegasi Israel ke Doha untuk memajukan negosiasi dengan Hamas mengenai pertukaran tahanan.

    Langkah ini dilakukan di tengah spekulasi bahwa pemerintah Netanyahu berusaha untuk menghindari penerapan tahap kedua (Fase II) dari perjanjian gencatan senjata, yang termasuk menghentikan perang di Gaza dan menarik Pasukan Pendudukan Israel ke perbatasan pra-eskalasi.

    Perjanjian gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, menetapkan penghentian permusuhan antara kedua belah pihak.

    Hamas menegaskan bahwa Israel harus sepenuhnya mematuhi semua persyaratan, termasuk penarikan penuh dari Gaza dan mengakhiri perang.

    ASAP MENGEPUL – Tangkapan layar Khaberni, Minggu (2/3/2025) yang menunjukkan asap mengepul dari serangan udara Israel di Gaza. Israel melakukan serangkaian serangan udara ke Gaza seiring berakhirnya gencatan senjata tahap I pada 28 Februari 2025. Israel menuntut perpanjangan tahap I, namun ditolak Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    IDF Bombardir Gaza Utara 

    Dalam laporan perkembangan situasi di Jalur Gaza, RNTV melaporkankan kalau Militer Israel (IDF) melakukan bombardemen ke Gaza Utara.

    “IDF mengatakan pihaknya melakukan serangan udara pada hari Minggu terhadap para milisi Palestina yang menanam alat peledak di Gaza utara,” kata laporan itu mengutip pernyataan IDF.

    Melabeli para pejuang Palestina sebagai ‘teroris’, IDF menyatakan, serangan itu mengenai sasaran mereka.

    “Sebelumnya hari ini, beberapa ‘teroris’ diidentifikasi beroperasi di dekat pasukan IDF dan mencoba menanam alat peledak di tanah di Gaza utara. Serangan pesawat tempur Israel berhasil “memukul para teroris”,” klaim IDF dalam sebuah pernyataan.

    Hamas Ajukan 3 Syarat untuk Kelanjutan Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata 

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem menguraikan tiga syarat untuk negosiasi yang akan datang: pertukaran tahanan, penarikan penuh dari Jalur Gaza, dan komitmen untuk menahan diri dari agresi lebih lanjut.

    Qassem menekankan, “Sekarang terserah Israel untuk menunjukkan keseriusan kepada mediator untuk memastikan perjanjian berlanjut.”

    Dia juga mengklarifikasi kabar kalau Hamas telah memberi tahu mediator tentang penolakannya untuk memperpanjang fase pertama dari perjanjian gencatan senjata.

    Selanjutnya, Qassem menegaskan kesediaan Hamas untuk terlibat dalam pertukaran tawanan dengan persyaratan baru selama fase kedua dari perjanjian.

     

    (oln/rntv/*)

  • Secret Service Tembak Pria Bersenjata di Dekat Gedung Putih AS

    Secret Service Tembak Pria Bersenjata di Dekat Gedung Putih AS

    Washington DC

    Agen Secret Service atau pasukan pengamanan presiden Amerika Serikat (AS) menembak pria bersenjata di dekat Gedung Putih. Juru Bicara Gedung Putih menyebut pria tersebut dibawa ke rumah sakit.

    Dilansir AFP, Minggu (9/3/2025), para agen Secret Service sebelumnya telah diperingatkan oleh polisi setempat tentang seorang pria ‘yang ingin bunuh diri’. Pria itu bepergian ke Washington dari Indiana.

    Pria tersebut kemudian berada di jalan yang sangat dekat dengan Gedung Putih. Agen Secret Service melepaskan tembakan kepada pria tersebut.

    “Saat petugas mendekat, orang itu mengacungkan senjata api dan konfrontasi bersenjata pun terjadi, di mana tembakan dilepaskan oleh personel kami,” kata Jubir Gedung Putih Anthony Guglielmi di X.

    Pelaku saat ini dirawat di rumah sakit. Belum diketahui kondisi pelaku.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    “Tersangka dibawa ke rumah sakit daerah dan kondisinya tidak diketahui,” katanya, seraya menambahkan bahwa polisi Washington sedang melakukan penyelidikan.

