Negara: Amerika Serikat

  • SBY Ingatkan Isu Ini Tak Kalah Penting dari Perang Dagang AS Vs China

    SBY Ingatkan Isu Ini Tak Kalah Penting dari Perang Dagang AS Vs China

    Jakarta, CNBC Indonesia — Presiden ke-6 RI yang juga Ketua The Yudhoyono Institute Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan bahwa isu dunia saat ini bukan hanya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. 

    Akan tetapi ada sejumlah agenda global yang tidak kalah mendesak untuk diselesaikan, seperti krisis iklim dan kemiskinan global. SBY pun mengkritisi para pemimpin dunia yang dia nilai mulai abai terhadap isu-isu tersebut. 

    “Kita cemas, saya cemas, kalau perhatian para pemimpin dunia, tentu bukan hanya Amerika Serikat dan China, tapi semua pemimpin dunia, makin tidak peduli dari kewajiban internasional yang lain. Misalnya, menyelamatkan bumi kita dari climate disaster, yang menurut saya sekarang makin mencemaskan. No longer climate change, tapi climate crisis,” katanya dalam acara The Yudhoyono Institute dengan tema Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Ia mengingatkan bahwa isu ketimpangan dan kemiskinan dunia adalah pekerjaan rumah bersama umat manusia. Namun, bila perhatian global hanya terfokus pada konflik ekonomi dan kekuatan geopolitik, maka agenda-agenda besar lainnya akan terabaikan.

    “Pendekatan dalam mengatasi persoalan regional melalui geopolitics of power, melalui perang, melalui apa-apa yang merupakan hard power, power politics seperti itu, yang sebetulnya makin menjauh dari kewajiban global yang lain,” jelasnya.

    SBY mendorong agar Indonesia juga tidak tinggal diam. Ia menekankan, politik luar negeri bebas aktif bukan berarti pasif atau enggan bersuara.

    “Kita dari bumi Indonesia harus juga ikut bicara. Jangan diam, politik bebas aktif tidak berarti diam, tidak berarti tidak berpendapat. Tentu kita harus bisa dengan penuh tanggung jawab, dengan tujuan yang baik, ikut menyampaikan pikiran-pikiran kita,” pungkasnya.

    Adapun SBY menilai konflik ekonomi antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan China memang berpotensi mengguncang perekonomian dunia dan menimbulkan dampak yang luas, terutama bagi negara-negara miskin.

    “Saya ingin menyampaikan, sekali terjadi guncangan ekonomi, tidak mudah untuk mengatasinya dan cost-nya sangat tinggi,” kata SBY.

    Ia mengingatkan, perang tarif dan perang dagang bukan sekadar urusan bilateral dua negara, melainkan isu global yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia, menaikkan angka pengangguran, bahkan memicu krisis kematian di negara-negara rentan.

    “Bagaimana kalau pertumbuhan global menurun, bagaimana kalau pengangguran meledak di mana-mana, bagaimana kalau inflasi terjadi di seluruh belahan dunia, bagaimana nasib negara-negara miskin, bagaimana kalau death crisis,” ujarnya prihatin.

    SBY juga mengajak dunia internasional untuk tidak tinggal diam. Ia menekankan pentingnya partisipasi global untuk meredam ketegangan dan mencari solusi bersama.

    “Mengapa tidak kalau kita menjadi bagian dari solusi. Katakan sesuatu, lakukan sesuatu, agar ini tidak makin menjadi-jadi,” ucap dia.

    Ia pun menyadari tidak semua negara memiliki kapasitas penuh untuk mengubah keadaan, tetapi baginya, upaya sekecil apapun tetap penting. “Paham, kita juga memiliki batas kemampuan, tapi kenapa kita tidak coba dengan sebaiknya? Untuk apa yang bisa kita lakukan menyelamatkan perekonomian dunia yang dipicu dari perang tarif dan perang dagang sekarang ini,” sambungnya.

    (mkh/mkh)

  • Chatib Basri Sebut Tarif Trump Tak Berdampak Besar ke Pasar Obligasi RI

    Chatib Basri Sebut Tarif Trump Tak Berdampak Besar ke Pasar Obligasi RI

    Jakarta

    Mantan Menteri Keuangan RI ke-28 yang juga Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri menilai kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif timbal balik (Reciprocal Tarif) sebesar 32% ke Indonesia tidak akan memberikan dampak yang besar terhadap pasar obligasi Indonesia. Meskipun saat ini pengenaan tarif tersebut masih ditangguhkan oleh Presiden Trump.

