Menyoal Rencana Penerbitan PP Atur Jabatan Sipil untuk Polisi (Bagian I)
Assoc. Professor Bidang Hukum Tata Negara, Lembaga Kepresidenan, dan Politik Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pamulang (UNPAM).
Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
AKHIRNYA
Pemerintah menyikap pro kontra keluarnya Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 tanggal 9 Desember 2025 tentang Anggota Kepolisian Republik Indonesia Yang Melakukan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol 10/2025).
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan perlunya segera menyusun Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Menurut dia, Pemerintah fokus menuntaskan problem pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 terkait penempatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di luar struktur institusi kepolisian dan polemik terhadap Perpol Nomor 10 Tahun 2025 agar tidak melebar ke mana-mana.
Penyusunan PP dinilai lebih cepat dibanding menyusun undang-undang. Karena itu, Presiden Prabowo Subianto memilih pengaturan melalui PP yang diharapkan paling lambat selesai pada akhir Januari 2026.
Tulisan ini akan menelaah Perpol 10/2025 dari UU Polri, UU ASN, dan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 dengan menginterpretasikannya secara sistematis dari ketiganya.
Lalu, akan menjawab apakah penerbitan PP sebagai jawaban atas pro kontra keluarnya Perpol 10/2025 adalah tepat dari sisi yuridis.
Dalam dua minggu terakhir, terbitnya Perpol 10/2025 menjadi perhatian publik. Ada pro kontra terhadap Perpol yang mengatur pengisian jabatan dari anggota Polri di luar institusinya itu.
Sebagian berpendapat Perpol tersebut inkonstitusional karena bertentangan dengan UU Polri, UU ASN, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tanggal 13 November 2025 dalam Pengujian UU Polri (Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025).
Sebaliknya, sebagian berpandangan Perpol yang diteken Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo pada 9 Desember 2025 lalu, adalah konstitusional karena justru menindaklanjuti Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Dalam UU ASN, khususnya Pasal 19 Ayat (2) huruf b secara
expressis verbis
dinyatakan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi dari anggota Polri.
Pengisian jabatan ASN oleh anggota Polri tersebut dalam Pasal 19 Ayat (3) dan (4) ditentukan, pertama, dilaksanakan pada instansi pusat sebagaimana diatur dalam UU Polri.
Kedua, ketentuan lebih lanjut mengenai jabatan ASN tertentu yang berasal dari anggota Polri dan tata cara pengisiannya diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
Instansi pusat dalam UU ASN telah dijelaskan sebagai kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural (Pasal 1 angka 13 UU ASN).
Jika merujuk pada ketentuan UU ASN, maka anggota Polri dapat mengisi jabatan ASN pada instansi pusat, yaitu kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.
Namun demikian, catatannya adalah instansi pusat ini sebagaimana diatur dalam UU Polri yang lebih lanjut diatur dalam PP.
Masalahnya adalah, pertama, dalam UU Polri tidak diatur kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural apa saja yang dapat diisi oleh anggota Polri.
Kedua, PP yang mengatur mengenai kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural apa saja yang dapat diisi oleh anggota Polri dan bagaimana tata cara pengisiannya, sebagai peraturan pelaksaan dari UU ASN dan UU Polri hingga saat ini belum diterbitkan.
Mengapa dalam UU Polri tidak mengatur kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural apa saja yang dapat diisi oleh anggota Polri dan PP yang menindaklanjutinya belum ada?
Jawaban atas pertanyaan ini dapat dipahami, pertama, karena UU ASN yang menunjuk instansi pusat sebagaimana diatur dalam UU Polri tersebut, mulai berlaku pada 31 Oktober 2023.
Sementara UU Polri telah berlaku sejak 8 Januari 2002. Jadi, UU Polri yang dituju
adressat
-nya lebih dulu berlaku daripada UU ASN yang menunjuk
adressat
-nya.
Kedua, pembentuk UU ASN tidak cermat ketika merumuskan ketentuan yang menunjuk instansi pusat sebagaimana diatur dalam UU Polri, sebab dalam UU Polri tidak ada materi muatan yang mengatur kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural apa saja yang dapat diisi oleh anggota Polri.
Ada ketidakcermatan pembentuk UU ASN ketika merumuskan ketentuan Pasal 19 Ayat (3), yang menunjuk bahwa pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari anggota Polri dilaksanakan pada instansi pusat sebagaimana diatur dalam UU Polri. Padahal, faktanya dalam UU Polri tidak disebutkan instani pusat dimaksud.
Ketiga, jika bukan karena ketidakcermatan, maka bisa jadi pembentuk UU ASN yang membuat ketentuan Pasal 19 Ayat (3) UU ASN bermaksud untuk mendorong revisi atau perubahan atas UU Polri.
Agar kemudian mengatur kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural apa saja yang dapat diisi oleh anggota Polri.
Terlepas dari semuanya, terbitnya Perpol 10/2025 yang mengatur pelaksanaan tugas anggota Polri pada 17 (tujuh belas) kementerian/lembaga/badan/komisi, sebagaimana Pasal 3 Ayat (2) menimbulkan kontroversi secara yuridis.
Dalam Pasal 3 Ayat (2) Perpol 10/2025 diatur anggota Polri dapat mengisi jabatan pada : 1) Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, 2) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 3) Kementerian Hukum, 4) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, 5) Kementerian Kehutanan, 6) Kementerian Kelautan dan Perikanan, 7) Kementerian Perhubungan, 8) Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, 9) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 10) Lembaga Ketahanan Nasional, 11) Otoritas Jasa Keuangan, 12) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 13) Badan Narkotika Nasional, 14) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, 15) Badan Intelijen Negara, 16) Badan Siber Sandi Negara, dan 17) Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dari sisi tertib dan hierarki hukum, semestinya Perpol 10/2025 yang di dalamnya mengatur 17 (tujuh belas) kementerian/lembaga/badan/komisi yang dapat dijabat dari anggota Polri, tidak harus terbit sebelum adanya revisi atau perubahan atas UU Polri dan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) yang menindaklanjuti pengaturan mengenai kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural apa saja yang dapat diisi oleh anggota Polri.
Dengan kata lain, sejatinya terbitnya Perpol 10/2025 merupakan perbuatan yang prematur yang dilakukan oleh Kapolri.
Bersambung, baca artikel selanjutnya: Menyoal Rencana Penerbitan PP Atur Jabatan Sipil untuk Polisi (Bagian II-Habis)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Menyoal Rencana Penerbitan PP Atur Jabatan Sipil untuk Polisi (Bagian I)
/data/photo/2025/11/10/691151730e301.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)