Notice: Function _load_textdomain_just_in_time was called incorrectly. Translation loading for the acf domain was triggered too early. This is usually an indicator for some code in the plugin or theme running too early. Translations should be loaded at the init action or later. Please see Debugging in WordPress for more information. (This message was added in version 6.7.0.) in /home/xcloud.id/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
Mushola Panggung An-Nur, Saksi Perjuangan Pangeran Diponegoro di Blitar – Xcloud.id
Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Mushola Panggung An-Nur, Saksi Perjuangan Pangeran Diponegoro di Blitar

Mushola Panggung An-Nur, Saksi Perjuangan Pangeran Diponegoro di Blitar

Blitar (beritajatim.com) – Mushola An-Nur di Kelurahan Plosokerep, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar diyakini masyarakat sekitar sebagai peninggalan Pangeran Diponegoro bersama pengikutnya.

Mushola itu diyakini warga adalah bangunan yang didirikan oleh Pangeran Diponegoro.

“Sejak berdirinya langgar gantung ini. yang didirikan oleh Mbah Irodikoro sebagai inisiatifnya. Mendirikan sejak tahun 1825–1830 sampai saat ini masih berdiri dan berfungsi,” kata Isman Hadi, Ketua Takmir Mushola An-Nur Plosokerep Blitar.

Sejarah berdirinya Mushola An-Nur bermula dari pelarian Laskar Diponegoro bernama Irodikoro. Ia adalah Bupati Demak yang sekarang adalah Kudus.

Dalam pelariannya, Irodikoro tiba di sebuah hutan yang sangat lebat dan banyak ditumbuhi pohon ploso. Di tengah hutan tersebut, Irodikoro bertemu dengan tiga orang yang sudah lebih dahulu menghuni kawasan tersebut, yaitu Mbah Sirodongso, Mbah Singodongso, dan Mbah Morodongso.

Ketiga orang inilah yang pertama menebang (membabat) hutan ploso yang sangat lebat. Selanjutnya di situ didirikan sebuah desa yang diberi nama Plosokerep.

Berselang setahun setelah berdirinya Desa Plosokerep, Mbah Singodongso kedatangan tamu seorang anggota pasukan Diponegoro yang sedang menjadi buronan Belanda. Orang itu adalah Irodikoro.

Irodikoro kemudian diambil mantu oleh Mbah Singodongso yang kemudian beranak cucu di Plosokerep. Sang pangeran yang sebelumnya terlibat perang dengan Belanda akhirnya bersembunyi di hutan belantara Plosokrep.

Di sana pangeran Diponegoro membangun sebuah mushola yang saat ini dikenal sebagai Langgar An-Nur sebagai tempat beribadah dan tempat berkumpul untuk mengatur strategi mengalahkan Belanda.

Di depan mushola tersebut, Pangeran Diponegoro menanam beberapa pohon sawo kecik sebagai penanda. Nama ‘sawo’ sendiri diambil dari Bahasa Arab yang berarti ‘sama’.

Tanda pohon sawo kecik tersebut juga berfungsi sebagai penanda. Jika sewaktu-waktu terjadi peperangan di sekitar tempat tersebut, maka tanda tersebut menunjukkan pendukung laskar perjuangan Diponegoro.

“Bagaimana caranya, orang-orang sini yang waktu itu masih awam dengan agama terutama Agama Islam. Oleh sebab itu merintis pendidikan Agama Islam di Plosokerep di Blitar ini dengan cara mendirikan tempat ibadah, bukan hanya untuk dibuat ibadah saja tetapi juga dipakai untuk belajar Agama Islam. Mengumpulkan anak-anak di sekitar untuk diajari pendidikan Agama Islam,” bebernya.

Arsitektur mushola ini juga cukup unik. Lantaran lantai dari mushola ini tidak menyentuh tanah alias menggantung. Model bangunan mushola ini mirip rumah joglo dengan konstruksi bangunan berupa kayu jati.

Lantai dan tiang bangunan tersebut berbahan kayu jati. Sedangkan dindingnya dari anyaman bambu. “Langkah tersebut, konstruksinya berbahan kayu dan bambu,” tegasnya

Berdiri sejak tahun 1826-1828, bangunan Mushola An-Nur peninggalan Pangeran Diponegoro ini masih tetap sama. Pihak takmir mushola tidak pernah sekalipun mengganti atau mengubah desain dari bangunan bersejarah ini. (owi/ted)

Merangkum Semua Peristiwa