    “Efek dari bond market (pasar obligasi) di Indonesia itu juga mungkin limited,” kata Chatib dalam Panel Discussion yang diselenggarakan oleh The Yudhoyono Institute di Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Chatib menjelaskan pasar obligasi Indonesia masih dalam kondisi aman di tengah kebijakan tarif trump tersebut. Hal ini lantaran kepemilikan asing atas obligasi pemerintah Indonesia hanya sekitar 14%.

    Ia menjelaskan, jika seluruh investor asing menarik dananya sekalipun, dampaknya sangat terbatas lantaran sebagian besar obligasi dimiliki oleh investor domestik.

    Menurutnya, kondisi pasar obligasi saat ini berbeda dengan pada krisis global tahun 2008, di mana sebagian besar obligasi dimiliki oleh investor asing. Sehingga akan keluarnya dana asing akan menimbulkan tekanan yang besar bagi pasar obligasi Indonesia.

    “Tidak seperti yang kita alami di tahun misalnya 2008, Pak. Jadi pada waktu Pak SBY memimpin kita menghadapi global financial crisis, saya mesti mengatakan bahwa situasi saat itu sebetulnya jauh lebih berat dibandingkan dengan situasi yang kita hadapi. Dan saat itu Indonesia masih bisa tumbuh di 4,6%.

    Chatib menambahkan, dampak negatif kebijakan tarif Trump juga terbatas terhadap ekspor Indonesia. Ia mengatakan, kontribusi ekspor Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional hanya sebesar 22%, di mana porsi ekspor ke AS juga hanya sekitar 10%.

    “Ekspor kita ke Amerika itu 10%, jadi kalau terhadap PDB itu berarti 10% dari 22%, berarti hanya 2,2%. Jadi meski dalam skenario terburuk pun, itu efeknya 2,2% dari GDP,” katanya.

    Meski begitu, ia menampik ada sejumlah sektor yang terdampak tarif trump. Misalnya ada sejumlah produk tekstil dan produk tekstil, alas kaki, palm oil, karet, furnitur, dan udang.

    “Walaupun 2,2% itu punya dampak kepada sektor industri, terutama manufacturing, apakah itu tekstil dan produk tekstil, produk elektronik, dan alas kaki. Dan ini akan punya impack kepada kita,” katanya.

    (rrd/rrd)

  • Kebijakan Tarif Trump Bisa jadi Momentum Berharga bagi Indonesia, untuk Apa? – Page 3

    Kebijakan Tarif Trump Bisa jadi Momentum Berharga bagi Indonesia, untuk Apa? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pada 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggemparkan dunia dengan pengumuman kebijakan tarif impor AS yang baru ke banyak negara. Kemudian secara tiba-tiba dia kembali mengumumkan penundaan tarif impor ke banyak negara hingga 90 hari kecuali bagi China.

    Terkait kebijakan tarif Donald Trump, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Aminuddin Ma’ruf mengatakan ini menjadi tantangan bagi Indonesia dan momentum untuk revitalisasi industri.

    “Tantangan bagi kita untuk momentum untuk kita lebih revitalisasi industri,” kata Aminuddin kepada wartawan usai menghadiri acara Dharma Santi Nyepi BUMN 2025 di Gedung Sasono Utomo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu, (13/4/2025). 

    Pada kesempatan yang sama, Aminuddin menuturkan terkait Inbreng saham BUMN ke Danantara masih berproses. 

    “Proses ya, pada saatnya nanti semua kecuali perum.” ujar Aminuddin. 

    Perseroan Terbatas yang Masuk Terlebih Dahulu

    Sebelumnya, Aminuddin menegaskan, nantinya baru BUMN berstatus Perseroan Terbatas (PT) atau persero yang masuk ke Danantara lebih dahulu. Sementara itu, BUMN dalam bentuk Perusahaan Umum (Perum) belum akan dipindahkan.

