Negara: Amerika Serikat

  • Israel Serang Rumah Sakit Al Ahli di Gaza, Fasilitas Perawatan Hancur

    Israel Serang Rumah Sakit Al Ahli di Gaza, Fasilitas Perawatan Hancur

    Jakarta

    Badan pertahanan sipil Gaza menyatakan serangan udara Israel menghancurkan sebagian bangunan rumah sakit pada Minggu dini hari. Serangan itu diluncurkan setelah Israel merebut sebuah koridor di wilayah Palestina yang porak poranda akibat perang dan menyatakan akan memperluas serangan militernya.

    Dilansir AFP, Minggu (13/4/2025), badan pertahanan sipil di wilayah yang dikuasai Hamas tersebut menyebutkan bahwa angkatan udara Israel menargetkan sebuah bangunan di Rumah Sakit Al-Ahli, yang juga dikenal sebagai Rumah Sakit Baptis atau Rumah Sakit Arab Ahli, di Kota Gaza. Sementara itu laporan AFP menyebutkan bahwa militer Israel masih menyelidiki kejadian itu.

    Serangan udara itu terjadi beberapa menit setelah peringatan dari tentara Israel untuk mengevakuasi pasien, korban luka dan para pendamping mereka dari bangunan tersebut.

    “Pengeboman menyebabkan bangunan bedah dan stasiun penghasil oksigen untuk unit perawatan intensif hancur,” kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.

    Rumah sakit, yang dilindungi oleh hukum humaniter internasional, telah berulang kali menjadi sasaran serangan udara Israel di Jalur Gaza sejak pecahnya perang antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023. Militer Israel menuduh Hamas memiliki terowongan di bawah rumah sakit dan menggunakan fasilitas medis sebagai pusat komando untuk merencanakan dan melancarkan serangan terhadap tentara serta wilayah Israel. Namun tuduhan itu dibantah oleh kelompok Palestina tersebut.

    Rumah Sakit Al-Ahli sebelumnya mengalami kerusakan parah akibat ledakan di tempat parkirnya pada 17 Oktober 2023, yang menyebabkan puluhan orang tewas.

    Israel disebut bertanggung jawab atas ledakan tersebut namun kemudian dibantah oleh Israel. Israel menyalahkan roket yang salah tembak dari kelompok Islamic Jihad atas ledakan itu, klaim itu disebut didukung oleh Amerika Serikat.

    Pada 28 Maret, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 22 dari 36 rumah sakit di Gaza hanya berfungsi sebagian.Perang di Gaza pecah setelah serangan Hamas pada Oktober 2023 terhadap Israel yang mengakibatkan 1.218 orang tewas, menurut penghitungan AFP berdasarkan data resmi Israel.

    Kementerian Kesehatan Gaza pada hari Sabtu menyebutkan sedikitnya 1.563 warga Palestina tewas sejak 18 Maret ketika gencatan senjata runtuh, sehingga jumlah total korban tewas sejak awal perang mencapai 50.933 jiwa.

    (knv/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Mulai Melunak, Kini ‘Ngarep’ Bisa Nego soal Tarif dengan China

    Trump Mulai Melunak, Kini ‘Ngarep’ Bisa Nego soal Tarif dengan China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang kembali mencapai puncaknya, Presiden Donald Trump ‘melunak’ dan menyatakan tetap optimistis bahwa kedua negara masih bisa mencapai kesepakatan tarif.

    Pernyataan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam konferensi pers, hanya beberapa jam setelah Tiongkok menaikkan tarif atas produk-produk asal AS menjadi 125%, dari sebelumnya 84%.

    Langkah terbaru Beijing ini merupakan bentuk retaliasi paling tajam sejauh ini terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump dalam beberapa bulan terakhir. Meskipun eskalasi ini meningkatkan ketegangan, Gedung Putih menegaskan bahwa pintu negosiasi tetap terbuka.

