Murka Hakim Kasus Basarnas, Saksi Terus-terusan Lupa, tapi Ingat Soal Istri Muda Atasan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Hakim
Pengadilan Tipikor
Jakarta Pusat murka menghadapi pegawai Badan Sar Nasional (
Basarnas
),
Kundori
yang mengingat persoalan pribadi atasannya namun terus mengaku lupa ketika ditanya terkait materi perkara pokok
korupsi
.
Peristiwa ini terjadi ketika Kundori yang dihadirkan sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas tahun anggaran 2014.
Dalam sidnag itu, anggota majelis hakim, Alfis Setyawan berulangkali mencecar Kundori terkait pokok perkara seperti, tahapan pengadaan, peran, hingga dugaan setoran dana dari perusahaan yang memenangkan proyek di Basarnas.
Namun, sepanjang sidang Kundori terus berkelit, mengubah pernyataannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP), dan mengaku lupa.
Kundori baru lancar ketika diminta menerangkan terkait aliran dana untuk istri muda Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas tahun 2015-2018, Dadang Arkuni.
“Beberapa kali Dadang mengirim uang kepada saudara. Pernah itu terjadi?” tahya Hakim Alfis di ruamg sidang, Kamis (16/1/2025).
“Enggak,” kata Kundori membantah.
Ia mengaku menerima uang tunai dari Dadang. Namun, bukan untuk kepentingannya sendiri melainkan istri muda Dadang.
“Tunai. Untuk apa ya, untuk kebutuhan istri mudanya,” ujar Kundori.
Hakim Alfis lantas memastikan ulang Kundori terkait tugas pengiriman uang dari Dadang. Pegawai Basarnas itu tetap menjawab uang itu diberikan untuk istri muda atasannya.
“Istri mudanya, dari mana saudara tahu itu istri mudanya?” tanya Hakim Alfis.
“Kata beliaunya nikah siri,” jawab Kundori.
“Suruh bayar misalnya, bayar cicilan mobil atau bayar bulanannya itu,” tambahnya.
Mendengar jawaban ini, Hakim Alfis justru semakin kesal. Ia menyadari Kundori yang terus berkelit mengaku lupa, tidak yakin, hingga membantah keterangannya sendiri di tahap penyidikan.
“Kalau itu saudara mengerti ya, sangat paham, enggak lupa sama sekali. Kalau bagian itu, saudara menjelaskan dengan jelas, tidak lupa. Dengarkan saya dulu, nanti kita bicara. Tak lupa saudara. Tapi yang tadi saya tanya, banyak lupanya,” kata Hakim Alfis dengan nada tinggi.
“Siap,” jawab Kundori.
Hakim Alfis untuk kesekian kalinya mengingatkan Kundori tidak bermain-main dalam memberikan keterangan di muka sidang.
Sebab, kesaksiannya akan menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap para terdakwa.
Ia pun mengingatkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ada saksi yang setelah selesai sidang langsung ditangkap penyidik.
“Makanya jangan main-main! Saudara bisa searching di Google, ada peristiwa di PN Jakarta Pusat ini, baru keluar dari pintu itu, langsung diamankan. Kenapa? Karena memberikan keterangan palsu di persidangan,” ujar Hakim Alfis marah.
“Saudara jangan main-main, makanya saya peringatkan dari awal. Ini bukan dagelan!” kata dia lagi.
Dalam perkara ini, Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4 WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000. Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500. Artinya terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
Jaksa Komisi Pemberantasan
Korupsi
(
KPK
) mendakwa Max memperkaya diri sendiri Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.