Negara: Amerika Serikat

  • Lapisan Es Laut Arktik Mencapai Titik Terendah dalam 47 Tahun, Pertanda Apa?

    Lapisan Es Laut Arktik Mencapai Titik Terendah dalam 47 Tahun, Pertanda Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA – Data baru mengungkapkan, lapisan es laut Arktik musim dingin telah turun ke titik terendah yang pernah tercatat karena suhu terus melampaui 2,7 derajat Fahrenheit (1,5 derajat Celsius).

    Dilansir dari livescience, lapisan es laut Arktik bervariasi sepanjang tahun dan biasanya mencapai tingkat maksimumnya pada bulan Maret.

    Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa kini telah menunjukkan bahwa lapisan maksimum untuk tahun 2025 adalah yang terendah yang pernah ada.

    Pembaruan ini menggemakan laporan NASA baru-baru ini tentang lapisan es laut dan menyoroti tren kenaikan suhu global yang mengkhawatirkan.

    Data tersebut menunjukkan bahwa lapisan es laut 6% lebih rendah dari rata-rata tahun ini, menjadikannya lapisan es terendah pada bulan Maret dalam sejarah 47 tahun yang diukur oleh catatan satelit.

    Layanan Perubahan Iklim juga menemukan bahwa suhu global pada bulan Maret rata-rata 2,88 F (1,6 C) lebih hangat daripada tingkat pra-industri (diperkirakan antara tahun 1850 dan 1900), menurut pernyataan Copernicus.

    Menurunnya lapisan es laut mengancam komunitas manusia dan satwa liar yang bergantung pada es untuk bertahan hidup.

    Penurunan tersebut juga memiliki berbagai dampak lingkungan yang merugikan dan mempercepat pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Hal ini karena air cair memantulkan lebih sedikit sinar matahari daripada es, sehingga saat es laut hilang, lebih banyak lautan di bawahnya yang terpapar dan planet ini menyerap lebih banyak panas.

    Pada tanggal 22 Maret, NASA dan Pusat Data Es dan Salju Nasional mengungkapkan bahwa es laut Arktik telah mencapai luas maksimumnya pada tahun 2025. Luas lapisan es laut tersebut adalah 5,53 juta mil persegi (14,33 juta kilometer persegi), sekitar 30.000 mil persegi (80.000 km persegi) lebih rendah dari luas maksimum terendah sebelumnya yang tercatat pada tahun 2017.

    Pembaruan Copernicus mencatat bahwa Maret juga menandai bulan keempat berturut-turut di mana tutupan es berada pada rekor terendah untuk periode tersebut. Tutupan es laut dan suhu berfluktuasi dari tahun ke tahun, jadi perubahan iklim tidak selalu berarti setiap bulan baru akan memecahkan rekor. Namun pembaruan Copernicus secara konsisten mengumumkan bulan-bulan yang memecahkan rekor.

    Untuk suhu udara permukaan global, tahun 2025 mencatat Maret terhangat kedua yang pernah tercatat. Artinya, Maret lebih hangat daripada setiap Maret yang pernah tercatat, kecuali tahun 2024, yang hanya sedikit lebih hangat.

    Pada tingkat regional, suhu di atas rata-rata di Amerika Serikat — tetapi tidak memecahkan rekor — sementara Eropa mengalami Maret terhangat sejak pencatatan dimulai. Suhu di atas rata-rata di seluruh Eropa dan khususnya hangat di Eropa timur.

    Samantha Burgess, pimpinan strategis untuk iklim di Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa, yang melaksanakan program Copernicus, mengatakan dalam pernyataan tersebut bahwa “Maret 2025 adalah Maret terhangat di Eropa, yang sekali lagi menyoroti bagaimana suhu terus memecahkan rekor.”

    Dilansir dari livescience, pada tahun 2015, para pemimpin dunia menandatangani Perjanjian Paris, sebuah perjanjian internasional yang berjanji untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 2,7 F dan jauh di bawah 3,6 F (2 C).

