Puasa, terutama puasa Ramadan, adalah salah satu ibadah utama dalam Islam yang memiliki dimensi spiritual dan fisik. Selain sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt, puasa juga memiliki manfaat yang signifikan bagi kesehatan tubuh manusia.
Ilmu medis modern telah mengungkap banyak hikmah kesehatan yang terkandung dalam praktik puasa, yang sejalan dengan ajaran Islam. Tulisan ini akan mengulas relevansi puasa dengan ilmu medis, serta bagaimana ibadah ini tidak hanya mendekatkan kita kepada Allah, tetapi juga meningkatkan kualitas kesehatan kita.
Puasa dan Detoksifikasi Tubuh
Salah satu manfaat puasa yang paling dikenal dalam ilmu medis adalah proses detoksifikasi atau pengeluaran racun dari tubuh. Selama berpuasa, tubuh tidak menerima asupan makanan dan minuman selama kurang lebih 12-14 jam. Hal ini memberikan kesempatan bagi sistem pencernaan untuk beristirahat dan memfokuskan energi pada proses pembersihan tubuh.
Dr. Joel Fuhrman, seorang ahli gizi dan penulis buku “Fasting and Eating for Health”, menjelaskan bahwa puasa memungkinkan tubuh untuk membuang sel-sel yang rusak dan toksin yang menumpuk. Proses ini dikenal sebagai autofagi, di mana sel-sel tubuh membersihkan diri dari komponen yang tidak diperlukan. Autofagi bahkan dikaitkan dengan pencegahan penyakit degeneratif seperti kanker dan Alzheimer.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:
وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa puasa memiliki manfaat yang besar, termasuk bagi kesehatan, yang mungkin belum sepenuhnya kita pahami.
Puasa dan Keseimbangan Metabolisme
Puasa juga membantu menyeimbangkan metabolisme tubuh. Saat berpuasa, tubuh beralih dari menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama menjadi menggunakan lemak yang tersimpan. Proses ini disebut ketosis, yang membantu menurunkan berat badan dan mengurangi risiko obesitas, diabetes tipe 2, serta penyakit kardiovaskular.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition and Metabolism menunjukkan bahwa puasa intermiten (seperti puasa Ramadan) dapat meningkatkan sensitivitas insulin, mengurangi peradangan, dan menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam darah. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW:
وَصُومُوا تَصِحُّوا
“Berpuasalah, niscaya kamu akan sehat.” (HR. Ath-Thabrani)
Puasa dan Kesehatan Mental
Tidak hanya bermanfaat bagi fisik, puasa juga memiliki dampak positif bagi kesehatan mental. Puasa melatih kita untuk mengendalikan emosi, meningkatkan kesabaran, dan mengurangi stres. Saat berpuasa, tubuh melepaskan hormon endorfin yang dapat meningkatkan perasaan bahagia dan ketenangan.
Selain itu, puasa juga merangsang produksi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF), protein yang berperan dalam pertumbuhan dan perlindungan sel-sel saraf. Peningkatan BDNF dikaitkan dengan peningkatan fungsi kognitif, memori, dan penurunan risiko depresi.
Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Takwa tidak hanya mencakup ketakwaan spiritual, tetapi juga pengendalian diri secara mental dan emosional, yang dilatih melalui puasa.
Melihat begitu besar manfaat puasa apabila dilihat dari segi medis, kini banyak orang baik di kalangan selebritis, influencer, maupun masyarakat umum yang menerapkan diet dengan konsep yang hampir menyerupai puasa yang dilakukan oleh umat Islam, yakni diet intermittent fasting (IF) menjadi tren di kalangan masyarakat global, termasuk di Indonesia.
Pola makan ini mengatur waktu makan dan puasa secara bergantian, dengan jendela makan tertentu, misalnya 8 jam makan dan 16 jam puasa (16:8). Menariknya, prinsip dasar dari intermittent fasting ini memiliki banyak kesamaan dengan puasa dalam Islam, terutama dalam hal manfaat kesehatan fisik dan mental.
Kesamaan Prinsip dan Manfaat Kesehatan
Meskipun puasa Ramadan dilandasi oleh perintah agama, sementara intermittent fasting lebih bersifat gaya hidup atau pola diet, keduanya menunjukkan manfaat kesehatan yang serupa. Keduanya membatasi waktu makan, memaksa tubuh untuk beradaptasi dengan pola konsumsi yang teratur dan terkontrol.
Studi medis modern menunjukkan bahwa intermittent fasting dapat menurunkan berat badan, meningkatkan sensitivitas insulin, menstabilkan kadar gula darah, dan mengurangi risiko penyakit kronis seperti diabetes tipe 2 serta penyakit jantung.
Manfaat ini sejajar dengan yang ditemukan dalam praktik puasa Ramadan. Saat tubuh berada dalam keadaan berpuasa, proses autofagi—seperti yang dijelaskan sebelumnya— dipercepat, membantu menghilangkan sel-sel rusak dan memperbaiki fungsi organ vital.
Intermittent Fasting: Ilmu Pengetahuan Menguatkan Ajaran Agama
Fenomena intermittent fasting menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan modern semakin menguatkan kebijaksanaan yang sudah diajarkan oleh agama Islam sejak ribuan tahun yang lalu. Puasa tidak hanya bertujuan untuk mencapai takwa, tetapi juga mengoptimalkan kesehatan tubuh.
Rasulullah SAW sendiri dikenal menjalani pola makan teratur, dengan tidak berlebihan dalam konsumsi makanan dan mengatur waktu makan secara bijak—sebuah praktik yang kini didukung oleh sains modern.
Baik puasa Ramadan maupun intermittent fasting mengajarkan pentingnya keseimbangan—bukan hanya dalam pola makan, tetapi juga dalam kehidupan secara keseluruhan. Disiplin dalam mengatur waktu makan, menjaga kualitas makanan yang dikonsumsi, hingga melatih kesabaran dalam menghadapi rasa lapar, semuanya merupakan latihan pengendalian diri yang dapat membawa dampak positif dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai penutup, fenomena intermittent fasting seharusnya tidak hanya dianggap sebagai tren kesehatan semata, melainkan juga sebagai pengingat akan hikmah luar biasa yang terkandung dalam ibadah puasa. Puasa, dalam berbagai bentuknya, membawa manfaat menyeluruh yang mencakup fisik, mental, dan spiritual, yang seharusnya menjadi bagian dari gaya hidup kita sehari-hari.
*Penulis adalah mahasiswi Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)