    Dia mengatakan, nasib BUMN Perum masih dibahas oleh Kementerian BUMN. Ada opsi agar Perum ditransformasi jadi PT atau dikembalikan kementerian teknis menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

    “Masih kita bahas, ada beberapa opsi untuk yang di perum itu. Bisa kita naikkan statusnya jadi persero. Bisa juga kita kembalikan ke kementerian teknis untuk jadi BLU. Tapi belum diputuskan seperti apa,” ujarnya ditemui disela-sela peresmian Kawasan Ekonomi Khusus Industropolis Batang, Jawa Tengah, ditulis Jumat (21/3/2025).

    Kendati proses inbreng saham dilakukan dalam waktu singkat, Amin memastikan kegiatan operasial BUMN tidak akan terganggu.

     

     

     

     

  • Negara-negara Korban Tarif Trump Harus Ajukan Gugatan ke WTO

    Negara-negara Korban Tarif Trump Harus Ajukan Gugatan ke WTO

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arrmanatha Nasir menyatakan kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sudah sewajarnya dibawa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) oleh negara-negara yang terkena dampaknya.

    “Kalau kita masih berkomitmen kepada sistem multilateral, semestinya kita (negara-negara korban tarif AS) ramai-ramai membawa AS ke WTO karena yang dilakukan oleh Presiden Trump melanggar prinsip-prinsip WTO,” ungkap Wamenlu di Jakarta, Minggu (13/4/2025), dilansir dari Antara.

    Alih-alih menempuh jalur multilateral, negara-negara yang terancam tarif tinggi dari AS justru memilih pendekatan bilateral. Contohnya, Vietnam memberikan konsesi berupa tarif 0%, dan Indonesia sendiri berencana mengirim delegasi untuk bernegosiasi langsung dengan pihak AS.

    Arrmanatha menilai bahwa tindakan AS juga melanggar prinsip perlakuan yang sama bagi seluruh anggota WTO (most-favoured nation), terutama karena Washington menerapkan tarif yang sangat tinggi terhadap produk asal Tiongkok.

    Tak hanya itu, permintaan AS agar Indonesia menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) guna memperoleh keringanan tarif dinilai bertentangan dengan prinsip national treatment WTO, yang menjunjung kesetaraan perlakuan antara produk domestik dan impor.

    Menurutnya, pendekatan kolektif untuk menggugat AS akan lebih kuat secara hukum dan politis karena mencerminkan solidaritas antarnegara dan komitmen pada sistem perdagangan global yang adil.

    Pada awal April, Presiden Trump menandatangani dekrit yang menetapkan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif hingga 32%. Namun, saat aturan ini seharusnya mulai berlaku pada 9 April, hanya tarif dasar sebesar 10% yang akhirnya diterapkan untuk sementara selama 90 hari.

    Meski demikian, AS tetap memberlakukan tarif tambahan hingga 145% terhadap produk dari Tiongkok, yang dibalas Beijing dengan tarif hingga 125% atas barang asal AS.

    Sementara itu, dalam pertemuan Dewan Perdagangan Barang WTO, sekitar 20 negara anggota telah mengkritik kebijakan tarif impor Trump. Negara-negara tersebut termasuk Tiongkok, Kanada, Jepang, Inggris, Norwegia, Australia, Selandia Baru, Singapura, dan Swiss.

  • Wamenlu Sebut Trump Lagi Cari Rp5,54 Kuadriliun Lewat Tarif Impor

    Wamenlu Sebut Trump Lagi Cari Rp5,54 Kuadriliun Lewat Tarif Impor

    Jakarta

    Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arrmanatha Christiawan Nasir mengatakan, dalih menghidupkan kembali manufaktur dan menekan defisit perdagangan dibalik penetapan tarif tinggi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, tidak tepat.

    Arrmanatha mengatakan, AS berupaya menekan income tax atau pajak pendapatan. Hal itu ia ungkap berdasarkan manifesto strategi perdagangan AS 2025 yang ditulis oleh sosok di sekeliling Trump, salah satunya penasihat ekonomi Gedung Putih Peter Navarro.

    Hal ini sejalan dengan kebijakan yang diambil Trump pada awal kepemimpinan di struktur pemerintahan. Kala itu, Trump memangkas pekerja pemerintahan yang berdampak pada turunnya income tax di AS.

