Menteri UMKM Sidak Pasar Senen, Pedagang Thrifting Teriak Jangan Ditutup
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Menteri UMKM Maman Abdurrahman melakukan kunjungan ke gerai penjualan pakaian bekas di Sentra Pasar Senen, Jakarta Pusat, Minggu (30/11/2025) siang.
Pantauan
Kompas.com
di lokasi, Maman mulai berkeliling lantai dua dan lantai satu
Pasar Senen
sejak sekitar pukul 13.45 WIB, didampingi anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu.
Para
pedagang thrifting
sontak mengikuti Maman saat berkeliling dan membuat kondisi lorong pertokoan menjadi berdesak-desakan.
Para pedagang yang membawa tulisan kardus “Kami Pedagang Baju Bekas Juga Bayar Pajak” berteriak kepada Maman.
“Thrifting juga UMKM! Jangan ditutup, kami pedagang kecil!” teriak para pedagang kepada Maman.
“Jangan dibikin ilegal Pak Menteri, ini hidup kita pedagang di sini,” sahut salah satu pedagang.
Sepanjang kunjungannya, Maman berkeliling melihat langsung situasi jual beli pakaian thrifting di Pasar Senen, sembari bertanya tentang asal pakaian kepada sejumlah pedagang.
Para pedagang pun mengungkapkan sumber pembelian pakaian mayoritas merupakan barang impor dalam jumlah besar alias bal.
Maman pun terlihat bertanya kepada sejumlah pedagang saat ia mendapati ada berbagai baju yang dibanderol dengan harga sangat murah, mulai dari Rp 5.000.
Sesekali, ia juga terlihat berbincang dengan para pembeli yang tengah memilih baju perihal keterjangkauan harga pakaian thrifting.
Menanggapi pesan dari para pedagang, Maman terlihat tak memberikan jawaban pasti.
Ia hanya mengangguk dan tersenyum, lalu kembali melanjutkan perjalanannya.
Setelah itu, Maman melanjutkan kunjungan ke pengusaha konveksi di lantai satu Pasar Senen.
Ia pun bertanya apakah keberadaan thrifting mematikan usaha pakaian yang lainnya.
“Benar enggak bu, usahanya jadi sepi karena thrift di atas?” tanya Maman.
Pertanyaan itu pun disambut gelengan ibu-ibu pengusaha konveksi tersebut.
“Enggak sih pak, sudah terbiasa kalau saya, kan pasarnya beda,” ucapnya.
Meski begitu, pedagang mengakui bahwa produk yang dijual memang memiliki harga lebih mahal dari pakaian thrifting.
Alasannya, karena ia melakukan produksi atau proses konveksi sendiri.
“Kita produksi sendiri, karena kita proses dari awal sendiri. Kalau Thrifting kan tidak produksi. Beli bahan sendiri, ngemal sendiri, pasang kancing sendiri,” ungkapnya.
Salah satu pedagang thrifting, Alfi (47) yang telah 15 tahun berjualan pakaian di Pasar Senen mengaku menyayangkan adanya kebijakan larangan impor pakaian bekas.
“Ya, kalau saya sih gimana ya, pengennya mah tetap boleh gitu. Kita kan cuma dagang, cuma dari duit, masa kita enggak boleh,” kata Alfi saat ditemui Kompas.com di sela-sela kegiatan kunjungan, Minggu.
Alfi menyebut, selama 10 tahun pertama, ia berdagang pakaian lokal dengan stok barang dari Bandung.
Namun, penjualan baju di tokonya merosot saat masa pandemi Covid-19.
“Kalau dulu awal-awal itu biasa, baju-baju dari Bandung. Dulu kan zamannya gitu, tapi berhenti pas pandemi. Hampir bangkrut saya,” ucapnya.
Saat mencoba membangun kembali usahanya, ia pun melihat potensi bisnis yang menjanjikan dari berdagang
pakaian bekas impor
.
Ia kemudian mempelajari sistem penjualan thrifting dari rekannya dan beralih dari kaus asal Bandung menjadi thrifting.
“Dulu awalnya enggak ngerti, bal-balan dari impor itu gimana, kan agak beda ya. Kalau di Bandung udah kenal sama yang punya. Tapi karena lagi ramai, lebih murah juga, akhirnya jadi ke thrift,” ucap dia.
Alfi pun menitipkan pesan kepada pemerintah agar tetap memperhatikan keberlangsungan usaha pedagang UMKM, termasuk pedagang thrifting.
“Semoga ya tetap bisa usaha lah, jangan ditutup gitu, kita mau cari makan di mana nanti kan,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Menteri UMKM Sidak Pasar Senen, Pedagang Thrifting Teriak Jangan Ditutup Megapolitan 30 November 2025
/data/photo/2025/11/30/692c00a73b6c8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)