Negara: Amerika Serikat

  • Investor Beramai-ramai Beralih ke Emas Imbas Tarif Impor Trump

    Investor Beramai-ramai Beralih ke Emas Imbas Tarif Impor Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Investor global beramai-ramai mengamankan aset mereka ke aset safe-haven seperti emas setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif impor yang lebih agresif dari perkiraan. Kebijakan ini semakin memanaskan perang dagang global, mendorong harga emas mencapai rekor tertinggi.

    Harga emas dunia tercatat stabil pada level US$ 3.132,69 per troy ons pada pukul 05.20 GMT (12.20 WIB), setelah sebelumnya menyentuh rekor tertinggi US$ 3.167,57. 

    Pada Rabu (2/4/2025), Trump mengumumkan tarif dasar 10% untuk semua impor ke AS, serta bea masuk lebih tinggi untuk puluhan negara, termasuk Indonesia. Langkah ini semakin memperburuk ketidakpastian pasar global.

    Menurut Kyle Rodda, analis pasar keuangan di Capital.com, salah satu alasan emas tetap kuat adalah karena tarif impor yang lebih tinggi berpotensi memperlambat ekonomi AS, meningkatkan peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

    Pemerintahan Trump juga mengonfirmasi bahwa tarif global sebesar 25% untuk mobil dan truk akan mulai berlaku pada 3 April 2025, sementara bea masuk untuk suku cadang otomotif akan diberlakukan pada 3 Mei 2025.

    Matt Simpson, analis senior di City Index, menyebut reli harga emas saat ini dipicu oleh momentum perdagangan. Para investor agresif terus memburu aset ini setiap kali terjadi koreksi harga.

    “Investor yang sebelumnya ragu kini berbondong-bondong masuk, dan hingga terjadi koreksi besar yang mengguncang pasar, tren kenaikan ini bisa terus berlanjut,” jelas Simpson, dikutip dari Reuters. 

    Sepanjang tahun ini, harga emas telah melonjak lebih dari 19% akibat kombinasi ketegangan perdagangan, prospek pemangkasan suku bunga, konflik geopolitik, dan aksi beli dari bank sentral.

    Rodda juga menambahkan, banyak investor mulai mengantisipasi kebijakan Trump yang dapat mendorong bank sentral untuk menyimpan cadangan mereka dalam bentuk emas daripada aset berbasis dolar AS.

    Sejalan dengan harga emas dunia yang mencapai rekor tertinggi imbas kebijakan tarif impor Trump, harga emas batangan Antam pada hari ini juga kembali pecah rekor mencapai Rp 1,836 juta per gram.

  • Anggota DPR dorong pemerintah antisipasi dampak tarif impor AS

    Anggota DPR dorong pemerintah antisipasi dampak tarif impor AS

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan mendorong pemerintah RI menyiapkan solusi untuk mengantisipasi potensi dampak yang ditimbulkan kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    “Kami mendorong pemerintah segera mengantisipasi dampak perang tarif ini, sekaligus mencarikan solusi-solusi mengantisipasi dampak perang tarif ini,” kata Marwan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Dalam daftar yang diumumkan Trump pada Rabu, 2 April 2025, Indonesia masuk daftar yang dikenakan tarif impor 32 persen.

    Menurutnya, penerapan tarif ini berpotensi memengaruhi dinamika perdagangan internasional dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

    Marwan mengakui, kebijakan Trump ini menimbulkan kekhawatiran bagi ekonomi Indonesia karena dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah, harga emas, dan neraca perdagangan dengan AS.

    Dia menilai berbagai produk ekspor utama Indonesia seperti mesin dan peralatan listrik, garmen, lemak dan minyak nabati, alas kaki, serta produk perikanan bisa mengalami penurunan daya saing akibat meningkatnya tarif impor di pasar AS.

    Lebih lanjut, Marwan, mengatakan industri pengolahan juga banyak bergantung pada ekspor produk di atas. Industri tersebut menyerap sekitar 13,28 persen tenaga kerja Indonesia pada 2023, sehingga dampak dari kebijakan ini dapat dirasakan oleh jutaan pekerja di sektor tersebut.

    “Peningkatan tarif ini akan menyebabkan harga barang asal Indonesia menjadi lebih mahal di pasar AS, yang berpotensi mengurangi daya saing produk-produk tersebut,” kata Marwan.

    Di sisi lain, Marwan mengungkapkan, riset yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) memperkirakan dampak kebijakan Trump terhadap Indonesia tidak sebesar dampak yang dirasakan oleh negara-negara Asia Pasifik lainnya seperti China, Jepang, dan Vietnam.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Amerika Serikat mengalami defisit neraca perdagangan dengan Indonesia pada tahun 2023 dan 2024 berturut turut sebesar 11,97 miliar dolar AS dan 16,08 miliar dolar AS, yang masih lebih kecil dibandingkan dengan defisit yang dialami AS terhadap China, Jepang, dan Vietnam.

    Meski dampak langsung terhadap Indonesia kemungkinan tidak sebesar negara lain, menurut Marwan, tetap ada potensi dampak tidak langsung yang juga perlu diwaspadai.

