Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah pegawai PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. disebut membuat proyek-proyek fiktif untuk mencapai target bisnis.
Hal itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025).
JPU dari Kejaksaan Agung Muhammad Fadil Paramajeng menceritakan perkara bermula saat Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom Indonesia, pada Januari 2016, melakukan pengembangan produk baru, mencari potensi proyek-proyek baru, dan menambah pelanggan baru, guna mencapai target performa bisnis.
Menindaklanjuti target performa bisnis sales atau penjualan DES, mulai dikembangkan skema pembiayaan dari PT Telkom kepada perusahaan-perusahaan swasta dengan seolah-olah melalui beberapa tahapan.
Tetapi pada kenyataannya, semua tahapan dalam proses pelaksanaan pengadaan barang tersebut tidak benar atau fiktif, di mana dokumen proses tahapan dibuat hanya untuk melengkapi syarat administrasi agar PT Telkom dapat mengeluarkan dana melalui perusahaan untuk pendanaan yang dibutuhkan pelanggan semata-mata untuk mencapai target performa bisnis penjualan DES.
Pada 2016 sampai dengan 2018, dalam rangka mencapai target performa bisnis penjualan DES PT Telkom, mantan Executive Vice President DES PT Telkom Siti Choiriana, August, Herman, dan Alam, telah menyetujui sembilan perusahaan untuk menjalin kerja sama seolah-olah untuk pengadaan barang dan jasa.
Namun, sesungguhnya digunakan untuk pemberian pembiayaan atau pendanaan kepada PT Ata Energi, PT Internasional Vista Kuanta, PT Java Melindo Pratama, PT Green Energy Natural Gas, PT Fortuna Aneka Sarana Triguna, PT Forthen Catar Nusantara, FSC Indonesia I, PT Cantya Anzhana Mandiri, serta PT Batavia Prima Jaya.
“Bersama sembilan perusahaan tersebut, PT Telkom, melalui DES, seolah-olah melakukan kerja sama dalam bentuk pengadaan barang dan jasa dengan maksud sesungguhnya untuk pemberian pendanaan pembiayaan,” ungkap JPU.
Selain itu, PT Telkom dan anak perusahaan pun menunjuk lima anak usaha, yaitu PT PINS Indonesia, PT Infomedia Nusantara, PT Graha Sarana Duta, PT Telkom Infra, dan PT Sandi Putra Makmur.
Penunjukan dilakukan untuk melaksanakan pengadaan barang dan jasa bersama-sama dengan beberapa vendor afiliasi sembilan perusahaan, yang bergerak bersama dengan PT Telkom.
Adapun, sebanyak 11 terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian pembiayaan Telkom dan beberapa anak perusahaan kepada swasta melalui pengadaan-pengadaan fiktif tahun 2016-2018, diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp464,93 miliar.
JPU mengungkapkan kerugian negara disebabkan oleh adanya 11 pihak yang diperkaya para terdakwa dalam kasus tersebut.
“Perbuatan para terdakwa secara bersama-sama telah memperkaya diri sendiri atau orang lain,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin.
Adapun sebanyak 11 terdakwa dimaksud, yakni General Manager Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom tahun 2017-2020 August Hoth Mercyon Purba, Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom tahun 2015-2017 Herman Maulana, Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara tahun 2016-2018 Alam Hono, Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara Andi Imansyah Mufti, serta Direktur Utama PT International Vista Quanta Denny Tannudjaya.
Kemudian, Direktur Utama PT Japa Melindo Pratama Eddy Fitra, pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa Kamaruddin Ibrahim, Direktur Utama PT Ata Energi Nurhandayanto, Direktur Utama PT Green Energy Natural Gas Oei Edward Wijaya, Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri RR Dewi Palupi Kentjanasari, serta Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya Rudi Irawan.
Atas perbuatannya, para terdakwa diancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