    “Presiden telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa beliau terbuka untuk mencapai kesepakatan dengan China,” ujar Leavitt, dikutip dari Fox Business. “Presiden sangat optimistis bahwa kesepakatan dapat tercapai.”

    Menurut Leavitt, Trump siap memberikan sikap terbuka dan ramah jika Beijing bersedia menyusun langkah konkret menuju kompromi dagang. Namun, ia juga menekankan bahwa langkah balasan yang terus berlanjut dari pihak China tidak akan menguntungkan mereka sendiri.

    “Presiden … akan bersikap bijak jika China berniat membuat kesepakatan dengan Amerika Serikat. Namun, jika China terus melakukan retaliasi, itu bukan langkah yang baik bagi China,” lanjutnya.

    “Amerika Serikat adalah ekonomi terkuat dan terbaik di dunia, seperti yang terbukti dari lebih dari 75 negara yang langsung menghubungi pemerintahan ini untuk menjalin kesepakatan yang menguntungkan.”

    Leavitt menambahkan bahwa tujuan utama Presiden Trump adalah memperjuangkan kepentingan rakyat Amerika dan menciptakan praktik perdagangan yang adil di seluruh dunia.

    Ketika ditanya apakah Trump menunggu langkah pertama dari China dalam pembicaraan dagang ini, Leavitt menolak memberikan pernyataan spesifik.

    “Saya tidak akan mengomentari komunikasi yang sedang atau mungkin tidak sedang berlangsung,” katanya.

    Namun demikian, ia menegaskan bahwa tim keamanan nasional AS siap untuk memfasilitasi dimulainya diskusi bilateral antara kedua negara. Leavitt juga menjanjikan bahwa pihak Gedung Putih akan menyampaikan perkembangan terbaru secara terbuka.

    “Seperti biasa, demi keterbukaan, kami akan memberikan pembaruan seiring dengan berjalannya proses ini,” ucapnya.

    Ketegangan antara AS dan China terkait tarif impor telah berlangsung sejak masa jabatan pertama Presiden Trump, dan semakin membara dalam beberapa bulan terakhir setelah ia menerapkan tarif timbal balik yang menyasar produk-produk China dengan tarif hingga 145%. Langkah itu menuai kekhawatiran global atas dampak terhadap rantai pasok internasional dan stabilitas ekonomi.

    Sementara itu, berbagai negara lain juga tengah berupaya menavigasi ketidakpastian perdagangan global dengan memperkuat diplomasi ekonomi mereka. Namun bagi pemerintahan Trump, tekanan terhadap China tampaknya merupakan bagian dari strategi lebih luas untuk memaksa perubahan dalam praktik dagang yang dianggap tidak adil.

    (luc/luc)

  • Ahli Ungkap Dampak pada Tubuh Jika Kebanyakan Duduk, Bisa Picu Penyakit Ini

    Ahli Ungkap Dampak pada Tubuh Jika Kebanyakan Duduk, Bisa Picu Penyakit Ini

    Jakarta

    Terlalu banyak duduk atau kurang gerak (mager) ternyata berdampak sangat buruk bagi kesehatan. Menurut ahli jantung dari NYU Langone, Stephen Williams, kebiasaan malas bergerak bisa sama berbahayanya dengan kebiasaan merokok.

    Stephen menjelaskan aktivitas fisik atau olahraga merupakan faktor penting dalam menjaga kesehatan. Aktivitas fisik bermanfaat untuk mengelola berat badan, menurunkan tekanan darah, menjaga kadar kolesterol tetap stabil, memperkuat tulang dan otot, serta membantu mengurangi peradangan dalam tubuh.

    Aktivitas fisik juga meningkatkan fungsi otak yang berkaitan penurunan stres, kecemasan, dan depresi.

    Berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, kurang dari sepertiga orang dewasa yang beraktivitas fisik sedang 150 menit tiap minggu. Selain itu, sebanyak satu dari empat orang dewasa duduk lebih dari 8 jam sehari.