    Bumi kini secara konsisten berada di atas target tersebut, dengan Maret menjadi bulan ke-20 dari 21 bulan terakhir yang melampaui batas yang diinginkan.

  • Daripada Direlaksasi, Gabungan Industri Elektronik Usul Penerapan TKDN Sektoral – Halaman all

    Daripada Direlaksasi, Gabungan Industri Elektronik Usul Penerapan TKDN Sektoral – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gabungan Industri Elektronik Indonesia (Gabel) menilai rencana relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN yang direncanakan pemerintah akan membuat sektor lain iri karena juga menginginkan hal yang sama.

    Dampak lainnya adalah tidak adanya nilai tambah yang bisa dirasakan di dalam negeri.

    Presiden Prabowo Subianto meminta aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN dibuat lebih fleksibel demi menyiasati tingginya tarif impor yang diberlakukan Pemerintah Amerika Serikat.

     Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Elektronik Indonesia (GABEL) Daniel Suhardiman mengusulkan penerapan TKDN dibuat sektoral agar lebih tepat sasaran.

    “Sebaiknya penerapan TKDN untuk eletronik diperluas dengan TKDN sektoral, dimana setiap peralatan elektronik selain HKT (Handphone, Komputer Genggam dan Tablet) punya kebijakan tersendiri,” jelas Daniel kepada Tribunnews.com, Kamis (10/4/2025).

    Dengan penerapan TKDN sektoral, khususnya di industri elektronik, dipandang akan meningkatkan utilisasi sektor ini.

    “Penerapan TKDN sektoral elektronik penting untuk meningkatkan utilisasi industri elektronik lebih tinggi lagi, untuk jaminan dan menarik investasi,” tuturnya.

    Jika aturan TKDN tetap diterapkan, diperkirakan utilisasi industri akan turun dan membuat investor ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

    Bukan hanya itu, produsen industri elektronik dalam negeri juga berpotensi kehilangan pasar yang berasal dari pemerintah.

    “Penurunan utilisasi industri terutama produk yang dibeli melalui program TKDN dan ketidakpastian regulasi ini akan membuat keraguan dan pengalihan investasi sektor elektronik keluar Indonesia. Lalu, tentu saja produsen dalam negeri berpotensi kehilangan penjualan B2G, baik melalui tender atau E-katalog,” ungkap Sekjen Gabel.

     

  • 5 HP Samsung Galaxy Tak Lagi Kebagian Update Software, Ada Punya Kamu? – Page 3

    5 HP Samsung Galaxy Tak Lagi Kebagian Update Software, Ada Punya Kamu? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Smartphone hingga tablet biasanya didukung masa update software tertentu dari pembesut perangkat.

    Meski saat ini brand smartphone memberikan masa update software yang lebih panjang untuk perangkatnya, sejumlah perangkat lawas mulai kehabisan masa pembaruan software, termasuk sejumlah HP Samsung Galaxy.

    Berdasarkan informasi terbaru, Samsung mengumumkan pihaknya menghentikan dukungan update untuk lima smartphone Samsung. Smartphone apa saja?

    Galaxy S20
    Galaxy S20 Plus
    Galaxy S20 Ultra
    Galaxy A32
    Galaxy A52 5G
    Galaxy A72

    Galaxy S20 Series dapat Update 5 Tahun

    Penghentian dukungan software untuk jajaran Samsung Galaxy S20 menandai berakhirnya siklus lima tahun sejak perangkat ini pertama dirilis di pasaran.

    Seri S20 menjadi lini pertama Samsung yang mendapatkan update hingga lima tahun. Perangkat ini jadi HP Samsung pertama yang memiliki layar dengan kecepatan refresh rate tinggi dan sistem kamera canggih yang menetapkan tolok ukur baru dalam kategori flagship.

    Tekno Liputan6.com berkesempatan menyaksikan peluncuran flagship smartphone terbaru Samsung Galaxy S20 Series dan smartphone layar lipat Galaxy Z Flip langsung dari San Francisco, Amerika Serikat.