    “Untuk mengganti pendapatan ini, salah satu targetnya adalah dengan import duties,” kata Arrmanatha dalam acara The Yudhoyono Institute di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Melalui tarif impor yang di atas 10% yang ditetapkan Trump ke puluhan negara, Arrmanatha menyebut AS mendapat tambahan pendapatan sebesar US$330 miliar atau sekitar Rp5,54 kuadriliun (asumsi Rp16.800).

    “Kalau kita hitung ini, bahwa Trump ini menerapkan 10% across the board buat semua negara, itu pendapatan tambahan US$330 miliar per tahun,” ungkapnya.

    “Kalau kita menganalisa bahwa strategi tarifnya Trump ini untuk melindungi manufacturing atau menbuhkan kembali manufacturing, mungkin kurang tepat. Mungkin justru yang dia lakukan selama ini adalah mencari uang agar mereka bisa menurunkan income tax karena emang itu kebijakan dari conservative movement,” tambahnya.

    Begitu Trump menerapkan puluhan negara dengan tarif impor yang tinggi, kata Arrmanatha, semua negara bernegosiasi dengan AS. Padahal, kebijakan tersebut banyak melanggar aturan World Trade Organization (WTO).

    Pasalnya, negara-negara yang bernegosiasi dengan AS terkait tarif impor memberikan berbagai insentif. Padahal, semua insentif yang ditawarkan puluhan negara ke Trump merupakan bonus bagi perdagangan AS.

    “Yang ditawarkan oleh negara-negara ini, itu adalah bonus buat dia. Negara yang mau beli barang ini, barang itu dari Amerika itu bonus buat dia. Padahal yang bisa dilakukan sama negara di seluruh dunia ini, adalah apa? Kalau kita masih comitate kepada sistem multilateral, rame-rame membawa Amerika ke WTO,” tutupnya.

    (rrd/rrd)

  • Ini Kecemasan SBY Soal Perang Dagang AS Vs China

    Ini Kecemasan SBY Soal Perang Dagang AS Vs China

    Jakarta, CNBC Indonesia — Presiden ke-6 RI yang juga Ketua The Yudhoyono Institute, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan kecemasannya terhadap eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terus memanas.

    Menurutnya, konflik ekonomi dua negara adidaya ini berpotensi mengguncang perekonomian dunia dan menimbulkan dampak yang luas, terutama bagi negara-negara miskin.

    “Saya ingin menyampaikan, sekali terjadi guncangan ekonomi, tidak mudah untuk mengatasinya dan cost-nya sangat tinggi,” kata SBY dalam acara The Yudhoyono Institute dengan tema Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Ia mengingatkan, perang tarif dan perang dagang bukan sekadar urusan bilateral dua negara, melainkan isu global yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia, menaikkan angka pengangguran, bahkan memicu krisis kematian di negara-negara rentan.

    “Bagaimana kalau pertumbuhan global menurun, bagaimana kalau pengangguran meledak di mana-mana, bagaimana kalau inflasi terjadi di seluruh belahan dunia, bagaimana nasib negara-negara miskin, bagaimana kalau death crisis,” ujarnya prihatin.

    SBY juga mengajak dunia internasional untuk tidak tinggal diam. Ia menekankan pentingnya partisipasi global untuk meredam ketegangan dan mencari solusi bersama.

    “Mengapa tidak kalau kita menjadi bagian dari solusi. Katakan sesuatu, lakukan sesuatu, agar ini tidak makin menjadi-jadi,” ucap dia.

    Ia pun menyadari tidak semua negara memiliki kapasitas penuh untuk mengubah keadaan, tetapi baginya, upaya sekecil apapun tetap penting. “Paham, kita juga memiliki batas kemampuan, tapi kenapa kita tidak coba dengan sebaiknya? Untuk apa yang bisa kita lakukan menyelamatkan perekonomian dunia yang dipicu dari perang tarif dan perang dagang sekarang ini,” sambungnya.

    Lebih jauh, SBY juga mengkritisi para pemimpin dunia yang menurutnya mulai abai terhadap agenda-agenda global yang tak kalah mendesak, seperti krisis iklim dan kemiskinan global.