    Sementara itu menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sekitar 33,5 persen orang Indonesia menghabiskan duduk lebih dari 6 jam tiap hari.

    Terlalu banyak duduk dikaitkan dengan masalah penyakit jantung, diabetes, peningkatan berat badan, depresi, hingga beberapa jenis kanker. Faktanya, sebuah penelitian bahkan menemukan adanya keterkaitan antara duduk terlalu lama dengan peningkatan risiko kematian dini.

    “Gaya hidup yang tidak banyak bergerak kini dianggap sebagai ‘gaya hidup merokok baru’. Seburuk itu,” kata Williams dikutip dari Mirror, Minggu (13/4/2025).

    “Jika Anda telah berkonsultasi dengan dokter dan diizinkan untuk aktif, penting untuk melakukan aktivitas fisik setiap hari,” sambungnya.

    Williams menekankan masyarakat tidak perlu pergi ke gym selama berjam-jam atau berlari jarak jauh setiap hari. Menjaga kesehatan bisa dilakukan sesederhana dengan berolahraga minimal 30 menit sehari.

    “Jika Anda benar-benar tidak banyak bergerak, bahkan berjalan-jalan pun bermanfaat,” kata Williams.

    Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari jalan kaki, kecepatan bisa ditingkatkan seperti jalan buru-buru. American Heart Association menyarankan jalan kaki setidaknya 4 km/jam untuk meningkatkan intensitas.

    (avk/suc)

  • Perundingan Nuklir Iran-AS di Oman Berakhir Positif, Sepakat Bertemu Lagi

    Perundingan Nuklir Iran-AS di Oman Berakhir Positif, Sepakat Bertemu Lagi

    Tehran

    Delegasi dari Amerika Serikat (AS) dan Iran sepakat untuk menggelar pembicaraan lanjutan pekan depan setelah menyelesaikan negosiasi nuklir secara ‘tidak langsung’ di ibu kota Oman, Muscat. Kementerian Luar Negeri Iran menggambarkan pertemuan tersebut berlangsung dalam suasana yang konstruktif dan saling menghormati.

    Dilansir Aljazeera, Minggu (13/4/2025), Utusan Khusus Steve Witkoff memimpin delegasi AS, sementara delegasi Iran dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi. Abbas didampingi oleh wakil menteri urusan politik Majid Takht-Ravanchi, wakil menteri urusan internasional Kazem Gharibabadi, serta juru bicara Kementerian Luar Negeri Esmail Baghaei.

    Gedung Putih mengeluarkan pernyataan bahwa pembicaraan tersebut ‘positif dan konstruktif’. Kedua pihak sepakat untuk bertemu kembali pada pekan depan.

    “Isu-isu ini sangat rumit, dan komunikasi langsung yang dilakukan oleh Utusan Khusus Witkoff hari ini merupakan langkah maju untuk mencapai hasil yang saling menguntungkan,” bunyi pernyataan tersebut.

    Sementara itu, Presiden AS Donald Trump dan para pejabatnya sebelumnya menegaskan bahwa pembicaraan akan dilakukan secara ‘langsung’ dan ‘dalam ruangan yang sama’, namun Teheran menekankan bahwa negosiasi akan tetap berlangsung secara tidak langsung.

    Editor diplomatik Al Jazeera, James Bays, mengutip sumber yang dekat dengan proses negosiasi, menyebut bahwa kedua pihak diminta untuk menyiapkan dokumen posisi yang merinci area-area yang dianggap penting untuk dibahas serta garis merah mereka masing-masing.

    Sesaat sebelum pembicaraan dimulai, Presiden AS Donald Trump kembali memperingatkan Teheran mengenai kemungkinan aksi militer jika kesepakatan tidak tercapai.

    “Saya ingin mereka tidak memiliki senjata nuklir. Saya ingin Iran menjadi negara yang luar biasa, hebat, dan bahagia, tetapi mereka tidak boleh memiliki senjata nuklir,” kata Trump kepada wartawan di atas pesawat Air Force One dalam perjalanannya menuju Florida pada Jumat malam.

