Jakarta –
Banyak orang bertanya kapan kira-kira Nabi Adam hidup di Bumi. Arkeolog punya kisaran waktunya.
Arkeolog Universitas Indonesia Ali Akbar mengatakan ada pendekatan arkeologi Al Quran (Quranic Archeology). Pendekatan ini menjadikan informasi di dalam Al Quran sebagai perbandingan dengan temuan arkeologi.
Menurut pendapat Ali Akbar, dengan perbandingan Al Quran dan temuan para arkeolog, dia menyimpulkan Nabi Adam hadir ke Bumi pada akhir Mesolitikum dan awal Neolitikum. Dalam rentang tahun, itu adalah antara tahun 33.000-8.000 SM, alias maksimal 35 ribu tahun lalu.
“Saya cenderung ke 35.000 tahun SM. Karena 10.000 SM itu ada situs Jericho, Gobekli Tepe dan Gunung Padang. Dia harus lebih tua dari itu tapi tidak lebih dari 35.000 tahun karena itu adalah makhluk yang tinggal di gua,” imbuhnya.
Apa sebabnya? Sebelum masa Mesolitikum, ada Paleolitikum yang bisa ditarik sampai jutaan tahun silam. Pada masa itu hiduplah manusia purba yang secara fisik dan budaya punya perbedaan ciri-ciri dengan deskripsi Nabi Adam di dalam Al Quran.
“Homo erectus belum bisa ngomong. Homo neanderthalensis bisa ngomong tapi tidak dapat menyuarakan beberapa vokal. Dengan demikian Adam bukan kategori Homo erectus dan Homo neanderthalensis,” kata Ali Akbar.
Perbedaan lainnya adalah, pertanian dan peternakan sudah dikenali pada masa Nabi Adam. Sedangkan, manusia purba masih berburu dan meramu.
“Nabi Adam itu bukan manusia purba karena secara budaya dan arkeologi tidak cocok,” imbuhnya
Ali Akbar berpendapat pohon keluarga manusia purba era Paleolitikum dan pohon keluarga Nabi Adam tidaklah sama. Ia justru mengacu pada kesimpulan Charles Darwin dalam buku The Origin of Species revisi keenam yang mana Darwin mengatakan ada faktor Sang Pencipta.
“Ada keagungan dalam pandangan soal kehidupan dengan beberapa kekuatannya, awalnya dihembuskan oleh Sang Pencipta menjadi beberapa bentuk atau satu bentuk kehidupan,” kata Ali Akbar mengutip kesimpulan Darwin.
Nabi Adam menurut Ali Akbar punya pohon keluarga sendiri yang melahirkan manusia modern. Ada faktor Sang Pencipta yang menciptakan kehidupan dalam beberapa bentuk, tidak harus mengikuti satu pohon keturunan yang sama.
“Adam tidak ikut pohon keluarga ini (manusia purba-red). Tidak sekeluarga dengan pohon keluarga ini dan kalau kata Darwin kan itu sah-sah saja,” pungkas Ali Akbar.
(fay/afr)