    “Jika ekspor dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Jepang ke AS menurun akibat kebijakan ini, maka permintaan mereka terhadap produk Indonesia juga dapat ikut menurun. Hal ini berisiko menghambat pertumbuhan sektor industri dalam negeri yang bergantung pada rantai pasok global,” tutur Marwan.

    Ia pun menyarankan, pemerintah mengadopsi langkah-langkah strategis guna memitigasi dampak negatif dari kebijakan tarif timbal balik AS. Salah satunya, mendiversifikasi pasar ekspor, mengurangi ketergantungan pada AS dengan memperluas hubungan dagang dengan negara-negara lain.

    Marwan mengatakan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara potensial dapat menjadi salah satu solusi untuk mengamankan pasar alternatif bagi produk-produk ekspor Indonesia.

    Selain itu, kebijakan insentif pajak dan subsidi dapat diberikan kepada industri-industri yang terkena dampak untuk meningkatkan daya saing dan menjaga stabilitas sektor manufaktur.

    Di sektor keuangan, stabilitas nilai tukar rupiah juga perlu dijaga melalui kebijakan moneter yang adaptif.

    Menurutnya, Bank Indonesia dapat mengoptimalkan cadangan devisa dan menerapkan kebijakan intervensi pasar guna menghindari gejolak yang berlebihan.

    “Dalam forum bilateral, pemerintah Indonesia juga dapat bernegosiasi dengan AS untuk memperoleh pengecualian tarif bagi beberapa produk ekspor utama atau memperbarui program Generalized System of Preferences (GSP) guna mempertahankan akses istimewa ke pasar AS,” katanya.

    Marwan menambahkan risiko yang ditimbulkan dari kebijakan Trump ini masih dapat dikelola dengan langkah-langkah mitigasi yang tepat meski membawa tantangan baru bagi ekonomi Indonesia.

    “Dengan pendekatan yang mencakup diversifikasi pasar, kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif, serta diplomasi perdagangan yang proaktif, saya yakin Indonesia dapat tetap menjaga stabilitas ekonomi dan mempertahankan pertumbuhan di tengah dinamika perdagangan global yang semakin kompleks,” kata Marwan.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Apa Itu Tarif Impor? Bisa Pengaruhi Ekonomi Negara, Ini Penjelasannya

    Apa Itu Tarif Impor? Bisa Pengaruhi Ekonomi Negara, Ini Penjelasannya

    Jakarta, Beritasatu.com – Tarif impor menjadi salah satu instrumen kebijakan ekonomi yang banyak digunakan oleh negara-negara di dunia. Pungutan ini dikenakan pada barang-barang yang masuk dari luar negeri dengan tujuan utama untuk melindungi industri dalam negeri dan meningkatkan pendapatan negara.

    Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, tarif impor didefinisikan sebagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap barang impor berdasarkan kebijakan tertentu.

    Baru-baru ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tarif impor baru terhadap berbagai negara dan wilayah di dunia, termasuk Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

    Kebijakan ini memiliki dampak terhadap ekonomi suatu negara. Lalu, apa sebenarnya tarif impor itu? Mengapa memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian suatu negara? Berikut penjelasannya!

    Apa Itu Tarif Impor?

    Tarif impor adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah melalui otoritas bea cukai terhadap barang yang masuk ke dalam negeri. Besarnya tarif ini biasanya ditentukan berdasarkan nilai barang yang diimpor. Dalam berbagai kasus, tarif impor juga disebut sebagai bea masuk, bea cukai, atau pajak impor.

    Tujuan utama dari penerapan tarif impor adalah untuk meningkatkan pendapatan negara dan melindungi industri dalam negeri dari persaingan dengan produk asing. Selain itu, tarif impor juga bisa berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan masuknya barang tertentu atau sebagai sanksi ekonomi terhadap negara lain.

    Jenis-jenis Tarif Impor

    Berdasarkan buku Manfaat Ekspor dan Impor di Indonesia oleh Wahyu Puji Astuti, tarif impor memiliki beberapa jenis, yakni:

    Tarif tunggal (single column tarif): Tarif yang berlaku secara seragam untuk semua pihak yang melakukan impor tanpa pengecualian.Tarif umum atau konvensional (general/conventional tarif): Tarif yang dikenakan secara berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Tarif ini sering disebut sebagai two column tarif.Tarif preferensi (preferential tarif): Tarif khusus yang tidak dikenakan pada komoditas tertentu, biasanya karena adanya perjanjian khusus antara negara pengimpor dan pengekspor.Mengapa Dapat Memengaruhi Ekonomi Negara?

    Tarif impor memiliki dampak yang luas terhadap ekonomi suatu negara, baik dari sisi harga barang, daya saing industri, hubungan dagang, maupun kesejahteraan masyarakat. Berikut beberapa pengaruh utama tarif impor:

    1. Memengaruhi harga barang

    Tarif impor menyebabkan kenaikan harga barang impor karena pajak yang dikenakan pada produk tersebut akan dibebankan kepada konsumen. Akibatnya, konsumen cenderung beralih ke produk lokal jika tersedia dengan harga yang lebih kompetitif.

    Namun, jika tidak ada substitusi produk lokal yang memadai, masyarakat harus membayar lebih mahal untuk barang impor yang mereka butuhkan.