    “Kami telah sangat jelas bahwa Iran tidak akan pernah memiliki senjata nuklir, dan saya pikir itulah yang mendorong pertemuan ini,” kata Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada hari Kamis.

    (knv/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Wamen BUMN Respons soal Tarif Trump, Akui Sebagai Tantangan

    Wamen BUMN Respons soal Tarif Trump, Akui Sebagai Tantangan

    Jakarta

    Wakil Menteri (Wamen) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aminudin Ma’ruf menanggapi terkait tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Diketahui, Indonesia terkena tarif impor sebesar 32%.

    Aminudin mengatakan tarif Trump tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi BUMN salah satunya dalam melakukan revitalisasi industri.

    “(Dampak tarif Trump terhadap BUMN menjadi) tantangan bagi kita untuk kita lebih revitalisasi industri,” kata Aminudin usai acara Dharma Santi BUMN 2025 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Diketahui, Trump menerapkan tarif resiprokal ke lebih dari 60 negara mitra dagang yang memiliki surplus atau yang dianggap memanfaatkan pasar AS secara tidak adil. Indonesia terkena tarif sebesar 32%.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kebijakan itu dapat memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3% hingga 0,5%.

    Sri Mulyani pun menyambut baik jeda 90 hari yang diberikan Trump kepada berbagai negara yang terkena tarif impor tinggi, termasuk Indonesia. Keputusan itu dinilai dapat memberi waktu untuk membicarakan solusi guna mengurangi risiko kebijakan tarif terhadap pertumbuhan ekonomi.

    “Situasi terkini yang diperkirakan, sebelum jeda, dapat mengurangi potensi pertumbuhan kita antara 0,3% hingga 0,5% dari PDB. Jeda 90 hari dalam penerapan pungutan tersebut memberikan waktu untuk membahas solusi,” kata Sri Mulyani dikutip dari Reuters, Kamis (10/4).

    Sri Mulyani menyebut Indonesia akan memanfaatkan jeda 90 hari untuk menyusun kerangka kerja sama dan bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk meningkatkan ketahanan kawasan tersebut. Tawaran yang sedang direncanakan di antaranya peningkatan impor dari AS dan prosesnya yang lebih mudah, hingga pemotongan pajak.

    “Di tengah tekanan tarif sepihak dari AS, Indonesia tidak hanya merespons secara bilateral, tetapi juga memilih membangun solidaritas regional sebagai upaya memperkuat posisi tawar kolektif. Kerangka kerja sama ini harus diwujudkan dalam agenda konkret seperti penguatan rantai pasok regional, harmonisasi standar industri dan perluasan pasar intra ASEAN agar tidak berhenti pada retorika diplomatik,” ucapnya.

    Sebagai informasi, AS merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga Indonesia, di mana tahun lalu nilainya mencapai US$ 26,3 miliar. Hal itu membuat penerapan tarif resiprokal Trump sebesar 32% dapat memberikan tekanan besar terhadap perekonomian Indonesia.

    (aid/kil)

  • AS & China Perang Dagang, Menkeu Era SBY Sebut Bakal Terjadi Hal Ini

    AS & China Perang Dagang, Menkeu Era SBY Sebut Bakal Terjadi Hal Ini

    Jakarta

    Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri menyoroti perang dagang yang terjadi antara Amerika-China. Saat ini AS menetapkan tarif 145% untuk semua produk dari China, sementara China membalas dengan menerapkan tarif 125% untuk produk yang masuk ke negaranya.

    Chatib mengatakan, jika AS benar-benar mematok tarif tersebut terhadap produk China maka dalam 3 bulan setelahnya tidak akan ada lagi produk China di AS. Hal ini lantaran biaya yang bakal dikeluarkan oleh pengusaha China lebih besar dibandingkan keuntungannya.

