Jakarta, CNBC Indonesia – Muslim di Amerika Serikat disebut salah satu penyumbang suara terbesar bagi kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS 2024. Trump menyebut kelompok Muslim merupakan salah satu pihak yang mendukungnya hingga kembali menang sebagai presiden ke-47 AS.
“Mereka datang dari seluruh penjuru, serikat, non-serikat, Afrika Amerika, Hispanik Amerika, Asia Amerika, Arab Amerika, Muslim Amerika. Kami memiliki semua orang dan itu indah,” tegasnya dikutip Minggu (10/11/2024).
Merujuk laporan Anadolu Agency, Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) bereaksi atas kemenangan Trump. Direktur Eksekutif Nasional kelompok itu, Nihad Awad mengatakan Trump berjanji untuk mengakhiri pertumpahan darah di Gaza.
Ia bahkan mengutuk kebijakan mantan Presiden AS yang mendatangkan malapetaka di dunia Muslim. Seperti George Bush dan Wakil Presidennya Dick Cheney.
“Penting bagi Presiden Terpilih Trump untuk sekarang mengakui bahwa sebagian besar orang Amerika, termasuk Muslim Amerika yang mendukungnya, tidak ingin melihat lebih banyak kefanatikan di dalam negeri atau lebih banyak perang di luar negeri,” tegasnya.
Awad pun meminta agar Trump benar-benar mengakomodir kepentingan warga muslim ini. Ia mendesak Trump benar-benar mengedepankan perdamaian dunia dalam kebijakan luar negeri Washington nantinya.
“Ke depannya, kami berharap semua pejabat terpilih untuk benar-benar menanggapi masalah mendesak para pemilih Muslim. Ini termasuk Presiden Terpilih Trump,” tambahnya.
Lebih lanjut, Awad kemudian mengalamatkan pernyataanya kepada lawan Trump, Kamala Harris. Menurutnya, kekalahan Kamala terjadi karena sikap Gedung Putih, yang saat ini dikuasai Partai Demokrat, atas kekerasan di Gaza
“Presiden terpilih harus memenuhi janji kampanyenya untuk mengejar perdamaian di luar negeri, termasuk dengan mengakhiri perang di Gaza,” ujarnya lagi.
“Namun, ini harus menjadi perdamaian sejati yang didasarkan pada keadilan, kebebasan, dan negara bagi rakyat Palestina,” jelasnya.
Sementara itu, mengutip Al-Jazeera yang merujuk Fox News, aktivis Arab di Dearborn, Michigan, menjelaskan bahwa Kamala mengabaikan seruan kelompok itu untuk mempertimbangkan kembali dukungan tanpa syarat terhadap Israel. Merujuk Associated Press (AP), Michigan adalah satu satu negara yang memiliki banyak warga Muslim, dan menjadi negara penentu kemenangan pemilu AS, swing states.
“Genosida adalah politik yang buruk,” kata salah satu aktivis.
Kamala, menurutnya, terus menegaskan apa yang disebut mereka sebagai “hak Israel untuk mempertahankan diri”. Padahal terjadi kekejaman brutal di Gaza dan Lebanon.
“Salah satu alasan Harris kalah adalah keputusannya untuk memihak Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dengan mengorbankan basis Demokrat, Arab, dan Muslim Amerika serta kaum muda dan kaum progresif,” tambah aktivis Adam Abusalah menyebut nama belakang Kamala.
“Itu bukan salah kami. Mereka tidak bisa menjelek-jelekkan komunitas kami,” ujarnya lagi.
Konsultan politik Amerika keturunan Lebanon di wilayah Detroit, Hussein mengaku sebenarnya tak mengetahui apa arti kepresidenan Trump bagi warga Arab dan Muslim Amerika serta negara secara keseluruhan. Namun ia berharap sesuatu yang baik.
“Saya harap itu sesuatu yang baik. Saya berharap negara ini bisa bersatu. Saya berharap Partai Demokrat sadar,” kata Dabajeh.
(mkh/mkh)