    2. Melindungi industri dalam negeri

    Dengan meningkatnya harga barang impor, produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif di pasar domestik. Hal ini mendorong industri lokal untuk berkembang tanpa harus bersaing langsung dengan produk asing yang lebih murah.

    Namun, jika perlindungan ini dilakukan secara berlebihan, industri lokal dapat menjadi kurang inovatif akibat minimnya persaingan dari luar.

    3. Meningkatkan pendapatan negara

    Pemerintah memperoleh tambahan pendapatan dari tarif impor, yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur serta pembiayaan program sosial seperti pendidikan dan kesehatan.

    Namun, jika tarif impor terlalu tinggi, volume impor dapat menurun secara drastis, yang pada akhirnya mengurangi pendapatan negara dari pajak tersebut.

    4. Memicu retaliasi perdagangan

    Negara yang dikenakan tarif tinggi oleh suatu negara dapat membalas dengan menerapkan tarif tinggi terhadap ekspor dari negara yang memberlakukan kebijakan tersebut.

    Hal ini dapat menyebabkan penurunan ekspor dan menurunkan daya saing produk dalam negeri di pasar global, serta memperburuk hubungan dagang antar negara.

    5. Memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat

    Jika tarif impor dikenakan pada bahan baku atau barang konsumsi penting, maka biaya produksi dalam negeri bisa meningkat, yang menyebabkan harga produk lokal ikut naik.

    Jika daya beli masyarakat menurun akibat kenaikan harga, konsumsi juga akan berkurang dan pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

    Tarif impor memiliki dampak luas terhadap perekonomian suatu negara. Jika diterapkan dengan bijak, kebijakan ini dapat melindungi industri dalam negeri dan meningkatkan pendapatan negara. Namun, jika tarif impor terlalu tinggi, dapat menyebabkan inflasi, menurunkan daya beli masyarakat, dan bahkan memicu perang dagang dengan negara lain.

  • Kesalahan Marquez Buka Jalan buat Bagnaia

    Kesalahan Marquez Buka Jalan buat Bagnaia

    Jakarta

    General Manager Ducati Corse, Gigi Dall’Igna menilai jatuhnya Marc Marquez dalam seri MotoGP Amerika Serikat jadi keuntungan bagi Francesco Bagnaia.

    Hasil MotoGP AS merupakan kemenangan pertama Bagnaia, setelah dua balapan grand prix pertama 2025 itu menyelesaikan posisi tiga dan empat.

    Sebenarnya Marquez tampil oke dalam MotoGP AS 2025. Dia menjalani start bagus dengan langsung memimpin jalannya balapan.

    Namun Marquez mengalami crash pada lap kesembilan. Padahal The Baby Aliens sudah membuat jarak dua detik.

    Gigi menilai Italiano berusia 28 tahun itu tidak mudah bisa menang di COTA tidak didapat dengan mudah. Secara mental, Bagnaia mendapatkan suntikan motivasi karena bisa kembali podium.

    Hasil ini menandai kemenangan pertama Bagnaia setelah P3 dan P4 di dua balapan grand prix pertama 2025. Italiano berusia 28 tahun itu mengatakan, kemenangannya di COTA tidak didapat dengan mudah.

    Hasil ini menandai kemenangan pertama Bagnaia setelah P3 dan P4 di dua balapan grand prix pertama 2025. Italiano berusia 28 tahun itu mengatakan, kemenangannya di COTA tidak didapat dengan mudah.

    COTA masuk dalam kalender MotoGP sejak 2013, Ducati meraih dua kali kemenangan yakni 2022 dan 2025.

    Secara statistik, tujuh balapan dimenangi oleh Marc Marquez, bahkan rider asal Spanyol itu sempat naik podium teratas enam tahun beruntun dari 2013 hingga 2018.

    Sayangnya blunder Marc Marquez belum bisa mengantarkannya ke podium teratas bersama Ducati.

    Francesco Bagnaia, rekan setim Marc Marquez, akhirnya merasakan kemenangan saat balapan utama di COTA. Terakhir kali dia menang di sini saat sprint race 2023.

    “Sebuah kesuksesan dengan cita rasa yang kuat dan istimewa, sama besarnya dengan kepahitan yang dirasakan akibat kesalahan yang tak terduga dan sia-sia,” ujarnya dikutip dari Motosan.es, Kamis (3/4/2025).

    “Tetapi jika memang harus seperti ini, setidaknya kesalahan Marc telah membuka jalan bagi Pecco untuk melontarkan pernyataan yang berbau pembebasan, suntikan rasa percaya diri yang, ya, memang benar-benar dibutuhkan,” tambah Gigi.

    Menurutnya kali ini Marquez terlalu percaya diri. Memang sedari start balapan, Marquez seperti menjanjikan bisa keluar sebagai pemenang.

    “Marc sekali lagi menegaskan kekuatannya dan menunjukkan keberaniannya yang sebenarnya. Baginya, itu tidak lebih dari sekadar kemunduran di salah satu sirkuit favoritnya,” kata dia.

    “Ia mengambil alih pimpinan sejak lampu hijau dengan gerakan cepat dan mempertahankan keunggulan tak tertandingi hingga pertengahan balapan, lalu kesalahannya, mungkin karena terlalu percaya diri, menjadi kehancurannya.”