    “Kita cemas, saya cemas, kalau perhatian para pemimpin dunia, tentu bukan hanya Amerika Serikat dan China, tapi semua pemimpin dunia, makin tidak peduli dari kewajiban internasional yang lain. Misalnya, menyelamatkan bumi kita dari climate disaster, yang menurut saya sekarang makin mencemaskan. No longer climate change, tapi climate crisis,” tegasnya.

    Ia mengingatkan bahwa isu ketimpangan dan kemiskinan dunia adalah pekerjaan rumah bersama umat manusia. Namun, bila perhatian global hanya terfokus pada konflik ekonomi dan kekuatan geopolitik, maka agenda-agenda besar lainnya akan terabaikan.

    “Pendekatan dalam mengatasi persoalan regional melalui geopolitics of power, melalui perang, melalui apa-apa yang merupakan hard power, power politics seperti itu, yang sebetulnya makin menjauh dari kewajiban global yang lain,” jelasnya.

    SBY mendorong agar Indonesia juga tidak tinggal diam. Ia menekankan, politik luar negeri bebas aktif bukan berarti pasif atau enggan bersuara.

    “Kita dari bumi Indonesia harus juga ikut bicara. Jangan diam, politik bebas aktif tidak berarti diam, tidak berarti tidak berpendapat. Tentu kita harus bisa dengan penuh tanggung jawab, dengan tujuan yang baik, ikut menyampaikan pikiran-pikiran kita,” pungkasnya.

    (mkh/mkh)

  • Tupperware Resmi Tutup di RI Usai 33 Tahun Beroperasi

    Tupperware Resmi Tutup di RI Usai 33 Tahun Beroperasi

    Jakarta

    Produsen wadah penyimpanan makanan asal Amerika Serikat (AS), Tupperware mengumumkan untuk menutup bisnisnya di Indonesia usai 33 tahun beroperasi. Keputusan itu telah dilakukan per 31 Januari 2025.

    Melalui pengumuman resminya, Tupperware Brands Corporation memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya di sebagian besar negara, termasuk Indonesia. Keputusan ini merupakan bagian dari langkah global perusahaan.

    “Dengan berat hati, kami mengumumkan bahwa Tupperware Indonesia secara resmi telah menghentikan operasional bisnisnya sejak 31 Januari 2025. Keputusan ini adalah bagian dari langkah global perusahaan,” tulis pengumuman di Instagram resmi @tupperwareid, Minggu (13/4/2025).

    Perusahaan menyebut sepanjang 33 tahun beroperasi di Indonesia bukanlah waktu yang singkat. Dalam kurun waktu itu, Tupperware telah menjadi bagian dari dapur, meja makan dan momen berharga keluarga Indonesia.

    “Dari bekal si kecil hingga hantaran penuh cinta, kami bangga telah menemani perjalanan Anda dengan produk yang dirancang untuk menginspirasi gaya hidup sehat, praktis dan modern,” ujar Tupperware Indonesia.

    Tupperware Indonesia juga menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini kepada perusahaan.

    “Setiap perjalanan pasti memiliki akhir. Perjalanan luar biasa kami bersama keluarga Indonesia kini tiba di penghujung jalan,” imbuhnya.

    Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, Tupperware Brands sedang mempersiapkan pengajuan pailit. Rencana tersebut menyusul upaya perusahaan selama bertahun-tahun untuk bertahan di tengah pelemahan permintaan.

    Seiring berjalannya proses bisnis, Tupperware Brands tidak jadi bangkrut karena menempuh opsi menjual bisnisnya kepada kreditur senilai US$ 23,5 juta atau setara Rp 369,68 miliar (kurs Rp15.731). Perusahaan juga melepas bisnisnya kepada kreditur dalam bentuk keringanan utang senilai US$ 63 juta atau setara Rp 990,73 miliar.

    Adapun kreditur utama Tupperware itu ialah Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners dan Bank of America. Mereka akan mendapatkan nama merek Tupperware dan asetnya di pasar inti termasuk AS, Kanada, Meksiko, Brasil, Tiongkok, Korea, India dan Malaysia.