  • IHSG Melejit 5% Berkat Penundaan Tarif Trump

    IHSG Melejit 5% Berkat Penundaan Tarif Trump

    Jakarta: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan Kamis, 10 April 2025 dengan lonjakan tajam. 
     
    Melansir Antara, IHSG dibuka menguat 302,62 poin atau setara 5,07 persen ke posisi 6.270,61. Indeks LQ45 juga ikut melesat 44,78 poin atau 6,69 persen ke level 714,15.
     
    Kenaikan ini menjadi sinyal bahwa pelaku pasar kembali optimis, setelah sebelumnya sempat dihantui ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan mitra dagangnya.
    Dampak langsung dari penundaan tarif AS
    Sentimen positif datang dari langkah Presiden AS Donald Trump yang menunda implementasi tarif impor selama 90 hari untuk sejumlah negara, meskipun pengecualian tetap berlaku untuk China.

    “IHSG hari ini berpotensi rebound mengikuti pergerakan bursa AS karena melemahnya tensi perang dagang setelah Presiden Trump menunda pengenaan tarif 90 hari, kecuali untuk China,” kata Head of Retail Research BNI Sekuritas, Fanny Suherman, di Jakarta, Kamis.
     
    Keputusan ini memberi angin segar bagi pasar yang sebelumnya resah terhadap dampak kebijakan proteksionis AS terhadap perekonomian global.
     

    Perang dagang masih jadi ancaman
    Meski ada penundaan, tensi perang dagang belum sepenuhnya reda. Trump tetap memberlakukan tarif sebesar 10 persen untuk sebagian besar barang impor AS, dan menaikkan bea masuk untuk produk asal Tiongkok menjadi 125 persen. 
     
    Langkah ini memicu respons dari China, yang juga meningkatkan tarif tambahan hingga 84 persen untuk produk-produk AS.
     
    Kondisi ini menunjukkan bahwa risiko dari kebijakan dagang unilateral masih membayangi pergerakan pasar keuangan global, termasuk pasar saham di Indonesia.
    Bursa global ikut bergairah
    Euforia pasar juga tercermin dari lonjakan indeks di bursa Wall Street pada perdagangan sebelumnya. S&P 500 naik 9,5 persen, Dow Jones naik 7,69 persen, dan Nasdaq melonjak 12,16 persen.
     
    Bursa Asia pun mengikuti jejak penguatan ini Nikkei Jepang tercatat naik 4,46 persen, Bursa Malaysia menguat 4,46 persen, Indeks Shanghai naik 1,49 persen, sementara Strait Times Singapura terkoreksi 6,01 persen.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Produsen Pede Utilitas Produksi Tekstil Bangkit Jika Kerek Impor Kapas dari AS

    Produsen Pede Utilitas Produksi Tekstil Bangkit Jika Kerek Impor Kapas dari AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) optimistis peningkatan porsi impor kapas dari Amerika Serikat (AS) hingga 50% dapat mendorong tingkat utilitas produksi tekstil. 

    Rencana peningkatan impor kapas juga menjadi salah satu bahan negosiasi kepada AS untuk menekan tarif resiprokal impor atas barang asal Indonesia sebesar 32%. 

    Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, dalam kondisi normal atau saat tingkat utilitas produksi 75%, kebutuhan kapas nasional yang diimpor bisa mencapai US$600 juta per tahun. Setengah atau 50% dari kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dari AS.

    Namun, dengan kondisi utilitas industri saat ini hanya 45%, impor kapas hanya mencapai US$300 juta dengan porsi dari AS sebesar 17%

    “Posisi saat ini karena kita dibanjiri impor benang, kain dan pakaian jadi hingga utilisasi hanya 45%, normalnya 75%. Konsumsi kapas hanya US$300 juta saat ini, dari AS hanya 17%,” ujar Redma kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Redma meyakini dengan mengurangi impor benang, kain dan pakaian jadi secara otomatis akan meningkatkan impor kapas dari AS. Dengan demikian, utilitas industri benang nasional naik. 

    Jika utilitas industri benang pulih, maka produksi kain hingga pakaian jadi akan kembali bangkit. Terlebih, ketika ekspor barang ke AS dengan bahan baku dari negara tersebut, pemerintah AS akan memotong tarif hingga 20%. 