  • Gelar Demo Besar-besaran, Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera hingga Bersedia Beri Bayaran – Halaman all

    Gelar Demo Besar-besaran, Warga Israel Tuntut Pembebasan Sandera hingga Bersedia Beri Bayaran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebuah unjuk rasa besar-besaran diadakan di Tel Aviv bersama keluarga dan teman-teman para tawanan, Minggu (9/3/2025).

    Mereka menuntut pemerintah Israel untuk mematuhi perjanjian gencatan senjata dengan Hamas dan membebaskan para tawanan.

    “Kepentingan Netanyahu bukanlah kepentingan negara Israel atau rakyatnya,” kata Zahiro Shahar Mor, keponakan tawanan Avraham Munder, dalam demonstrasi tersebut, dilansir Al Jazeera.

    “Sebagian besar masyarakat Israel menginginkan semua sandera yang tersisa segera dipulangkan, dan mereka bersedia membayar harganya untuk itu,” jelasnya.

    Sebelum unjuk rasa mingguan mereka di Tel Aviv, para kerabat memohon kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang bertemu dengan delapan mantan tawanan pada Rabu (5/3/2025).

    “Tuan Presiden, kembalinya perang berarti hukuman mati bagi para sandera yang masih hidup.”

    “Tolong, Tuan, jangan biarkan Netanyahu mengorbankan mereka,” kata sebuah pernyataan.

    Hamas-AS Bahas Pembebasan Sandera

    Pertemuan antara para pemimpin Hamas dan negosiator sandera AS, Adam Boehler, dalam beberapa hari terakhir difokuskan pada pembebasan seorang warga negara ganda Amerika-Israel yang ditahan oleh kelompok militan di Gaza, kata seorang pejabat senior Hamas kepada Reuters pada hari Minggu.

    Taher al-Nono, penasihat politik bagi pemimpin kelompok Palestina tersebut, mengonfirmasi pembicaraan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Washington.

    Ia mengatakan bahwa diskusi tersebut telah berlangsung di ibu kota Qatar selama seminggu terakhir.

    “Beberapa pertemuan telah berlangsung di Doha, dengan fokus pada pembebasan salah satu tahanan berkewarganegaraan ganda.”

    “Kami telah menanganinya secara positif dan fleksibel, dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Palestina,” kata al-Nono.

    Ia menambahkan bahwa kedua belah pihak juga telah membahas cara untuk mewujudkan implementasi perjanjian bertahap yang bertujuan untuk mengakhiri perang Israel-Hamas.

    “Kami memberi tahu delegasi Amerika bahwa kami tidak menentang pembebasan tahanan tersebut dalam kerangka pembicaraan ini,” kata al-Nono kepada Reuters.

    Utusan khusus Presiden Donald Trump Steve Witkoff mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih minggu lalu bahwa mendapatkan pembebasan Edan Alexander, pria berusia 21 tahun dari New Jersey yang diyakini sebagai sandera Amerika terakhir yang masih hidup yang ditawan oleh Hamas di Gaza, adalah “prioritas utama bagi kami.”

    Adapun Alexander bertugas sebagai tentara di militer Israel.

    Israel dan Hamas memberi isyarat pada hari Sabtu bahwa mereka sedang mempersiapkan tahap berikutnya dari negosiasi gencatan senjata, karena para mediator terus maju dengan pembicaraan untuk memperpanjang gencatan senjata 42 hari yang rapuh yang dimulai pada bulan Januari.

    Delegasi Hamas bertemu dalam dua hari terakhir dengan para mediator Mesir dan menegaskan kembali kesiapannya untuk merundingkan implementasi tahap kedua kesepakatan itu.

    Israel juga mengatakan akan mengirim negosiator ke Doha pada Senin (10/3/2025) untuk pembicaraan gencatan senjata.

    Sebelumnya, pada Kamis (6/3/2025), Trump bertemu di Ruang Oval dengan delapan mantan sandera Israel yang dibebaskan sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025.

    Tahap pertama perjanjian tersebut menghasilkan pembebasan 33 sandera, termasuk delapan yang telah meninggal, dengan imbalan sekitar 1.800 tahanan Palestina.

