Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan dari total 44.000 yang diusulkan menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto, tidak ada satu pun narapidana kasus korupsi atau koruptor yang masuk dalam daftar tersebut.
“Sama sekali dari 44.000 itu tidak ada satu pun terkait kasus korupsi,” ujar Supratman saat konferensi pers di gedung Kemenkum, Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Supratman menjelaskan usulan amnesti tersebut ditujukan kepada empat kategori. Pertama, napi kasus politik Papua. Narapidana yang terlibat dalam kasus politik terkait makar di Papua, tetapi tidak terlibat dalam aksi bersenjata.
Kedua, napi dengan penyakit berat. Mereka yang menderita penyakit serius atau gangguan jiwa, termasuk napi yang terkena HIV/AIDS sehingga sulit ditangani di lembaga pemasyarakatan (lapas). “Ada gangguan penyakit yang sulit ditangani di lapas kita,” jelas Supratman.
Ketiga, napi UU ITE. Napi yang dijerat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya kasus penghinaan terhadap presiden.
Keempat, pengguna narkotika. Napi yang terlibat penyalahgunaan narkotika sebagai pengguna, bukan pengedar, yang seharusnya mendapatkan rehabilitasi, bukan hukuman penjara. “Mereka ini kita kategorikan sebagai korban, yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk direhabilitasi,” tambahnya.
Supratman menjelaskan proses asesmen terhadap napi yang memenuhi kriteria ini masih berlangsung di Kementerian Hukum (Kemenkum). “Jadi tidak ada koruptor dalam daftar 44.000 napi yang diusulkan. Proses asesmen terus dilakukan untuk memastikan penerima amnesti sesuai dengan kriteria yang ditetapkan,” tegasnya.
Amnesti ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan pengampunan kepada napi tertentu berdasarkan pertimbangan kemanusiaan dan keadilan. Namun, Supratman memastikan narapidana kasus korupsi atau koruptor tidak termasuk dalam daftar penerima amnesti.