    “Kekecewaan tambahan pada perlombaan yang sudah di depan mata dan ia mendominasi, tapi begitulah perlombaan,” keluh Dall’Igna.

    (riar/lua)

  • Menkeu AS Minta Negara Terkena Tarif Baru Donald Trump ‘Legawa’: Diam Saja, Jangan Membalas

    Menkeu AS Minta Negara Terkena Tarif Baru Donald Trump ‘Legawa’: Diam Saja, Jangan Membalas

    PIKIRAN RAKYAT – Di tengah kontroversi pengumuman tarif baru perang dagang AS yang ditetapkan Donald Trump, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Scott Bessent justru meminta negara-negara yang terdampak tarif impor baru untuk ‘legawa’ alias terima saja.

    Dia menyarankan negara-negara yang terkena tarif baru itu untuk “diam saja” dan tidak membalas, guna menghindari eskalasi lebih lanjut.

    “Saran saya kepada setiap negara saat ini adalah: jangan membalas. Diam saja. Terima dulu. Lihat bagaimana perkembangannya. Karena jika kalian membalas, maka akan terjadi eskalasi. Jika tidak membalas, ini adalah batas tertingginya,” kata Scott Bessent dalam wawancara dengan Fox News, Kamis 3 April 2025.

    Gedung Putih mengumumkan bahwa AS akan menerapkan tarif 10 persen terhadap semua impor asing mulai 5 April 2025. Sementara itu, tarif yang lebih tinggi bagi negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS akan diberlakukan mulai 9 April 2025.

    Pernyataan tersebut juga menegaskan bahwa AS tidak akan memberlakukan tarif pada barang-barang impor yang penting bagi sektor manufaktur dan keamanan nasional, seperti baja, aluminium, otomotif dan suku cadangnya, tembaga, farmasi, semikonduktor, serta kayu, emas batangan, energi, dan beberapa mineral tertentu yang tidak tersedia di AS.

    Selain itu, Presiden AS Donald Trump memiliki kewenangan untuk menaikkan tarif timbal balik jika negara mitra dagang memutuskan untuk melakukan tindakan balasan.

    Kebijakan Tarif Trump: Latar Belakang dan Tujuan

    Dalam sebuah upacara di Rose Garden, Presiden AS mengumumkan kebijakan tarif yang berlaku untuk puluhan negara asing. Menurutnya, langkah ini diambil untuk melindungi industri manufaktur domestik AS yang telah lama dirugikan oleh praktik perdagangan internasional yang tidak seimbang.

    “Selama bertahun-tahun, warga Amerika yang bekerja keras dipaksa untuk duduk di sela-sela ketika negara-negara lain menjadi kaya dan berkuasa, sebagian besar dengan mengorbankan kita,” tutur Donald Trump dalam pidatonya, Kamis 3 April 2025.

    Dia menambahkan bahwa meskipun tarif yang dikenakan tidak sepenuhnya timbal balik, AS tetap berusaha untuk menyeimbangkan perdagangan dengan mitra-mitranya.

    “Kami akan menagih mereka sekitar setengah dari apa yang mereka – dan telah – bebankan kepada kami,” ucap Donald Trump.

    Indonesia Jadi Korban Perang Dagang AS, Apa Dampaknya?

    Dampak terhadap Ekspor Indonesia

    Dengan tarif 32 persen, produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS akan mengalami kenaikan harga di pasar AS. Hal ini berpotensi mengurangi daya saing produk Indonesia, mengingat negara lain yang memiliki tarif lebih rendah akan lebih menarik bagi konsumen Amerika. Beberapa sektor yang paling terdampak meliputi:

    Tekstil dan produk garmen Elektronik dan komponen listrik Produk kelapa sawit dan turunannya Karet dan hasil perkebunan

    Menurut para analis perdagangan, kebijakan ini bisa menghambat pertumbuhan industri ekspor Indonesia yang selama ini bergantung pada pasar AS.

    Potensi Pengalihan Pasar

    Menghadapi kenaikan tarif ini, eksportir Indonesia kemungkinan besar akan mencari pasar alternatif untuk menggantikan AS. Negara-negara di Asia, Eropa, dan Timur Tengah bisa menjadi tujuan ekspor baru.

    akan tetapi, proses diversifikasi pasar tidak selalu mudah dan memerlukan waktu serta strategi perdagangan yang matang.

    Pengaruh terhadap Investasi Asing

    Indonesia selama ini menjadi salah satu destinasi investasi yang menarik bagi perusahaan global. Namun, tarif tinggi dari AS bisa membuat investor mempertimbangkan ulang rencana ekspansi mereka di Indonesia, terutama perusahaan yang berorientasi ekspor. Hal ini bisa berdampak pada lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional.

    Ketidakpastian dalam Hubungan Bilateral

    Peningkatan tarif ini juga bisa memperburuk hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS. Pemerintah Indonesia mungkin perlu melakukan negosiasi ulang atau mencari solusi melalui organisasi perdagangan internasional seperti WTO untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan ini.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Negara-Negara ASEAN Dihantam Tarif Impor Baru Donald Trump, Siapa yang Paling Menderita?