    “Apalagi, AS merupakan eksportir kapas terbesar di dunia. Jadi kita bisa impor dari AS hingga US$500 juta, bisa naik 3 kali lipat dari saat ini [produksi],” ujarnya. 

    Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah untuk memperketat impor benang, kain, dan pakaian jadi agar industri nasional dapat bergairah mengimpor kapas dari AS. 

    Terkait rencana peningkatan impor kapas dari AS, pelaku usaha masih menunggu sinyal pemerintah untuk memperketat impor benang, kain dan garmen, termasuk memberantas ilegal impor. 

    “Kalau itu dilakukan, secara otomatis industri kita akan impor. Yang jadi masalah saat ini kan pemerintahnya belum bisa bereskan impor barang jadi dan barang antaranya, jadi impor kapas dari AS-nya turun,” pungkasnya. 

  • Penundaan Tarif AS Untungkan Posisi Tawar Indonesia

    Penundaan Tarif AS Untungkan Posisi Tawar Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA — Penundaaan tarif resiprokal selama 90 hari oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berpotensi memperkuat posisi tawar Indonesia terhadap AS. 

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai pemerintah Indonesia harus memanfaatkan momentum penundaan tarif ini untuk menyesuaikan kembali skema negosiasi.

    “Penundaan [tarif tinggi] ini bisa dibaca sebagai jendela waktu untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam kerangka kerja sama perdagangan dan investasi yang lebih seimbang dengan AS,” kata Andry kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Menurut Andry, pemerintah harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan (trade agreement) yang sempat tertunda, termasuk strategi memperbesar impor dari AS.

    Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga harus mendorong relaksasi hambatan non-tarif untuk produk ekspor unggulan dalam negeri serta harus tetap memperkuat diversifikasi pasar ekspor ke negara lain.

    “Indonesia juga harus tetap memperkuat diversifikasi pasar ekspor dan investasi, mengingat ketidakpastian global masih sangat tinggi,” tuturnya.

    Dihubungi terpisah, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan pemerintah memiliki waktu yang untuk menyusun strategi negosiasi dengan AS.

    “Kita punya waktu lebih untuk menyusun strategi dan menata diri. Kita juga jadi paham bahwa AS tidak sekuat yang kita kira dan Trump tidak seberani yang kita duga,” kata Wijayanto kepada Bisnis.

    Dia menyebut pemerintah harus siap dengan berbagai skenario pengenaan kebijakan tarif Trump. “Tetap tidak boleh kendor. Harus siap dengan berbagai skenario. Jangan maju terlalu awal, kita bisa overshooting,” tuturnya.

    Menurutnya, setidaknya ada empat faktor yang membuat AS menunda kebijakan tarif tinggi ini. Salah satunya adalah terkait kesiapan teknis implementasi kebijakan tersebut. Terlebih, kata dia, menaikkan tarif dengan banyak variasi untuk 180 negara bukan sesuatu yang mudah.

    Faktor kedua, kata dia, Trump mendapatkan protes dari pengusaha yang menjadi donor utamanya, lantaran nilai saham yang turun drastis. 

    Ketiga, kebijakan tarif meningkatkan risiko global, sehingga yield obilgas AS melejit. Serta, faktor keempat, Trump memberi kesempatan negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan terbaik.

  • Tarif Trump Ditunda, Saham Apple Langsung Meroket

    Tarif Trump Ditunda, Saham Apple Langsung Meroket

    Jakarta

    Setelah sempat tertekan, harga saham Apple meroket 15% pada hari Rabu waktu Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan jeda 90 hari dalam penerapan tarif ke banyak negara, kecuali China.

    Kenaikan itu menambahkan lebih dari USD 400 miliar ke kapitalisasi pasar Apple, yang sekarang totalnya berada di bawah USD 3 triliun. Itu adalah hari terbaik Apple sejak Januari 1998, ketika mendiang pendiri Steve Jobs menjadi CEO sementara dan tiga tahun sebelum perusahaan meluncurkan iPod pertama.

