Jakarta –
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi NasDem Rajiv mengapresiasi Polres Cimahi yang membongkar penyalahgunaan barang pertanian berbentuk pupuk bersubsidi. Menurutnya, praktik ini menyebabkan hasil panen petani turun hingga terjadinya kelangkaan pupuk.
“Saya mengapresiasi dan mendukung penuh operasi yang digelar Polresta Bandung dan Polres Cimahi yang berhasil membongkar praktik illegal penjualan pupuk bersubsidi dan menyebabkan kelangkaan pupuk di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat,” kata Rajiv dalam keterangannya, Kamis (14/11/2024).
Rajiv menyebut selama ini petani di Jawa barat seperti Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat sulit mendapat pupuk bersubsidi. Akibatnya, kualitas dan kuantitas hasil panen petani turun.
“Petani sulit memupuk tanaman mereka, karena pupuk bersubsidi langka, kalaupun ada harganya sudah sangat mahal dan tidak wajar, akibatnya hasil panen petani turun” ucapnya.
Ia berharap kepolisian juga bisa konsisten untuk mengungkap kasus pupuk bersubsidi di daerah lain. Ia menyingung program swasembada pangan Presiden Prabowo Subianto.
“Saya minta kepolisian mengungkap dan menangkap pelaku penyelewengan pupuk bersubsidi di seluruh Indonesia, karena program swasembada pangan butuh pupuk” jelasnya.
“Jadi oknum-oknum ini memperjual belikan pupuk bersubsidi yang menjadi kebutuhan petani dengan harga lebih mahal dari Harga Eceran Tertinggi, padahal mereka tidak punya hak menjual barang tersebut,” kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto saat konferensi pers di Mapolres Cimahi dikutip detikJabar, Rabu (13/11/2024).
Dari tangan para tersangka, diamankan barang bukti kurang lebih 6,2 ton. Rinciannya yakni pupuk NPK sebanyak 1,4 ton, kemudian pupuk urea sebanyak 4,784 ton. Serta barang bukti lainnya yakni timbangan gantung serta timbangan digital.
Modusnya, para tersangka yang beroperasi di wilayah Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat itu mendapatkan pupuk tersebut secara ilegal lalu mengemas ulang pupuk untuk kemudian dijual ke para petani.
“Pupuk bersubsidi itu mereka jual lagi dengan harga yang lebih tinggi. Harusnya kan mereka tidak punya hak untuk menjual pupuk ini karena sudah ada aturan penjualannya. Akibatnya ya para kelompok-kelompok tani ini yang mengalami kerugian,” kata Tri.
(dwr/taa)