    Negara-Negara ASEAN Dihantam Tarif Impor Baru Donald Trump, Siapa yang Paling Menderita?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kembali mengguncang ekonomi global dengan kebijakan tarif impornya yang baru. Dalam pengumuman pada Rabu 2 April 2025 di Gedung Putih, dia memperkenalkan serangkaian tarif baru yang menargetkan negara-negara dengan defisit perdagangan tinggi terhadap AS, termasuk negara-negara di Asia Tenggara.

    Kebijakan ini disebutnya sebagai “Hari Pembebasan” bagi Amerika, tetapi bagi negara-negara ASEAN, langkah ini berpotensi merusak stabilitas industri manufaktur dan hubungan perdagangan dengan AS.

    Tarif Baru dan Negara-Negara yang Paling Terpukul

    Menurut daftar tarif yang dirilis oleh Gedung Putih, negara-negara ASEAN yang paling terkena dampak adalah:

    Kamboja – 49% Laos – 48% Vietnam – 46% Myanmar – 44% Thailand – 36% Indonesia – 32% Brunei – 24% Malaysia – 24% Filipina – 17% Timor-Leste – 10% Singapura – 10%

    Tarif ini jauh lebih tinggi dari tarif dasar 10% yang diberlakukan pada semua negara. Vietnam, Kamboja, dan Laos termasuk di antara negara yang paling terpukul, dengan tarif yang hampir menyamai sanksi dagang.

    Alasan di Balik Tarif Timbal Balik

    Dalam pernyataannya, Gedung Putih menyebutkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat posisi ekonomi AS.

    “Hari ini, Presiden Donald J. Trump menyatakan bahwa perdagangan luar negeri dan praktik ekonomi telah menciptakan keadaan darurat nasional, dan perintahnya memberlakukan tarif responsif untuk memperkuat posisi ekonomi internasional Amerika Serikat dan melindungi pekerja Amerika,” tutur pernyataan resmi.

    Donald Trump sendiri menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan upaya untuk membalikkan kerusakan ekonomi yang ia klaim disebabkan oleh kebijakan perdagangan pendahulunya.

    “Tarif ini adalah inti dari rencana Presiden Trump untuk membalikkan kerusakan ekonomi yang ditinggalkan oleh Presiden Biden dan menempatkan Amerika di jalur menuju zaman keemasan baru,” ujar Gedung Putih.

    Dampak bagi ASEAN

    Negara-negara ASEAN telah lama mengandalkan perdagangan internasional untuk pertumbuhan ekonomi mereka. Banyak dari negara ini bergantung pada ekspor ke AS, terutama untuk produk manufaktur dan elektronik.

    Vietnam Terpukul Paling Keras

    Vietnam adalah salah satu negara dengan surplus perdagangan tertinggi dengan AS, mencapai $123,5 miliar pada tahun 2024. Sebagai akibatnya, Trump menargetkan negara ini dengan tarif 46%.

    Padahal, AS adalah tujuan utama ekspor Vietnam, mencakup 29% dari total ekspor dan 30% dari PDB Vietnam. Kebijakan ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

    Seorang analis Vietnam, Khang Vu, menyebut kebijakan ini sebagai “tujuan geopolitik sendiri” karena dilakukan hanya beberapa hari sebelum kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Vietnam.

    Kamboja dan Myanmar: Risiko Ketidakstabilan

    Industri manufaktur Kamboja juga menghadapi ancaman besar, dengan tarif 49% terhadap ekspor ke AS. Pada tahun 2024, Kamboja mengekspor barang senilai $9,91 miliar ke AS, yang mencakup 37% dari total ekspornya.

    Jika tarif ini benar-benar diterapkan, gelombang PHK di sektor manufaktur bisa memicu ketidakstabilan politik di dalam negeri.

    Myanmar, yang sudah berada di bawah sanksi AS, kini menghadapi tarif 44%, yang akan semakin memperburuk situasi ekonominya.

    Indonesia: Dianggap Terlalu Dekat dengan China

    Indonesia dikenai tarif 32%, lebih tinggi dari tarif yang diterapkan pada India (26%) dan Jepang (24%). Salah satu alasan utama adalah meningkatnya investasi China di Indonesia dan integrasi Indonesia dalam rantai pasokan China.

    Donald Trump menyebut Indonesia sebagai negara yang mendapat “terlalu banyak keuntungan” dari hubungan dagangnya dengan China.

    “Selama bertahun-tahun, negara kita telah dieksploitasi oleh berbagai negara, baik sekutu maupun lawan. Tarif ini akan membuat Amerika kaya kembali,” katanya dalam pidatonya di Gedung Putih.

    Reaksi dan Dampak Jangka Panjang

    Para pengamat menilai bahwa kebijakan tarif ini lebih bersifat politis dibandingkan ekonomi. Mike Bird dari The Economist menyebut bahwa kebijakan ini adalah “sinyal yang hampir lebih buruk daripada tarif itu sendiri.”

    Banyak yang menganggap bahwa angka-angka yang dipakai sebagai dasar perhitungan tarif tidak mencerminkan realitas perdagangan.