    Apple memang jadi raksasa teknologi paling menonjol yang terkena dampak tarif Trump. Sebelum hari Rabu, perdagangan empat hari Apple mengalami periode terburuk sejak tahun 2000. Investor cemas lantaran Apple masih memperoleh sebagian besar pendapatan dari penjualan gadget yang harus diimpor ke AS.

    Sebagian besar iPhone dan gadget Apple lainnya masih dibuat di China, yang paling diincar oleh pemerintah Amerika Serikat. Bahkan, Trump menaikkan tarif terhadap China menjadi 125% pada hari Rabu, naik dari 54%. China sendiri menerapkan tarif sebesar 84% terhadap barang-barang AS minggu ini.

    Apple telah berupaya mendiversifikasi rantai pasokan guna mengurangi ketergantungan pada China dalam beberapa tahun terakhir, seperti di Vietnam dan India. Nah tarif untuk Vietnam dikurangi dari 46% menjadi 10%, dan tarif untuk India dipotong 26% menjadi 10%.

    Seperti dikutip detikINET dari CNBC, hal ini meningkatkan harapan bahwa Apple akan dapat memenuhi sebagian besar permintaan pelanggannya di AS dari pabrik-pabrik di luar China dengan tarif yang lebih rendah.

    Apple sendiri belum berkomentar secara terbuka tentang penerapan tarif Trump, tetapi CEO Tim Cook kemungkinan akan membahas topik tersebut pada saat laporan keuangan Apple pada awal Mei mendatang.

    (fyk/fay)

  • Ekonom Prediksi Teknologi jadi Medan Perang Dagang, RI Pilih AS atau China?

    Ekonom Prediksi Teknologi jadi Medan Perang Dagang, RI Pilih AS atau China?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom memperkirakan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China akan makin memanas, termasuk di sektor teknologi. Hal ini seiring dengan langkah Presiden AS Donald Trump yang mengerek tarif menjadi 125% untuk China.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyebut perang dagang AS–China masih jauh dari kata selesai.

    “Justru, eskalasi dengan China makin tinggi. AS tetap mempertahankan tarif yang sangat besar pada China, bahkan meningkatkan level tarif hingga 125%,” kata Andry kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Di sisi lain, Andry menilai China juga sudah menunjukkan sikap keras dengan membalas tarif AS dan memperkuat strategi substitusi impor hingga diversifikasi pasar ekspor.

    “Jadi, yang akan kita lihat adalah pertarungan jangka panjang, dengan kemungkinan babak baru perang tarif, pembalasan kebijakan non-tarif, dan persaingan teknologi yang semakin tajam,” ujarnya.

    Seiring dengan perang dagang AS—China yang semakin memanas, kata Andry, Indonesia harus memperkuat daya saing domestik dan tetap melakukan diversifikasi pasar ekspor. Serta, menjaga hubungan baik dengan kedua kekuatan besar, tanpa terjebak dalam blokade geopolitik.

    “Bagi negara seperti Indonesia, ini berarti kita harus cermat membaca dinamika dan fleksibel dalam merespons setiap perubahan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan sepanjang AS di bawah pimpinan Donald Trump, perang dagang dengan Negeri Tirai Bambu akan semakin sengit

    “Akan sangat brutal [perang dagang AS—China]. Trump masih memimpin 3,5 tahun lagi, sepanjang masa itu akan selalu ada kejutan baru,” kata Wijayanto kepada Bisnis.

    Bahkan, Wijayanto menyebut pengganti dari Trump di periode berikutnya pun tidak akan mudah mengubah arah, lantaran sifat perubahan yang Trump lakukan sangat struktural.

    Terlebih, dia menyebut AS melihat China sebagai calon hegemoni baru dunia. “Dia tidak ingin berbagi kekuasaan, sehingga AS akan menghentikan kebangkitan China at all cost. Tetapi, langkah yang diambil AS salah, sehingga justru akan mempercepat kejatuhan AS,” tandasnya.

