Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

MK Putuskan Klaim Asuransi Tak Bisa Dibatalkan Secara Sepihak, Apa Alasannya?

MK Putuskan Klaim Asuransi Tak Bisa Dibatalkan Secara Sepihak, Apa Alasannya?

MK Putuskan Klaim Asuransi Tak Bisa Dibatalkan Secara Sepihak, Apa Alasannya?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –

Mahkamah Konstitusi
(MK) menyatakan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) terkait pembatalan sepihak klaim asuransi oleh perusahaan asuransi atau pihak penanggung.
Hal ini tertuang dalam putusan perkara nomor 83/PUU-XXII/2024 yang menyebut Pasal 251 KUHD bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
“Sepanjang tidak dimaknai, termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan,” tulis putusan MK, dikutip pada Rabu (8/1/2025).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menilai bahwa norma Pasal 251 KUHD inkonstitusional bersyarat karena berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam.
Terutama ketika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung, sekalipun dengan iktikad baik.
Hal ini dikarenakan Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau cara pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal yang disembunyikan dalam membuat perjanjian.
“Oleh karena itu, tampak dengan nyata tidak terdapatnya penegasan berkenaan dengan tata cara pembatalan akibat adanya hal-hal yang keliru atau disembunyikan dalam pemberitahuan oleh pihak tertanggung berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh penanggung,” tulis putusan MK.
Selain itu, MK juga beralasan bahwa norma Pasal 251 KUHD merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda yang telah tertinggal, sehingga tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukum saat ini.
Mahkamah memandang bahwa norma ketentuan tersebut tidak lagi relevan dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil.
“Norma Pasal 251 KUHD merupakan produk hukum pemerintah kolonial Belanda yang telah tertinggal, sehingga tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukum saat ini,” tulis putusan MK.
Mahkamah melalui putusan ini mengedepankan pemberian dan/atau pemberlakuan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dalam konteks perjanjian asuransi.
Artinya, Mahkamah tidak menghendaki pihak penanggung dalam suatu perjanjian asuransi untuk menjadikan norma Pasal 251 KUHD sebagai instrumen untuk berlindung dari kewajiban tertanggung.
Terlebih, perjanjian asuransi memiliki sifat khusus karena masih didasarkan pada keadaan/peristiwa yang belum pasti terjadi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.