    “Perusahaan berencana untuk menghentikan operasinya di pasar tertentu dan beralih ke model bisnis yang mengedepankan teknologi serta tidak terlalu bergantung pada aset,” kata CEO Tupperware Laurie Ann Goldman dikutip dari Reuters, Sabtu (2/11/2024).

    (aid/rrd)

  • Remaja AS Pemuja Hitler Sudah Siapkan Drone-Peledak untuk Bunuh Trump

    Remaja AS Pemuja Hitler Sudah Siapkan Drone-Peledak untuk Bunuh Trump

    Wisconsin

    Seorang remaja di Wisconsin, Amerika Serikat (AS), ditangkap karena membunuh orang tuanya untuk mendapat uang dan kebebasan membunuh Presiden AS Donald Trump serta menggulingkan pemerintah. Remaja bernama Nikita Casap (17) itu disebut telah menyiapkan drone dan bahan peledak untuk membunuh Trump.

    Dilansir ABC News, Minggu (13/4/2025), Casap ditangkap pada Maret lalu. Dia didakwa dengan dua tuduhan pembunuhan tingkat pertama dan dua tuduhan menyembunyikan mayat.

    Remaja tersebut diduga membunuh ayah tirinya, Donald Mayer (51), dan ibunya, Tatiana Casap (35). Kedua korban ditemukan tewas di dalam rumah mereka oleh Departemen Sheriff Waukesha County pada 1 Maret.

    Otoritas Waukesha County juga menyebut ada dakwaan lain, termasuk pencurian properti senilai lebih dari USD 10.000 (sekitar Rp 168 juta) dan penyalahgunaan identitas untuk mendapatkan uang. Dokumen pengadilan menunjukkan para penyidik sedang menyelidiki dakwaan federal, termasuk konspirasi pembunuhan presiden AS dan penggunaan senjata pemusnah massal.

    “Dia berhubungan dengan pihak lain tentang rencananya untuk membunuh Presiden dan menggulingkan pemerintah Amerika Serikat. Dan dia membayar, setidaknya sebagian, sebuah pesawat nirawak dan bahan peledak untuk digunakan sebagai senjata pemusnah massal untuk melakukan serangan,” kata penyelidik dalam pernyataan tertulis federal.

    “Pihak lain, yang dihubungi Casap, tampaknya mengetahui rencana dan tindakannya dan telah memberikan bantuan kepada Casap dalam melaksanakannya,” menurut surat pernyataan itu.

    Departemen sheriff telah menemukan materi di ponsel remaja tersebut yang terkait dengan ‘The Order of Nine Angles’ atau jaringan individu dengan pandangan ekstremis bermotivasi rasial Nazi baru. Biro Investigasi Federal juga meninjau dokumen yang isinya menyerukan pembunuhan Trump dan dimulainya revolusi untuk ‘menyelamatkan ras kulit putih’.

    Casap hadir di pengadilan pada 9 April untuk sidang pendahuluan atas tuduhan negara bagiannya. Dia belum mengajukan pembelaan dan masih dalam tahanan. Sidang pengadilan berikutnya adalah untuk dakwaan pada tanggal 7 Mei.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AHY Dorong Penguatan Struktur Ekonomi Hadapi Tarif Impor Trump

    AHY Dorong Penguatan Struktur Ekonomi Hadapi Tarif Impor Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan sekaligus Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menanggapi kebijakan tarif impor baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Dalam diskusi panel The Yudhoyono Institute di Jakarta, Minggu (13/4/2025), AHY menyerukan penguatan struktur ekonomi Indonesia agar tetap tangguh di tengah tekanan ekspor global.

    “Ketika ekspor tertekan, pertahanan terhadap pertumbuhan ekonomi harus dilakukan dengan menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga. Di samping itu, kita juga harus terus mendatangkan investasi untuk melanjutkan pembangunan dan membuka lapangan pekerjaan,” kata AHY.

    AHY juga mengutip pesan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa krisis global dapat menjadi peluang untuk mendorong transformasi ekonomi, mempercepat hilirisasi industri, digitalisasi ekonomi, dan transisi menuju ekonomi hijau.

    Menanggapi dampak tarif impor Trump terhadap perdagangan global, AHY mengajak Indonesia untuk aktif dalam diversifikasi pasar ekspor ke kawasan potensial seperti Eropa, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara Global South. Menurutnya, sistem perdagangan global harus tetap nondiskriminatif dan saling menguntungkan.