    Jika tarif ini benar-benar diberlakukan dalam jangka panjang, akan ada beberapa dampak besar:

    Pergeseran Rantai Pasokan
    Negara-negara ASEAN dapat mencari pasar alternatif, terutama dengan memperkuat hubungan dengan China dan Uni Eropa. Negosiasi Ulang Perdagangan
    Pemerintah negara-negara ASEAN kemungkinan akan mencari jalan untuk menegosiasikan ulang tarif ini dengan AS. Melemahnya Pengaruh AS di Asia Tenggara
    Washington semakin kehilangan posisi dominannya di Asia Tenggara, terutama setelah menarik diri dari Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) pada tahun 2017.

    Evan Feigenbaum, mantan analis dari Carnegie Endowment for International Peace, menyimpulkan dampak dari kebijakan ini dengan tajam.

    “AS cukup banyak dilakukan secara strategis di Asia Tenggara. Wilayah ini dipenuhi dengan pragmatis, yang dapat dan memang menavigasi semua jenis hal gila dari kekuatan luar. Tapi itu sangat tergantung pada para pemain yang berprinsip atau strategis – dan Washington sekarang bukan keduanya,” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari The Diplomat.

    Pengenaan tarif tinggi terhadap negara-negara ASEAN oleh Donald Trump akan membawa dampak signifikan bagi perekonomian kawasan. Negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Indonesia akan mengalami hambatan perdagangan yang besar dengan AS. Di sisi lain, langkah ini juga dapat mempercepat pergeseran ekonomi ASEAN ke arah China dan Uni Eropa.

    Pertanyaan besar yang tersisa adalah apakah tarif ini akan tetap berlaku atau hanya menjadi taktik negosiasi. Yang pasti, kebijakan ini telah menciptakan ketidakpastian baru dalam hubungan perdagangan internasional, yang bisa berdampak luas bagi ekonomi global dalam beberapa tahun ke depan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • China Beri Respons Keras Terhadap Tarif Trump, Negara Lain Mau Negosiasi

    China Beri Respons Keras Terhadap Tarif Trump, Negara Lain Mau Negosiasi

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif baru yang luas untuk barang impor ke AS. Negara-negara yang terdampak tarif itu pun memberi respons berbeda.

    Dilansir BBC dan AFP, Kamis (3/4/2025), Trump menyebut kebijakannya itu sebagai tarif timbal balik. Dia mengatakan barang-barang AS telah dikenai tarif yang tidak adil di berbagai negara sehingga sudah saatnya AS mengenakan tarif yang setara.

    Dia mengatakan uang yang dihasilkan dari tarif baru itu akan digunakan untuk mengurangi pajak warga AS dan membayar utang AS. Trump juga menunjukkan bagan berjudul ‘Tarif Timbal Balik’ yang memiliki tiga kolom.

    Kolom pertama adalah daftar negara, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS dan kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara tersebut.

    “Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” katanya dilansir BBC.

    Berikut ini reaksi internasional sejauh ini:

    China

    China menganggap Tarif tersebut tidak mematuhi aturan perdagangan internasional. China mendesak Washington untuk segera membatalkannya dengan peringatan bahwa tarif tersebut membahayakan pembangunan ekonomi global.

    Uni Eropa

    Pemimpin Uni Eropa Ursula von der Leyen menganggap tarif dari Trump merupakan pukulan telak bagi ekonomi dunia.

    “Tampaknya tidak ada ketertiban dalam kekacauan ini. Tidak ada jalan yang jelas melalui kompleksitas dan kekacauan yang sedang terjadi karena semua mitra dagang AS terkena dampaknya,” katanya.

    Setelah tarif 20 persen pada ekspor UE ke AS, dia mengatakan Brussels bersiap untuk tindakan balasan lebih lanjut.

    “Belum terlambat untuk mengatasi masalah melalui negosiasi,” ujarnya.

    Jerman

    Asosiasi Industri Otomotif Jerman mengatakan tarif tersebut hanya akan menciptakan pihak yang kalah dan mendesak UE untuk bertindak dengan kekuatan yang diperlukan sambil terus mengisyaratkan kesediaannya untuk bernegosiasi.

    Industri kimia Jerman, yang menganggap AS sebagai pasar ekspor terbesarnya mendesak UE untuk tetap tenang dan menekankan eskalasi hanya akan memperburuk situasi.

    Jepang

    Menteri Perdagangan Jepang Yoji Muto mengatakan tarif 24 persen pada ekspor Jepang ke AS sangat disesalkan. Dia mendesak AS membatalkan hal itu.

    “Dan saya sekali lagi dengan tegas mendesak (Washington) untuk tidak menerapkannya ke Jepang,” ujarnya.

    Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshimasa Hayashi mengatakan tarif tersebut dapat melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia dan perjanjian perdagangan kedua negara.

    India

    Kepala eksekutif Federasi Organisasi Ekspor India, Ajay Sahai, mengatakan tarif 26 persen tersebut akan merugikan permintaan untuk ekspornya. Dia mengatakan negara-negara pesaing seperti China dan Vietnam telah terpukul lebih keras, yang membuka ruang bagi India untuk mendapatkan pangsa pasar.

    “Tarif yang dikenakan pada India jelas tinggi dan lebih tinggi dari yang diharapkan,” katanya.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • China Desak AS Batalkan Kebijakan Tarif Impor Baru, Janji Bakal Beri Balasan – Halaman all

    China Desak AS Batalkan Kebijakan Tarif Impor Baru, Janji Bakal Beri Balasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – China mendesak Amerika Serikat (AS) untuk segera membatalkan kebijakan tarif impor terbaru mereka.