  • Apa Dampak Perang Dagang AS Melawan China yang Digaungkan Donald Trump Terhadap Ekonomi Dunia? – Halaman all

    Apa Dampak Perang Dagang AS Melawan China yang Digaungkan Donald Trump Terhadap Ekonomi Dunia? – Halaman all

    Apa Dampak Perang Dagang AS-China Terhadap Ekonomi Dunia?

    TRIBUNEWS.COM- Perang dagang total antara Amerika Serikat dengan China diperkirakan akan terjadi setelah Presiden Donald Trump mengenakan tarif lebih dari 125 persen pada impor barang China.

    Tiongkok mengatakan akan “berjuang sampai akhir” daripada menyerah pada apa yang dilihatnya sebagai paksaan Amerika Serikat.

    Dan akan menaikkan tarifnya sendiri atas barang-barang Amerika dari 34% menjadi 84% sebagai respons terhadap langkah terbaru Gedung Putih.

    Apa arti konflik perdagangan yang meningkat ini bagi ekonomi dunia? Berapa banyak perdagangan yang mereka lakukan?

    Perdagangan barang antara kedua kekuatan ekonomi tersebut berjumlah sekitar $585 miliar tahun lalu.

    Meskipun AS mengimpor jauh lebih banyak dari China ($440 miliar) dibandingkan China yang mengimpor dari Amerika ($145 miliar).

    Hal ini mengakibatkan AS mengalami defisit perdagangan dengan China – selisih antara barang yang diimpor dan diekspor – sebesar $295 miliar pada tahun 2024. Itu adalah defisit perdagangan yang cukup besar, setara dengan sekitar 1?ri ekonomi AS.

    Namun, jumlah tersebut kurang dari angka $1 triliun yang berulang kali diklaim Trump minggu ini.

    Trump telah memberlakukan tarif yang signifikan terhadap China pada masa jabatan pertamanya sebagai presiden. Tarif tersebut tetap berlaku dan ditambah oleh penggantinya, Joe Biden.

    Secara bersama-sama hambatan perdagangan tersebut membantu menurunkan barang-barang yang diimpor AS dari China dari pangsa 21% total impor Amerika pada tahun 2016 menjadi 13% tahun lalu.

    Jadi ketergantungan AS terhadap China untuk perdagangan telah berkurang selama dekade terakhir.

    Namun para analis menunjukkan bahwa beberapa ekspor barang China ke AS telah dialihkan melalui negara-negara Asia Tenggara.

    Misalnya, pemerintahan Trump mengenakan tarif 30% pada panel surya impor Cina pada tahun 2018.

    Namun, Departemen Perdagangan AS menyajikan bukti pada tahun 2023 bahwa produsen panel surya China telah mengalihkan operasi perakitan mereka ke negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam, lalu mengirimkan produk jadi ke AS dari negara-negara tersebut, sehingga secara efektif menghindari tarif.

    Tarif “timbal balik” Trump yang baru yang dikenakan pada negara-negara tersebut karenanya akan menaikkan harga AS atas berbagai macam barang yang pada akhirnya berasal dari Tiongkok.

     

    Apa yang diimpor AS dan China satu sama lain?

    Pada tahun 2024, kategori barang ekspor terbesar dari AS ke Cina adalah kacang kedelai – yang terutama digunakan untuk memberi makan sekitar 440 juta babi di Cina.

    AS juga mengirim produk farmasi dan minyak bumi ke China.

    Sebaliknya, dari Tiongkok ke AS, sejumlah besar barang elektronik, komputer, dan mainan diekspor. Sejumlah besar baterai, yang sangat penting untuk kendaraan listrik, juga diekspor.

    Kategori impor AS terbesar dari Cina adalah telepon pintar, yang mencakup 9?ri total. Sebagian besar telepon pintar ini dibuat di Cina untuk Apple, perusahaan multinasional yang berbasis di AS.

    Tarif AS terhadap China telah menjadi salah satu kontributor utama penurunan nilai pasar Apple dalam beberapa minggu terakhir, dengan harga sahamnya turun sebesar 20% selama sebulan terakhir.