    Pada akhir November 2023, 105 sandera telah dibebaskan selama gencatan senjata selama satu minggu dengan imbalan 240 tahanan Palestina.

    Dari 251 orang yang diculik selama serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, 58 orang masih ditahan di Gaza, 34 di antaranya telah dinyatakan meninggal oleh militer Israel.

    PEMBEBASAN SANDERA – Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), foto (atas, kiri-kanan): 2 sandera Israel (Tal Shoham dan Avera Mengistu) dibebaskan, (bawah, kiri-kanan): 3 tentara Israel dibebaskan dan sandera Hisham al-Sayed dibebaskan. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Perkembangan Terkini Konflik Palestina Vs Israel

    Diberitakan Al Jazeera, Israel mengatakan akan mengirim delegasi ke ibu kota Qatar, Doha, pada hari Senin untuk mencoba dan memajukan gencatan senjata Gaza dan pembicaraan pertukaran tawanan.

    Hamas mengatakan ada “indikator positif” untuk dimulainya perundingan mengenai fase kedua gencatan senjata.

    Enam toko roti di Khan Younis, Gaza, menghentikan operasinya di tengah kekurangan bahan bakar sementara Israel terus memblokade semua bantuan yang masuk ke Jalur Gaza.

    Hamas menyerukan diakhirinya blokade Israel terhadap Gaza serta negosiasi segera mengenai fase kedua kesepakatan gencatan senjata setelah Netanyahu mengatakan ia akan mengirim delegasi ke pembicaraan gencatan senjata di Doha.

    Axios melaporkan bahwa utusan Trump, Steve Witkoff, akan terbang ke Doha pada Selasa malam untuk mencoba dan “menengahi kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas”.

    Seorang polisi senior Palestina di Gaza terluka setelah amunisi yang ditinggalkan oleh militer Israel meledak di Jabalia.

    Pasukan Israel melanjutkan serangan di seluruh Tepi Barat yang diduduki, menangkap dua tahanan yang dibebaskan di Hebron dan menyebarkan peluru tajam dan granat kejut di desa Burqa.

    Qatar menyerukan “upaya internasional yang lebih intensif” untuk membawa fasilitas nuklir Israel di bawah perlindungan badan atom PBB.

    Kementerian Kesehatan Gaza telah mengonfirmasi 48.453 kematian warga Palestina dalam perang Israel di Gaza, dengan 111.860 orang terluka.

    Kantor Media Pemerintah memperbarui jumlah korban tewas menjadi sebanyak 61.709, dengan mengatakan bahwa ribuan warga Palestina yang hilang di bawah reruntuhan diduga tewas.

    Sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang ditawan.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Palestina Vs Israel

  • Tandingi AS-Israel, Iran-Rusia-China Gelar Latihan Perang Besar-besaran di Teluk Oman – Halaman all

    Tandingi AS-Israel, Iran-Rusia-China Gelar Latihan Perang Besar-besaran di Teluk Oman – Halaman all

    Tandingi AS-Israel, Iran-Rusia-China Gelar Latihan Perang Besar-besaran di Teluk Oman

    TRIBUNNEWS.COM – Angkatan laut Iran, Rusia, dan China dilaporkan akan mengadakan latihan militer di lepas pantai Iran minggu ini dalam upaya untuk meningkatkan kerja sama, media Iran melaporkan pada hari Minggu.

    “Ketiga negara, yang memiliki keinginan bersama untuk melawan apa yang mereka cirikan sebagai hegemoni Amerika, telah mengadakan latihan serupa di wilayah tersebut dalam beberapa tahun terakhir,” kata laporan Al Arabiya, Minggu (9/3/2025).

    Latihan “akan dimulai pada Selasa (11/3/2025) di pelabuhan Chabahar,” yang terletak di tenggara Iran di Teluk Oman, kata kantor berita Tasnim, tanpa menyebutkan durasinya.

    “Perang dan kapal tempur dan dukungan dari pasukan angkatan laut China dan Rusia, serta kapal perang pasukan angkatan laut Iran dan Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC), sayap ideologis militer Iran, diharapkan untuk berpartisipasi, menurut laporan Tasnim.