    “Kalau Amerika menerapkan tarif 104% terhadap produk China, maka dalam waktu 3 bulan tidak akan ada lagi produk Cina di Amerika. Karena transportation cost-nya lebih mahal daripada profit margin yang mereka lakukan,” kata Chatib dalam Panel Discussion yang diselenggarakan oleh The Yudhoyono Institute di Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    “Maka kekhawatiran saya, mudah-mudahan saya salah, dalam 3 bulan stok akan habis dan akan terjadi situasi seperti Covid di Amerika, ketika stok mereka itu tidak terjadi,” tambahnya.

    Chatib menambahkan kondisi ini bakal menimbulkan perlawanan dari kebijakan tersebut yang menimbulkan inflasi yang tinggi.

    Jika hal tersebut terjadi, Chatib pesimis bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed/Fed urung untuk menurunkan suku bunga. Hal ini akan memungkinkan nilai tukar dolar akan mengalami penguatan kepada nilai tukar mata uang negara lainnya.

    “Kalau Amerika tidak bisa menurunkan bunga, maka ada kemungkinan bahwa nilai tukar dolar itu akan mengalami penguatan. Ini akan punya pengaruh pada berbagai negara,” katanya.

    Chatib mengatakan langkah Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif ke berbagai negara tidak akan bisa dilihat dari perspektif makro ekonomi, namun harus melihat dalam konsep Bayesian Game. Ia menjelaskan konsep tersebut ojektifnya itu bukan menyelesaikan trade balance, tapi memaksa semua negara untuk datang dan negosiasi dengan Trump.

    “Karena dengan itu, maka mereka Amerika Serikat, bisa melakukan deal. Dan itu sampai sejauh ini, saya kira Amerika Serikat berhasil. Kecuali dengan Cina, karena kalau kita lihat di dalam Bayesian Game itu, Trump bisa menggunakan posisi sebagai hawkish, dia akan pasti atau dia willing to negotiate. Di dalam posisi Cina, kalau dia melihat bahwa Trump agak ragu-ragu, dia akan negotiate,” katanya.

    “Tetapi kalau dia melihat bahwa Trump itu sangat firm dengan kebijakannya, maka yang dilakukan adalah dia retaliasi. Kalau retaliasi ini, ini berbahaya. Kenapa? Karena efeknya tadi Ibu Marie mengatakan, bahwa akan ada slowdown dari global growth,” tambahnya.

    (kil/kil)

  • Impor Trump: Apa Saja Dampaknya bagi Negara Berkembang? – Halaman all

    Impor Trump: Apa Saja Dampaknya bagi Negara Berkembang? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, memicu peringatan serius dari Badan Perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai potensi bencana ekonomi yang dapat melanda negara-negara berkembang, khususnya di kawasan Asia dan Afrika.

    Kebijakan ini, yang resmi diberlakukan pada awal April, memiliki implikasi yang jauh lebih luas bagi perekonomian global.

    Apa yang Terjadi dengan Kebijakan Tarif Trump?

    Pada awal April, Donald Trump menerapkan kebijakan tarif resiprokal kepada 180 negara.

    Meskipun ada pengumuman penundaan selama 90 hari untuk tarif tinggi terhadap 56 negara, risiko masih tetap ada.

    Kebijakan ini berpotensi membuat barang-barang yang tidak diproduksi di Amerika Serikat terkena pajak tambahan, yang tentu saja akan meningkatkan biaya barang impor ke pasar AS.

    Menurut Pusat Perdagangan Internasional (International Trade Center/ITC), kebijakan ini dapat menyebabkan perdagangan global menyusut antara 3 persen hingga 7 persen.

    Lebih jauh lagi, produk domestik bruto (GDP) global diproyeksi merosot sekitar 0,7 persen, dengan negara-negara berkembang menjadi yang paling terkena dampak.

    Apa Dampaknya pada Ekonomi Negara Berkembang?

    Kebijakan tarif ini berpotensi menghentikan keuntungan ekonomi yang telah diraih oleh negara-negara berkembang dalam beberapa tahun terakhir.