    Diketahui, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan kebijakan impor terbaru kepada produk-produk yang diimpor dari China sebesar 34 persen.

    Pengenaan tersebut menambah tarif impor yang sebelumnya sudah ditambah sebesar 20 persen pada awal tahun 2025.

    Dengan demikian, total tarif baru untuk produk yang AS impor dari China akan menjadi 54 persen. Ini mendekati angka 60 persen yang pernah direncanakan Donald Trump saat kampanye Pemilihan Presiden AS.

    “Langkah AS mengabaikan keseimbangan kepentingan yang dicapai dalam negosiasi perdagangan multilateral selama bertahun-tahun dan fakta bahwa AS telah lama mendapat manfaat besar dari perdagangan internasional,” tulis Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters pada Kamis (3/4/2025).

    China berjanji mengambil tindakan balasan atas kebijakan tarif impor ini untuk melindungi kepentingan mereka.

    “China dengan tegas menentang kebijakan tarif impor terbaru ini dan akan mengambil tindakan balasan untuk melindungi hak dan kepentingan kami,” kata Kementerian Perdagangan China.

    Donald Trump juga telah menandatangani perintah eksekutif yang menutup celah perdagangan yang dikenal sebagai “de minimis” yang memungkinkan produk bernilai rendah dari China dan Hong Kong masuk ke Amerika Serikat tanpa bea.

    Sementara itu, kebijakan tarif impor yang dilakukan AS ini juga berlaku pada Indonesia. RI menjadi satu dari 60 negara yang terkena.

    Produk yang diekspor dari Indonesia ke AS akan dikenakan tarif sebesar 32 persen.

    Dibandingkan negara ASEAN lain, Malaysia dikenakan tarif sebesar 24 persen dan Filipina sebesar 17 persen. Ada juga Singapura yang hanya terkena 10 persen.

    Namun, ada juga negara lain yang terkena tarif impor lebih tinggi dari Indonesia seperti Vietnam dan Thailand yang masing-masing dikenai tarif impor 46 persen dan 36 persen. 

    Kemudian, ada Kamboja yang dikenakan tarif impor sebesar 49 persen dan Laos sebesar 48 persen. 

  • Berikut Daftar 160 Negara dan Wilayah yang Kena Tarif Baru Trump, termasuk Indonesia – Halaman all

    Berikut Daftar 160 Negara dan Wilayah yang Kena Tarif Baru Trump, termasuk Indonesia – Halaman all

    Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain

    Tayang: Kamis, 3 April 2025 12:41 WIB

    YouTube The White House

    TARIF BARU AS – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif baru 10 persen untuk semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS.

    Trump memberlakukan ‘Tarif Timbal Balik’ terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Presiden mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif untuk “mengurangi pajak dan membayar utang nasional kami.”

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” ujar Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut.

    Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’. Kolom pertama adalah daftar negara. Kemudian, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS. Kemudian, kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara itu.

    Berikut daftar 160 negara dan wilayah yang dikenakan tarif oleh AS:

