Liputan6.com, Jakarta – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mempertanyakan urgensi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Dia menilai rencana tersebut telah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Anwar menyadari kenaikan PPN Jadi 12 persen tertusng dalam Undang-Undang anomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dengan demikian, kenaikan PPN 1 persen merupakan anamat UU yang harus dijalankan oleh pemerintah.
Kendati demikian, ada sederet pertanyaan yang membayangi rencana penerapan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025 nanti.
“Tetapi pertanyaannya, apakah dari perspektif hukum tuntutan dari UU tersebut sesuai dengan amanat konstitusi atau tidak? Kedua, apakah dari perspektif sosial ekonomi ketentuan tersebut sudah tepat atau belum untuk dilaksanakan saat ini? Disinilah letak masalah dan kontroversinya,” tutur Anwar dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Sabtu (28/12/2024).
Pada dasarnya, pemerintah perlu menjalankan perintah Undang-Undang tadi. Anwar melihat dua alasan kuat; pertama aturan yang sudah ditetapkan dan kedua kebutuhan dana untuk menunjang rencana belanja pemerintah.
“Pertama, karena hal demikian sudah merupakan tuntutan dari UU HPP. Kalau tidak dilaksanakan maka pemerintah tentu akan dicap telah melanggar UU. Kedua karena pemerintah saat ini memang sedang memerlukan dana yang besar bagi membiayai semua pengeluaran pemerintah termasuk pengeluaran untuk pembangunan,” tuturnya.
Anwar menyoroti pula siasat pemerintah dalal memuluskan rencana itu. Misalnya, dengan mengeliminasi sejumlah kelompok barang kebutuhan pokok agar tidak dipungut PPN.
“Untuk itu sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam melaksanaan kenaikan PPN 12 persen tersebut, pemerintah juga sudah menyiapkan berbagai langkah seperti mengecualikan kenaikan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok, obat-obatan dan layanan pendidikan,” bebernya.