    Coke-Hamilton menegaskan, “Tarif dapat memiliki dampak yang jauh lebih berbahaya daripada pencabutan bantuan asing.”

    Ini karena banyak negara berkembang sangat bergantung pada ekspor produk seperti tekstil, elektronik, baja, dan produk pertanian ke pasar AS.

    Namun, dengan adanya tarif tinggi, harga barang yang dijual ke AS menjadi lebih mahal, yang pada gilirannya mengurangi permintaan terhadap barang-barang tersebut.

    Ketidakpastian yang ditimbulkan akibat perang dagang yang disebabkan oleh kebijakan Trump berpotensi menghancurkan arus investasi asing ke negara-negara berkembang.

    Investor mungkin mulai menjauhi kawasan-kawasan yang terdampak oleh ketegangan perdagangan ini, menciptakan tantangan baru bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

    Negara Mana Saja yang Paling Terkena Dampak?

    Beberapa negara paling kurang berkembang yang berpotensi terdampak dari kebijakan tarif ini terletak di kawasan Asia Tenggara dan Afrika, termasuk Lesotho, Kamboja, Laos, Madagaskar, dan Myanmar.

    Bangladesh, sebagai eksportir pakaian jadi terbesar kedua di dunia, juga diprediksi akan kehilangan hingga 33 miliar dollar jika tarif AS sebesar 37 persen tetap berlaku setelah masa jeda 90 hari.

    Madagaskar, yang sangat bergantung pada industri tekstil dan garmen sebagai pendorong utama ekonominya, juga akan mengalami dampak serupa.

    Selama bertahun-tahun, Madagaskar mendapatkan akses bebas tarif ke pasar AS melalui program African Growth and Opportunity Act (AGOA).

    Namun, sejak 2 April, penerapan tarif impor membuat sekitar 80 persen produk tekstil dan pakaian jadi yang diproduksi di negara itu tidak dapat lagi diekspor ke AS.

    Peningkatan tarif impor yang diberlakukan oleh AS dapat menciptakan efek domino yang merugikan bagi negara-negara berkembang, di mana perekonomian mereka banyak bergantung pada ekspor.

    Kebijakan ini tidak hanya memengaruhi perdagangan internasional tetapi juga menciptakan ketidakpastian yang dapat menurunkan arus investasi.

    Oleh karena itu, perluasan diskusi mengenai efek jangka panjang dari kebijakan ini harus menjadi perhatian bagi para pemangku kepentingan di seluruh dunia, demi menjaga stabilitas ekonomi global.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • China Berani Tantang Trump, “Great Depression” Terulang Kembali di AS?

    China Berani Tantang Trump, “Great Depression” Terulang Kembali di AS?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Potensi gejolak global akibat perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China bisa berdampak serius jika keduanya terus melakukan serangan belasan tarif.

    Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) sekaligus mantan Menteri Keuangan RI ke-28, Chatib Basri mengatakan bahwa diantara salah satunya melakukan retaliasi, maka hal ini dapat berbahaya, karena dapat memunculkan kembali depresi ekonomi yang cukup besar.

    “Kalau AS-China terus saling perang tarif, maka bisa berujung pada retaliasi. Ini sangat berbahaya, karena akan ada efek slow down ekonomi, parahnya mungkin akan terjadi Great Depression lagi,” kata Chatib dalam diskusi panel The Yudhoyono Institute dengan tema Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Chatib pun menggambarkan kondisi Great Depression yang pernah terjadi pada 1930 silam, di mana krisis ini terjadi karena salah satu negara melakukan retaliasi.

    “Great Depression tahun 1930 itu terjadi karena retaliasi dari sebuah negara. Beggar thy neighbor yang kita sebut. Akibatnya global trade-nya jatuh, ekspor turun, karena ekspor turun, investasi pun turun, PDB turun, konsumsi turun, terjadilah Great Depression pada waktu itu,” tambah Chatib.

    Pihaknya pun mengatakan bahwa sangat penting untuk mencegah suatu negara melakukan retaliasi, karena dampaknya cukup masif.