    Semua barang impor ke AS dari China tersebut telah ditetapkan menjadi jauh lebih mahal bagi warga Amerika karena tarif 20% yang telah dikenakan pemerintahan Trump terhadap Beijing.

    Sekarang tarifnya naik menjadi 104%, dampaknya bisa lima kali lebih besar.

    Dan impor AS ke China juga akan naik harganya karena tarif pembalasan China, yang pada akhirnya merugikan konsumen China dengan cara yang sama.

    Namun di luar tarif, ada cara lain bagi kedua negara ini untuk mencoba merugikan satu sama lain melalui perdagangan.

    China memiliki peran utama dalam memurnikan banyak logam penting untuk industri, dari tembaga dan litium hingga tanah jarang.

    Beijing dapat saja menempatkan rintangan untuk menghalangi logam-logam ini mencapai AS.

    Ini adalah sesuatu yang telah dilakukan dalam kasus dua bahan yang disebut germanium dan galium , yang digunakan oleh militer dalam pencitraan termal dan radar.

    Adapun AS, mereka dapat mencoba memperketat blokade teknologi terhadap China yang dimulai oleh Joe Biden dengan mempersulit China mengimpor jenis microchip canggih – yang vital untuk aplikasi seperti kecerdasan buatan – yang hingga kini belum dapat diproduksi sendiri.

    Penasihat perdagangan Donald Trump, Peter Navarro, telah menyarankan minggu ini bahwa AS dapat memberikan tekanan pada negara lain, termasuk Kamboja, Meksiko, dan Vietnam, untuk tidak berdagang dengan China jika mereka ingin terus mengekspor ke AS.

     

    Bagaimana hal ini dapat memengaruhi negara lain?

    AS dan China bersama-sama menyumbang porsi yang sangat besar dalam ekonomi global, sekitar 43% tahun ini menurut Dana Moneter Internasional.

    Jika mereka terlibat dalam perang dagang habis-habisan yang memperlambat pertumbuhan mereka, atau bahkan mendorong mereka ke dalam resesi, hal itu kemungkinan akan merugikan ekonomi negara lain dalam bentuk pertumbuhan global yang lebih lambat.

    Investasi global kemungkinan besar juga akan menderita.

     

    Ada konsekuensi potensial lainnya.

    China merupakan negara manufaktur terbesar di dunia dan memproduksi jauh lebih banyak daripada yang dikonsumsi penduduknya di dalam negeri.

    Negara ini sudah mengalami surplus barang hampir $1 triliun – yang berarti negara ini mengekspor lebih banyak barang ke seluruh dunia daripada yang diimpornya.

    Dan sering kali memproduksi barang-barang tersebut di bawah biaya produksi sebenarnya karena subsidi dalam negeri dan dukungan keuangan negara, seperti pinjaman murah, untuk perusahaan-perusahaan yang disukai.

    Baja adalah contohnya.

    Terdapat risiko bahwa jika produk tersebut tidak dapat masuk ke AS, perusahaan China dapat berupaya untuk “membuangnya” ke luar negeri.

    Meskipun hal itu mungkin menguntungkan bagi sebagian konsumen, hal itu juga dapat merugikan produsen di negara-negara yang mengancam lapangan pekerjaan dan upah.

    Kelompok lobi UK Steel telah memperingatkan bahaya kelebihan baja yang berpotensi dialihkan ke pasar Inggris.

    Dampak limpahan perang dagang habis-habisan antara Tiongkok dan AS akan terasa secara global, dan sebagian besar ekonom menilai bahwa dampaknya akan sangat negatif.

     

     

    SUMBER: BBC

  • Pengrajin Keramik Plered Terkena Imbas Tarif Impor AS

    Pengrajin Keramik Plered Terkena Imbas Tarif Impor AS

    Kebijakan Donald Trump soal tarif impor baru AS ternyata berdampak ke pengrajin keramik Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Hingga caturwulan pertama 2025, belum ada pembeli dari Amerika. Padahal 2024 lalu sebanyak 6 kontainer berhasil di ekspor ke sana.