    1. China: 34 persen
    2. Uni Eropa:20%
    3. Vietnam: 46%
    4. Taiwan: 32%
    5. Jepang: 24%
    6. India: 26%
    7. Korea Selatan: 25%
    8. Thailand: 36%
    9. Swiss: 31%
    10. Indonesia: 32%
    11. Malaysia: 24%
    12. Komboja: 49%
    13. Inggris: 10%
    14. Afrika Selatan: 30%
    15. Brasil: 10%
    16. Bangladesh: 37%
    17. Singapura: 10%
    18. Israel: 17%
    19. Filipina: 17%
    20. Chile: 10%
    21. Australia: 10%
    22. Pakistan: 29%
    23. Turki: 10%
    24. Sri Langka: 44%
    25. Kolombia: 10%
    26. Peru: 10%
    27. Nikaragua: 18%
    28. Norwegia: 15%
    29. Kosta Rika: 10%
    30. Jordan: 20%
    31. Republik Dominika: 10%
    32. Uni Emirat Arab: 10%
    33. Selandia Baru: 10%
    34. Argentina: 10%
    35. Ekuador: 10%
    36. Guatemala: 10%
    37. Honduras: 10%
    38. Madagaskar: 47%
    39. Myanmar: 44%
    40. Tunisia: 28%
    41. Kazakhstan: 27%
    42. Serbia: 37%
    43. Mesir: 10%
    44. Arab Saudi: 10%
    45. El Savador: 10%
    46. Pantai Gading: 21%
    47. Laos: 48%
    48. Botswana: 37%
    49. Trinidad dan Tabago: 10%
    50. Maroko: 10%
    51. Algeria: 30%
    52. Oman: 10%
    53. Uruguay: 10%
    54. Bahamas: 10%
    55. Lesotho: 50%
    56. Ukraina: 10%
    57.Bahrain: 10%
    58. Qatar: 10%
    59. Mauritius: 40%
    60. Fiji: 32%
    61. Islandia: 10%
    62. Kenya: 10%
    63. Liechtenstein: 37%
    64. Guyana: 38%
    65. Haiti: 10%
    66. Bosnia-Herzegovina: 35%
    67. Nigeria: 14%
    68. Namibia: 21%
    69. Brunei: 24%
    70. Bolivia:  10%
    71. Panama: 10%
    72. Venezuela: 15%
    73. Makedonia Utara: 33%
    74. Ethiopia: 10%
    75. Ghana: 10%
    76. Moldova: 31%
    77. Angola: 32%
    78. Republik Demokratik Kongo: 11%
    79. Jamaika: 10%
    80. Mozambik: 16%
    81. Paraguay: 10%
    82. Zambia: 17%
    83. Lebanon: 10%
    84. Tanzania: 10%
    85. Irak: 39%
    86. Georgia: 10%
    87. Senegal: 10%
    88. Azerbaijan: 10%
    89. Kamerun: 11%
    90. Uganda: 10%
    91. Albania: 10%
    92. Armenia: 10%
    93. Nepal: 10%
    94. Sint Maarten: 10%
    95. Kepulauan Falkland: 41%
    96. Gabon: 10%
    97. Kuwait: 10%
    98. Togo: 10%
    99. Suriname: 10%
    100. Belize: 10%
    101. Papua Nugini: 10%
    102. Malawi: 19%
    103. Liberia: 10%
    104. British Virgin Islands: 10%
    105. Afganistan: 10%
    106. Zimbabwe: 18%
    107. Benin: 10%
    108. Barbados: 10%
    109. Monako: 0%
    110. Suriah: 41%
    111. Uzbekistan: 10%
    112. Republik Kongo: 10%
    113. Jibuti: 10%
    114. Polinesia Prancis: 10%
    115. Kepulauan Cayman: 10%
    116. Kosovo: 10%
    117. Curaçao: 10%
    118. Vanuatu: 22%
    119. Rwanda: 10%
    120. Sierra Leone: 10%
    121. Mongolia: 10%
    122. San Marino: 10%
    123. Antigua dan Barbuda: 10%
    124. Bermuda: 10%
    125. Eswatini: 10%
    126. Kepulauan Marshall: 10%
    127. Saint Pierre dan Miquelon: 50%
    128. Saint Kitts dan Nevis: 10%
    129. Turkmenistan: 10%
    130. Grenada: 10%
    131. Sudan: 10%
    132. Kepulauan Turks dan Caicos: 10%
    133. Aruba: 10%
    134. Montenegro: 10%
    135. Saint Helena: 10%
    136. Kirgistan: 10%
    137. Yaman: 10%
    138. Saint Vincent and Grenadines: 10%
    139. Niger: 10%
    140. Saint Lucia: 10%
    141. Nauru: 30%
    142. Guinea Khatulistiwa: 13%
    143. Iran: 10%
    144. Libya: 31%
    145. Samoa: 10%
    146. Guinea: 10%
    147. Timor Leste: 10%
    148. Monstserrat: 10%
    149. Chad: 13%
    150. Mali: 10%
    151. Sao Tome dan Príncipe: 10%
    152. Pulau Norfolk: 29%
    153. Gibraltar: 10%
    154. Tuvalu: 10%
    155. Teritori Inggris di Samudra Hindia: 10%
    156. Tokelau: 10%
    157. Guinea-Bissau: 10%
    158. Svalbard dan Jan Mayen: 10%
    159. Pulau Heard dan Kepulauan McDonald: 10%
    160. Réunion: 37%

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’4′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Tarif Impor Trump Bisa Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

    Tarif Impor Trump Bisa Perlambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios) memperingatkan bahwa kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Langkah ini dinilai dapat berdampak serius, terutama bagi sektor otomotif dan elektronik yang selama ini menjadi andalan ekspor Indonesia ke AS.

    Trump menerapkan tarif impor sebesar 32% untuk barang-barang asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika. Menurut Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira, kebijakan ini dapat memberikan efek jangka panjang hingga kuartal IV 2025, bahkan meningkatkan risiko resesi global.

    “Dampak kenaikan tarif resiprokal yang diumumkan Trump akan berdampak signifikan pada ekonomi Indonesia,” ungkap Bhima kepada Beritasatu.com, Kamis (3/4/2025).

    Ia melanjutkan, sektor otomotif dan elektronik menjadi yang paling terpukul, mengingat kedua sektor ini mengalami pertumbuhan ekspor rata-rata 11% per tahun dalam periode 2019-2023.

    “Dengan tarif 32%, sektor otomotif dan elektronik Indonesia berada di ujung tanduk. Pertumbuhan ekspor akan menyusut tajam,” ujar Bhima.

    Data Celios menunjukkan, total ekspor produk otomotif Indonesia ke AS pada 2023 mencapai US$ 280,4 juta atau sekitar Rp 4,64 triliun (asumsi kurs Rp 16.600). Bhima memperkirakan dengan tarif impor baru, harga kendaraan di AS akan meningkat, yang pada akhirnya bisa menurunkan permintaan di pasar.

    Lebih lanjut, Bhima menyoroti bahwa kebijakan tarif impor yang diumumkan Trump ini berpotensi meningkatkan risiko resesi ekonomi AS, yang pada gilirannya akan berdampak pada Indonesia. Berdasarkan analisis Celios, setiap penurunan 1% dalam pertumbuhan ekonomi AS dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun sebesar 0,08%