    “Jadi upaya untuk mengatasi retaliasi itu menjadi sangat penting, karena dampaknya luar biasa,” ujar Chatib.

    (luc/luc)

  • Tarif Impor Trump Bawa Bencana Buruk Bagi Negara Berkembang, Asia dan Afrika Paling Terdampak – Halaman all

    Tarif Impor Trump Bawa Bencana Buruk Bagi Negara Berkembang, Asia dan Afrika Paling Terdampak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Badan Perdagangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan negara-negara berkembang untuk bersiap menghadapi bencana ekonomi dahsyat imbas tarif impor yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.

    Seperti diketahui pada awal April ini, Presiden AS Donald Trump secara resmi memberlakukan kebijakan tarif resiprokal kepada 180 negara di berbagai belahan dunia.

    Namun secara mengejutkan Trump mengumumkan bahwa pemberian tarif tinggi terhadap 56 negara  ditunda selama 90 hari. Kendati telah ditunda, namun kebijakan tersebut berpotensi membuat semua barang yang tidak dibuat di Amerika Serikat akan dikenakan pajak tambahan.

    Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan biaya barang yang akan di dijual ke pasar AS, termasuk berbagai produk asing yang berasal dari negara-negara berkembang asal Asia.

    The International Trade Center (ITC) atau Pusat Perdagangan Internasional menyebutkan bahwa kebijakan tarif Trump dapat berimbas pada perdagangan global yang dapat menyusut 3 persen hingga 7 persen.

    Selain itu produk domestik bruto global (global gross domestic bruto) atau GDP diproyeksi merosot 0,7 persen, dengan negara-negara berkembang menjadi yang paling terkena dampak, kata Pusat Perdagangan Internasional (ITC).

    “Ini sangat besar. Jika eskalasi antara China dan AS ini berlanjut, ini akan mengakibatkan pengurangan perdagangan antara kedua negara hingga 80 persen, dan efek berantainya secara menyeluruh dapat menjadi bencana besar,” kata Direktur Eksekutif Pusat Perdagangan Internasional Pamela Coke-Hamilton kepada Reuters, dikutip dari Reuters.

    Tak sampai disitu, Coke-Hamilton menyebut bahwa negara-negara berkembang juga berisiko mengalami kemunduran dari keuntungan ekonomi yang telah mereka peroleh dalam beberapa tahun terakhir.

    “Tarif dapat memiliki dampak yang jauh lebih berbahaya daripada pencabutan bantuan asing,” jelasnya.

    Ancaman ini dilontarkan bukan tanpa alasan, pasalnya banyak negara berkembang yang menggantungkan perekonomian mereka pada ekspor barang seperti tekstil, elektronik, baja, dan produk pertanian ke pasar AS.

    Akan tetapi setelah Trump memberlakukan tarif tinggi, barang-barang yang akan dijual ke AS dibanderol menjadi lebih mahal dari harga sebelumnya. Imbasnya permintaan barang dari negara berkembang akan menurun karena konsumen dan perusahaan AS mencari alternatif domestik atau dari negara yang tidak terkena tarif.

    Alhasil ekspor dari negara berkembang terhambat, berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Selain itu ketidakpastian akibat perang dagang yang dipicu oleh kebijakan Trump dapat memukul arus investasi asing ke negara berkembang, menyebabkan investor asing mulai menghindari kawasan yang terdampak ketegangan dagang

    Negara yang Terdampak Tarif Trump

    Adapun beberapa negara paling kurang berkembang di dunia yang berpotensi terdampak kebijakan Trump mayoritas dialami oleh negara di wilayah Asia Tenggara dan Afrika, seperti Lesotho, Kamboja, Laos, Madagaskar, dan Myanmar.

    Menyusul yang lainnya Bangladesh yang merupakan eksportir pakaian jadi terbesar kedua di dunia juga berpotensi terdampak, PBB  memperkirakan Bangladesh kehilangan 3,3 miliar  dolar jika tarif AS sebesar 37 persen tetap berlaku setelah jeda 90 hari.