    Latihan akan berlangsung “di Samudra Hindia utara” dan bertujuan untuk “memperkuat keamanan di kawasan itu, dan memperluas kerja sama multilateral antara negara-negara yang berpartisipasi,” kata Tasnim.

    Azerbaijan, Afrika Selatan, Oman, Kazakhstan, Pakistan, Qatar, Irak, Uni Emirat Arab dan Sri Lanka akan hadir sebagai pengamat.

    China akan mengerahkan “kapal perusak dan kapal pasokan,” kata kementerian pertahanan Beijing di jaringan media sosial WeChat.

    Tentara Iran melakukan latihan di daerah yang sama pada bulan Februari untuk “memperkuat kemampuan pertahanan terhadap ancaman apa pun.”

    Pesawat AS dan Jet Tempur Israel Unjuk Kekuatan di Dekat Iran

    Latihan perang Iran, Rusia,dan China ini akan menandingi apa yang diumumkan oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pada Kamis (6/3/2025) kemarin.

    IDF menyatakan, Angkatan udara Israel (IAF) dan AS telah melakukan latihan militer gabungan di Mediterania Timur.

    Latihan gabungan yang melibatkan pesawat pengebom jarak jauh ini terjadi pada Selasa (4/3/2025).

    Latihan ini dilakukan pada saat yang sangat kritis, kemungkinan menunjukkan pesan kepada Iran atas adanya potensi serangan terhadap fasilitas nuklir Teheran.

    Dua jenis jet tempur terlihat melintasi langit Mediterania Timur pada saat itu.

    “Jet tempur F-35 dan F-15 Israel ikut serta dalam latihan di Mediterania Timur bersama pesawat pengebom strategis jarak jauh B-52 AS,” kata tentara Israel, dikutip dari Middle East Eye.

    Seperti diketahui, pesawat B-52 milik AS memiliki kemampuan untuk membawa bom untuk menyerang fasilitas nuklir bawah tanah Iran.

    Latihan gabungan ini dianggap sebagai unjuk kekuatan terhadap Teheran selama masa ketegangan.

    “Latihan tersebut difokuskan pada koordinasi operasional antara kedua militer untuk “meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi berbagai ancaman regional,” tambah IDF, dikutip dari Xinhua News.

    Latihan tersebut dilakukan pada saat yang sensitif di Timur Tengah.

    Di mana gencatan senjata Israel-Hamas masih belum ada kesepakatan hingga saat ini.

    Sementara Israel mengancam akan menargetkan fasilitas nuklir Iran dengan potensi dukungan AS.

    Dukungan AS yang diberikan untuk Israel dalam menyerang fasilitas nuklir Iran sempat diungkapkan oleh Presiden Trump pada bulan Februari, lalu.

    Ia mengatakan lebih suka membuat kesepakatan dengan Iran tentang non-nuklir.

    Namun jika tidak berhasil, ia mengancam akan mengebom Iran.

    Pada hari Kamis, Reuters melaporkan bahwa pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan rencana untuk menghentikan dan memeriksa kapal tanker minyak Iran di laut.

    Ini mengacu pada perjanjian internasional yang bertujuan untuk mencegah perdagangan senjata pemusnah massal.

    Trump mengatakan bahwa pihaknya akan menggunakan Inisiatif Keamanan Proliferasi 2003 untuk mencoba dan menghentikan ekspor minyak Iran.

    Trump telah berjanji untuk kembali melakukan kampanye “tekanan maksimum” terhadap Iran.

    Ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat semakin meningkat setelah pada 2018, di bawah pemerintahan Donald Trump.

    Di mana saat itu Trump menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 yang membatasi pengembangan nuklir Iran. 

    Perjanjian tersebut berisi tentang perjanjian Iran dan negara-negara besar dunia, termasuk Prancis, Inggris, dan Jerman untuk  mencapai kesepakatan yang meringankan sanksi internasional terhadap Teheran dengan imbalan pembatasan program nuklirnya.

    Teheran mematuhi kesepakatan tersebut hingga Washington menarik diri, tetapi kemudian mulai membatalkan komitmennya.

     

    (oln/alrby/*)