Mensos Tegaskan Tak Ada Larangan Galang Dana untuk Bencana Sumatera, tetapi Ingatkan Aturan

Mensos Tegaskan Tak Ada Larangan Galang Dana untuk Bencana Sumatera, tetapi Ingatkan Aturan

Mensos Tegaskan Tak Ada Larangan Galang Dana untuk Bencana Sumatera, tetapi Ingatkan Aturan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Sosial Saifullah Yusuf, atau akrab disapa Gus Ipul, menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang publik menggalang dana untuk bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera.
“Jadi bebas silakan, siapa saja boleh. Kita enggak menghalang-halangi, tidak menghambat, silakan,” kata
Gus Ipul
di Kementerian Sosial, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025).
Oleh karena itu, dia memberikan apresiasi atas sikap saling membantu tersebut.
“Pada dasarnya kita mengapresiasi, memberikan rasa hormat kepada masyarakat luas, baik itu berupa yayasan atau komunitas, yang ingin membantu saudara-saudaranya yang lain. Membantu saudara-saudara yang mungkin lain yang kesulitan atau juga mereka yang terdampak dari bencana,” kata Gus Ipul.
Kendati demikian, Gus Ipul mengungkapkan bahwa ada undang-undang yang memang mengatur bahwa
penggalangan dana
perlu memperoleh
izin
.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, ada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, yang salah satu isinya mengatur mekanisme izin untuk menggelar pengumpulan uang atau barang, termasuk untuk keperluan kesejahteraan sosial.
Beleid itu menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan pengumpulan uang atau barang untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerohanian, kejasmanian, dan bidang kebudayaan diperlukan izin lebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
“Di mana kalau pengumpulan donasinya tingkat kabupaten/kota saja, cukup dengan Bupati/Walikota atau Dinsos Kabupaten/Kota. Tapi kalau antar kabupaten/kota, ya izinnya di Provinsi,” kata Gus Ipul.
“Tapi kalau donaturnya itu dari berbagai provinsi, kabupaten, kota di Indonesia, izinnya lewat Kementerian Sosial,” imbuh dia.
Gus Ipul menuturkan bahwa setelah mengantongi izin, kegiatan penggalangan dana dapat dilaksanakan, tetapi harus diikuti oleh audit setelah kegiatan selesai dilakukan.
“Kalau penghasilannya atau dana yang dikumpulkan itu di bawah Rp 500 juta, pelaporannya cukup menggunakan audit intern. Tapi kalau di atas Rp 500 juta, itu mungkin perlu akuntan publik. Perlu akuntan publik untuk kemudian dilaporkan kepada yang memberikan izin,” kata dia.
UU 9/1961 itu juga mengatur sanksi bagi pihak-pihak yang mengadakan pengumpulan uang atau barang tanpa izin, yakni pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.
Menurut Gus Ipul, sanksi yang diatur dalam beleid tersebut nilainya sangat kecil bila dikonversikan dengan nilai mata uang hari ini.
“Jadi, kecil sekali. Kadang ada yang guyon, ‘Lebih baik disanksi aja wis,’” kata dia.
Namun demikian, Gus Ipul menekankan bahwa inti dari aturan tersebut bukan untuk menjatuhkan sanksi, melainkan mendorong masyarakat untuk menyelenggarakan pengumpulan dana secara kredibel.
“Kami ingin membangun kesadaran bahwa apa yang kita kumpulkan dari masyarakat itu bisa kita pertanggungjawabkan secara transparan, secara terbuka, akuntabel. Nah, setelah akuntabel itu kredibel gitu. Dengan begitu kepercayaan akan meningkat,” kata dia.
Gus Ipul juga membeberkan sejumlah manfaat yang bisa dipetik dari pelaksanaan aturan ini.
Pertama, menurut dia, masyarakat dapat semakin percaya untuk memberikan donasi karena pihak pengumpul donasi mampu mengelola dan menyalurkan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
“Yang kedua, lembaga atau pihak yang mengumpulkan dana semakin kredibel, semakin dipercaya dan tentu masyarakat akan lebih banyak yang menitipkan rezekinya untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan,” kata Gus Ipul melanjutkan.
Ia menyebutkan bahwa mekanisme ini juga mendatangkan manfaat bagi pemerintah karena dapat mengetahui siapa saja yang memberikan donasi, siapa penerimanya, dan bagaimana pemanfaatannya.
Menurut Gus Ipul, data tersebut akan sangat bermanfaat bagi pemerintah untuk memetakan bantuan seperti apa saja yang dibutuhkan oleh para penerima manfaat.
“Sehingga mungkin, kalau ini kita membantu sembako, yang lain membantu pembuatan rumah supaya lebih layak huni, yang lain membantu pemberdayaan, dengan begitu kan bisa kita mengintegrasikan program,” kata Gus Ipul.
“Jadi inilah memang regulasinya seperti itu. Sekaligus ini menjadi bagian dari upaya untuk menghadirkan data yang lebih akurat, lembaganya makin kredibel, masyarakat juga makin semangat untuk memberikan bantuan atau sumbangan,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.