    Hal serupa juga turut dialami Madagaskar yang sangat bergantung pada industri tekstil dan garmen sebagai penggerak utama ekonominya. Selama bertahun-tahun negara ini mendapatkan akses bebas tarif ke pasar AS melalui program AGOA (African Growth and Opportunity Act).

    Namun pada 2 April lalu Trump mulai menetapkan tarif impor, imbasnya sekitar 80 persen produk tekstil dan pakaian jadi buatan pabrik Tiongkok dan India yang ada di Madagaskar tak dapat lagi di ekspor ke AS.

  • Pecco Bagnaia Marah! Performa Sprint Kacau Gara-gara Tangki Bensin

    Pecco Bagnaia Marah! Performa Sprint Kacau Gara-gara Tangki Bensin

    Jakarta

    Francesco ‘Pecco’ Bagnaia kembali harus menelan hasil pahit di sprint MotoGP Qatar. Bukan karena kehilangan kecepatan, tapi karena satu hal yang bikin dia frustrasi: tangki bensin.

    Sempat tampil kuat di sesi latihan hari Jumat, Bagnaia terlihat punya potensi bersaing di barisan depan bersama rekan setimnya, Marc Marquez.

    Namun semuanya berubah saat Sabtu tiba. Ia terjatuh di sesi kualifikasi dan harus memulai sprint dari posisi ke-11 di grid.

    Hasilnya pun mengecewakan. Di Sprint Race Qatar, Bagnaia hanya mampu finis di posisi kedelapan, tertinggal lebih dari 10 detik dari Marquez.

    Dilansir dari Crash, masalah yang dialami Bagnaia sejatinya bukan pada kecepatan, melainkan pada motor Ducati-nya yang terasa berbeda saat sprint.

    Ia menyebut tangki bahan bakar yang digunakan untuk sprint justru mengganggu keseimbangan motor dan menyulitkannya untuk menyalip pembalap lain.

    “Memulai (balap) dari P11, saya mengira akan sedikit kesulitan hari ini di sprint karena sudah tiga musim saya tidak memulai dengan baik di depan dan harus memulai dari belakang, saya jadi kesulitan menyalip pembalap lain,” kata Bagnaia.

    “Satu-satunya perbedaan adalah tangki bahan bakarnya, jadi kami perlu sedikit memperbaikinya. Saya harus memperbaikinya,” ujar Bagnaia kesal.

    Francesco ‘Pecco’ Bagnaia di MotoGP Qatar 2025 Foto: dok. Ducati

    Menurut Bagnaia, tangki khusus yang dipakai di sprint membuatnya kesulitan melakukan pengereman agresif, bahkan saat mencoba menekan lawan di tikungan.

    Namun, ia menegaskan bahwa masalah ini hanya terjadi di sprint. Saat balapan penuh hari Minggu, motornya kembali normal dan bisa tampil kompetitif.

    Di seri sebelumnya, MotoGP Amerika Serikat, Bagnaia tampil apik di balapan utama dan sukses meraih poin penuh tanpa kendala serupa.

    “Itu yang paling bikin marah. Kalau saya bisa lakukan di hari Minggu, seharusnya bisa juga di hari Sabtu (Sprint Race). Tapi kami sedang bekerja mencari solusinya,” tegas Bagnaia.

    Sprint yang buruk di Qatar membuat selisih poinnya dengan Marc Marquez semakin lebar. Kini ia tertinggal 21 poin di klasemen sementara.

    Ia mengaku bersyukur masih bisa membawa pulang dua poin dari hasil sprint, walau sadar itu tak cukup untuk mengejar Marquez.

    “Setidaknya kami dapat dua poin, padahal bisa saja pulang tanpa apa-apa. Tapi jelas, untuk bersaing dengan Marc, hasil seperti ini tidak cukup,” tutup Bagnaia.

    (mhg/rgr)