    AHY juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang menerapkan diplomasi dua jalur (dual track diplomacy) dengan mengirim tim negosiasi ke Washington DC serta membangun komunikasi intensif dengan ASEAN dan pemimpin dunia lainnya.

    “Inilah wajah diplomasi strategis yang adaptif, dan juga tanggap diplomasi yang tidak reaktif, tetapi juga tidak pasif,” puji AHY.

    AHY memperingatkan bahwa kebijakan proteksionis Amerika berpotensi menciptakan fragmentasi blok-blok ekonomi dan politik baru, yang tidak hanya memicu konflik dagang, tetapi juga ketegangan militer dan strategis di kawasan seperti Asia Pasifik, Ukraina, Gaza, Iran, hingga Laut Tiongkok Selatan.

    “Ini bisa menjadi jauh lebih berbahaya. Kita semua harus bersiap dengan skenario terburuk, yaitu pecahnya perang terbuka di sejumlah kawasan,” kata AHY terkait dampak tarif impor Trump.

  • SBY Ungkap Hati-hati “Ngetweet” di Media Sosial sebagai Mantan Presiden: Itu Bagi Saya Etika
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 April 2025

    SBY Ungkap Hati-hati “Ngetweet” di Media Sosial sebagai Mantan Presiden: Itu Bagi Saya Etika Nasional 13 April 2025

    SBY Ungkap Hati-hati “Ngetweet” di Media Sosial sebagai Mantan Presiden: Itu Bagi Saya Etika
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-6 RI
    Susilo Bambang Yudhoyono
    (SBY) mengaku kerap berhati-hati ketika hendak menyampaikan pendapat terkait pemerintahan melalui cuitan (tweet) di media sosial.
    Kehati-hatian ini juga dia terapkan saat Presiden AS
    Donald Trump
    mengumumkan tarif resiprokal atau
    tarif impor
    kepada 180 negara, termasuk Indonesia, yang dikenakan sebesar 32 persen.
    Saat berita itu tersiar, SBY lebih memilih menulis tujuh butir pandangannya mengenai dinamika saat ini, meski tidak dipublikasikan.
    Menurut SBY, berhati-hati melemparkan pendapat di media sosial adalah etika.
    “Di tengah malam saya memanggil staf saya, Kolonel Tumpal, coba saya ingin menulis sesuatu. Tidak akan saya lepas dalam bentuk tweet, karena saya tahu sebagai seorang yang pernah memimpin negeri ini, saya harus hemat bicara dan berhati-hati dalam bicara,” kata SBY saat memberikan
    closing remarks
    dalam diskusi panel terkait Perkembangan dan Dinamika Dunia Terkini di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (13/4/2025).
    SBY mengaku akan memastikan setiap yang ditulis maupun disampaikan dirinya tetap benar secara
    etika politik
    .
    “Dan itu bagi saya etika. Ditulislah tujuh butir bagaimana sebaiknya Indonesia menyikapi yang baru saja disampaikan oleh Presiden Donald Trump,” ucap dia.
    Setelah menulis pandangannya, SBY lalu mendengar langkah dan kebijakan pemerintah Indonesia untuk merespons
    tarif Trump
    dua hari kemudian.
    Setelah mendengar langkah tersebut, ia bersyukur lantaran yang dijelaskan oleh para menteri Indonesia dan Presiden Prabowo Subianto sekitar 80 persen sama dengan apa yang dia pikirkan.
    “Oleh karena itu saya melepas tweet, hanya beberapa butir tweet yang merupakan dukungan saya kepada pemerintah Indonesia ABC karena saya pandang tepat,” beber dia.
    Ia pun merekomendasikan Indonesia agar mampu mengetahui batas dan kemampuannya.
    SBY mengaku khawatir jika Indonesia terlalu reaktif, lebih emosional, dan kurang rasional.
    “Ketika kita menyadari kita ini siapa, dunia seperti apa, Amerika Serikat seperti apa, kita harus tahu kemampuan dan batas kemampuan kita. Kita harus tahu apa yang bisa Indonesia lakukan dan apa yang tidak bisa Indonesia lakukan,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.