Mesin Eropa Bakal Bebas Tarif Masuk RI, Begini Respons Produsen Lokal

Mesin Eropa Bakal Bebas Tarif Masuk RI, Begini Respons Produsen Lokal

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin (Gamma) Indonesia menilai penurunan tarif bea masuk untuk produk Uni Eropa ke Indonesia dapat mendukung kebutuhan kualitas dan teknologi tinggi untuk kemajuan industri, meskipun masih terdapat sejumlah kelemahan yang mesti dipertimbangkan. 

Adapun, kebijakan penurunan tarif ini seiring dengan tercapainya kesepakatan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) pada September 2025. Perjanjian dagang ini ditarget akan efektif berlaku pada 1 Januari 2027. 

Ketua Umum Gamma Dadang Asikin mengatakan, pihaknya melihat terdapat peluang dan kelemahan dari daya saing produk-produk mesin Eropa untuk masuk ke Indonesia. Di satu sisi, kekuatan mesin-mesin dari wilayah tersebut tak diragukan pengusaha nasional.

“Eropa kuat pada mesin presisi, otomasi industri, mesin untuk industri makanan atau minyak, alat mesin CNC [computer numerical control] kelas atas, mesin farmasi/medis, serta solusi energi-bersih dan teknologi hijau, efisiensi energi, emisi rendah,” ujar Dadang kepada Bisnis, Selasa (23/9/2025). 

Tak hanya itu, banyak pabrikan Eropa juga yang menawarkan layanan purna jual, garansi, dan kepatuhan terhadap standar Uni Eropa yang mempermudah akses ke segmen industri yang membutuhkan sertifikasi quality assurance. 

Bahkan, produk mesin Eropa juga memiliki image produk hijau dan berteknologi tinggi untuk investasi jangka panjang seperti otomasi, efisiensi energi, proses berteknologi tinggi yang membuatnya kompetitif. 

“Namun, beberapa kelemahan bagi produk mesin Eropa mempunyai konsekuensi harga yang tinggi, mesin Eropa juga cenderung kapital intensif dan berharga lebih tinggi dibandingkan China,” ujarnya. 

Meskipun setelah ada IEU-CEPA tarif bea masuk ke Indonesia turun menjadi 0%, selisih harga masih menjadi faktor utama bagi pembeli yang sensitif terhadap biaya barang modal. 

Di sisi lain, untuk beberapa merek kecil atau khusus, jaringan servis lokal belum sekuat pemasok Asia yang sudah lama hadir di Indonesia. Apalagi, banyak industri manufaktur di Indonesia yang terintegrasi dengan rantai pasok mesin dari China, Jepang, Korea. 

“Data impor menunjukkan China, Jepang, Korea, dan negara Asia lain adalah pemasok utama mesin ke Indonesia,” tuturnya. 

Dengan diberlakukannya tarif 0%, tak dipungkiri hal ini dapat membuat mesin Eropa menjadi lebih kompetitif terutama di segmen high-value (otomasi, mesin presisi, green tech, mesin medis). 

Namun, untuk segmen mass market yang sangat sensitif dengan harga (mesin generik, komponen standar) pemasok Asia kemungkinan masih dominan karena harga, kecepatan pengiriman, dan jaringan layanan.

Dalam catatannya, Uni Eropa saat ini menyumbang bagian lebih kecil atau secara keseluruhan menyumbang sekitar 5% dari impor Indonesia (seluruh barang).  

“Dan porsi Uni Eropa pada sub-kategori mesin adalah minoritas nilai impor mesin dari Jerman, Italia, Prancis dan kawan-kawan ada tetapi jauh di bawah pemasok Asia utama,” jelasnya. 

Data WITS/UN Comtrade menunjukkan pemasok mesin Eropa (Jerman, Italia) hadir di peringkat tetapi dengan nilai yang jauh lebih kecil dibanding China. 

Skala impor mesin Indonesia untuk kategori mesin/komputer dan mesin listrik merupakan porsi besar impor Indonesia yang berada di kisaran US$24–33 miliar (variatif tergantung cakupan HS) dan electrical machinery sekitar US$26–28 miliar. Sementara itu, kelompok HS85 (electrical machinery) menyumbang 11%–12% dari total impor 2023.